Aku memilih keluar dari ruangan sialan itu dan berjalan tertatih-tatih menuju ruangan lain, sebuah tangan menopang kedua pundakku, aku melihat wajah Zein lagi. Pengawal pribadi yang katanya akan menjaga diriku, dia tersenyum sangat hangat, matanya menatap mataku dengan kelembutan. Aku hampir terjatuh pada pesona yang dia berikan, membuatku buru-buru tersadar dan menjauh darinya.
"Nona mau langsung kembali ke rumah? Atau mau berjalan-jalan sebentar?" Dia bertanya dengan nada yang sangat lembut dan penuh kehati-hatian, aku ingin menangis mendengar ucapannya itu.
Aku rapuh pada perhatian seseorang disaat seperti ini, sebab aku memang mudah tersentuh pada kasih sayang dari orang lain.
"Aku mau makan, aku belum makan." Kataku jujur.
"Nona mau makan apa?" Dia kembali bertanya, membuat seluruh akal sehatku mendadak tak beraturan.
"Makan apa saja, apakah kau punya rekomendasi makanan yang enak?" Aku mencoba mengontrol hati dan perasaanku saat ini.
"Aku bisa membawa Nona kemana saja." Kembali lagi, dia tetap saja bertanya dengan suara yang begitu lembut. Aku merasa tersentuh hanya mendengar pertanyaan darinya saat ini.
"Aku ingin makanan yang hangat, Sup rumput laut sepertinya enak." Entah kenapa aku sangat ingin makan makