Aku merasa nyaman duduk di tempat seperti ini, walaupun penerangan hanya sekedar senter kecil, namun sinar rembulan membawa perbedaan di sekitar. Aku menatap langit sambil memeluk tubuhku sendiri.
Seseorang mendekatiku, tangannya yang lembut menyentuh sedikit demi sedikit kulitku dengan sangat lembut. Aku dibuat tak berdaya saat sentuhan itu mulai bergerak bebas tanpa bisa aku tahan, aku terlena pada tatapan matanya dan hembusan nafas hangat yang sejak tadi sudah menggelitik tak karuan.
Bahkan aku tak sanggup berbicara sama sekali, aku tak sanggup berkata apapun dan bertanya kenapa dia melakukan hal ini? Kenapa dia menyentuh diriku dan kenapa dia berusaha membuatku terlena tanpa bisa kucegah?
Aroma tubuhnya seperti narkoba yang membuatku ingin terus menghirup dalam-dalam, katakan bahwa rasa aneh sudah membuat alam bawah sadarku perlahan-lahan mulai meninggalkan akal sehat.
"Zein… jangan begini, kamu datang dan menyentuhku. Ini terasa tak benar…" kataku, mencoba untuk tetap waras pada kenyamanan yang sebenarnya ingin aku rasakan terus menerus.
Kenyamanan yang tak mau aku hilangkan saat ini, aku berharap waktu terhenti dan aku bisa mendambakan semuanya tanpa perlu memikirkan waktu yang berputar cukup cepat.
"Kamu yakin? Ingin menyudahi sentuhan dariku, apakah kamu yakin aku boleh mengakhiri permukaan yang aku lakukan? Bukankah kamu mendambakan disentuh dengan baik seperti ini? Kamu wanita hebat, aku mau menyentuh wanita hebat sepertimu. Apakah boleh?" Pertanyaan darinya mampu membuatku tak berdaya.
Apakah aku mau disentuh olehnya? Apakah aku mau memberikan seluruh diriku padanya? Mengingat kami baru beberapa kali bertemu dan?
Zein adalah pengawalku, tapi apakah aku boleh berdua saja dengannya seperti ini? Lebih dari berduaan saja, kami saling bersentuhan, dan aku menyukai hal itu. Apakah ini kesalahan?
"Katakan, Nona Rhea. Apakah kamu mau aku memberikan apa yang tak pernah kamu dapatkan dari lelaki lain? Sebuah sentuhan manis dengan kelembutan, sebuah kasih sayang dan perhatian yang begitu luar biasa. Apakah kamu yakin tak mau mendapatkan semua itu? Aku tahu kamu membutuhkan hal tersebut, jika suamimu tak bisa memberikan padamu, aku bisa, bukan begitu?" Sekali lagi pertanyaan darinya benar-benar membuatku tak berdaya, aku mau dia. Apapun yang terjadi aku mau dia menyentuh diriku, aku mau merasakan kelembutan dan kehangatan dari seseorang yang membutuhkan diriku.
Bukan paksaan, bukan kebohongan, bukan kekecewaan yang aku dapatkan. Apakah aku bisa mendapatkan semua itu hanya dengan berkata, Ya?
"Nona Rhea?" Dia kembali bertanya, aku langsung mengangguk tanpa bisa menolak lagi.
"Aku… aku… aku mau sex yang menyenangkan, aku mau seseorang memberikan kehangatan untukku, aku mau seseorang menyentuh diriku dan membuatku melayang hingga aku tak kamu kembali ke dasar lagi. Aku mau hal-hal yang tak aku dapatkan dari suamiku. Apakah kamu bisa memberikan hal itu?" Aku sengaja bertanya padanya, dia langsung tersenyum dan mengelus lembut pipiku. Angin malam semakin menambah rasa dingin dan hangat secara bersamaan.
Dia mulai memegang pipiku dan mulai mencium bibirku dengan sangat lembut, ciuman yang begitu berbeda dari ciuman yang sering aku rasakan. Ciuman itu memiliki banyak rasa, manis seperti madu yang tercipta dari lebah pemakan bunga terindah. Rasa manis yang membuatku ingin terus merasakan semuanya dengan benar, aku menggigit bibirnya, aku menjilat ujung lidahnya, aku menekan lehernya dengan kedua tanganku. Aku mau rasa manis yang lain, aku mau dia terus memberikan semua hal yang tak pernah aku dapatkan.
Tangannya yang besar meremas salah satu payudaraku, sentuhan yang sedikit lembut namun kasar secara bersamaan.
"Suka?" Dia bertanya dengan suara yang serak tak tertahankan, suaranya membuat darahku mengalir lebih cepat, suaranya saat ini begitu luar biasa indah. Aku suka saat mendengar suaranya, aku mau mendengar dia memuja diriku, apakah aku layak untuk hal itu? Apakah aku layak mendapatkan pengakuan? Mengingat aku tak cukup layak melayani lelaki yang aku cintai, aku tak cukup layak memuaskan lelaki yang aku inginkan.
Aku hanya dijadikan pelampiasan tanpa cinta, mungkin karena aku egois ingin memiliki dia seutuhnya, jadi aku terjerat pada dosa yang tak bisa benar-benar aku selesaikan. Aku berharap pada suamiku, suami yang tak pernah berharap padaku.
Mataku menatap matanya, ciuman kami terhenti. Kini dia mulai mencium leherku, menjilat dengan perlahan, menggigit dengan sangat sensual. Dengan sangat perlahan-lahan dia membuka satu persatu kancing gaun yang aku pakai, lalu dia kembali mengecup tengkuk leherku dan bergerak lebih ke bawah, hingga ke tengah-tengah bagian payudaraku.
Sebelah tangannya yang lain mulai meraba bagian punggungku, dia menyentuh dengan perlahan dan berusaha melepaskan pengait bra yang aku pakai, dengan sekali gerakan dia berhasil melakukan hal itu. Hebat! Dia sepertinya sering melakukan hal ini. Kehebatannya membuatku jadi bertanya-tanya, apakah sudah banyak wanita yang diajak tidur bersama? Sex bersama? Apakah sudah banyak wanita yang dia perlakukan dengan lembut seperti ini? Tapi apakah hal itu perlu dipertanyakan saat ini? Tidak! Aku tak mau terlena pada pemikiran bodoh seperti itu, aku tak mau kalah pada kebodohanku sendiri.
Biarlah aku merasakan sejenak kehebatannya dalam membuatku terlena, biarlah aku merasakan kenikmatan yang mungkin tak akan aku dapatkan dua kali. Biarlah malam ini aku jadi wanita murahan, biarlah aku jadi wanita tak tahu diri yang menginginkan pelampiasan akan nafsu yang sudah lama aku tahan ini.
Ada saat dimana aku mau melepaskan seluruh hasrat yang membelenggu akal sehat, aku mau berteriak kenikmatan, aku mau berkata pada seluruh dunia bahwa ada laki-laki yang memperlakukan aku dengan baik, ada laki-laki yang menginginkan aku, ada laki-laki yang menyentuhku dengan lembut dan hati-hati. Aku ingin dipuja, aku ingin di nikmati, aku ingin laki-laki ini berkata bahwa aku indah, bahwa aku sempurna, bahwa aku pantas untuk dimiliki. Aku pantas dimiliki seperti wanita pada umumnya.
Gaunku jatuh begitu saja, membuatku hanya memakai celana dalam dan Bra yang sudah jatuh di bawah kaki. Kedua payudaraku terasa berat karena mulai menantang tatapan mata lelaki di depanku saat ini. Dia sedikit menjauh dan mulai melihat secara seksama, wajahnya memerah dan dia tersenyum. "Cantik sekali, kamu punya payudara yang cantik!"
Ya…
Pujian itu yang mau aku dengar.
Ya..
Pujian seperti itu yang aku butuhkan.
Ya…
Aku ingin seseorang berpikir bahwa aku memang cantik luar dalam.
"Sentuh aku… sentuh aku… sentuh aku dan hancurkan aku…" ujarku padanya.
Dia mengangguk, dia mulai membaringkan diriku secara perlahan-lahan. Dia meremas kedua payudaraku dengan cukup kasar, hal itu malah membuatku merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Dia mampu menciptakan getaran-getaran hebat dalam diriku, getaran-getaran yang tak aku dapatkan dari lelaki manapun. Bahkan dari kekasihku sendiri.
"Aku akan menghancurkan kamu, sayang…" katanya sambil tersenyum misterius. Senyum itu? Apakah dia selalu punya senyum seperti itu? Senyumnya saja mampu membuatku ingin berteriak-teriak kencang.
Mataku melihat ke arah langit malam yang indah sekali, saksi kebebasan kami. Langit dan bintang-bintang sebagai saksi percintaan kami saat ini. Angin malam sebagai alunan musik untuk membawa kami ke atas surga yang luar biasa indah.
Kami akan bersatu, aku akan mendapatkan hal-hal yang aku inginkan selama ini.
Bibirnya kembali mengecup kulitku, dia menjelajahi setiap inci kulit di tubuhku, dia mengabsen satu persatu tanpa terlewati sama sekali. Lidahnya yang basah, bibirnya yang hangat, dan gigitan dari giginya silih berganti menyentuh di setiap bagian. Tubuhku seperti makanan kesukaannya, dia ingin memakan dan menelan hingga dia kenyang.
Aku suka saat lidahnya mulai menari-nari di atas pusar, itu memberikan getaran yang lebih hebat dari sebelumnya.
Kedua tangannya menyentuh wajahku, dia kembali menatap mataku, tatapan matanya begitu dalam. Dia seperti meminta izin untuk membuatku lebih menikmati semuanya lebih dari ini.
"Anda cantik sekali." Katanya lagi.
"Apakah aku benar-benar secantik itu?"
"Ya.. anda cantik sekali di bawah langit malam, di bawah sinar rembulan, di bawah bintang-bintang. Anda seperti Dewi malam yang turun dari langit dan memang sengaja diberikan untukku." Kata-katanya manis sekali! Astaga… aku terlena!
"Lanjutkan, buat aku melayang hingga tak mau sadar lagi." Kataku padanya. Dia langsung mengangguk setuju.
Dia melepaskan satu persatu pakaiannya, hingga dia telanjang bulat. Aku menatap penis yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil itu. Tebal dan sedikit panjang, berkedut beberapa kali seperti meminta untuk masuk ke dalam sesuatu yang hangat. Bulu-bulu yang begitu rimbun mengelilingi sekitar testisnya.
Dia berdiri tanpa malu sama sekali, sepertinya dia begitu bangga menunjukkan tubuhnya yang kekar dan kuat itu, serta penisnya yang indah.
Aku tersenyum, ketika dia sudah membelai secara perlahan penis miliknya sendiri. Dia tampan dan sempurna walaupun pencahayaan di sekitar sangat minim.
"Kamu suka?" Tiba-tiba saja dia bertanya tanpa tahu malu, sedangkan aku yakin wajahku sudah memerah karena mendengar pertanyaan seperti itu.
"Ya…" kataku jujur, bagaimana aku tak suka? Bukankah barangnya itu yang akan memuaskan aku? Bukankah penisnya yang indah itu akan membuatku terbang bebas ke surga?
"Ini akan membuatmu berteriak kencang hingga memohon ampun, tapi aku yakin teriakan itu adalah teriakan kenikmatan, bukan rasa sakit yang membuatmu sedih." Dia berkata dengan sangat yakin.
"Aku percaya padamu." Kataku lagi.
Dia kembali mengangguk, lalu mulai mendekatiku lagi. Dia mulai menyentuh kedua ujung kakiku, mengelus perlahan-lahan, telapak tangannya yang sedikit kasar itu bergerak maju mundur dari ujung kaki hingga ke betis. Kemudian dengan cukup cepat dia membuka kedua kakiku hingga membuatku sedikit terkejut.
Kepalanya mulai bergerak maju, mendekat ke arah selangkanganku. Kukira dia akan langsung mencium ke area vital itu, tapi ternyata tidak. Dia mencium sekitar paha, dia mengendus seperti menghirup aroma makanan. Dia menjilat seperti ice cream yang sebentar lagi akan meleleh.
Hal itu membuatku resah! Kenapa dia punya kehebatan dalam memulai pertarungan? Kenapa dia bisa membuatku basah hanya dengan kecupan dan jilatan saja?
Wajahnya mulai bergerak tak karuan di bawah sana, sebelah tangannya yang lain sudah membuka perlahan-lahan celana dalamku.
Dia menarik hingga celana dalam itu terlepas dari tubuhku, kedua kakiku terus saja dia buka lebar-lebar. Ada angin dingin yang mulai berhembus di sekitar vaginaku, hal itu membuatku nyaman dan tak nyaman secara bersamaan. Perasaan apa ini? Aku seperti tak suka saat dipermainkan secara perlahan seperti ini, tapi aku menikmati semuanya. Aku menikmati perasaan menantang seperti ini!
Gerakan perlahan-lahan, lidahnya mulai terasa di depan dinding vaginaku.
"Ahhhhhh....!" Bibirku tanpa sadar terbuka begitu saja, suara sialan yang tak bisa tertahan juga sudah keluar begitu saja.
Jilatan pertama membawa jauh rasa malu.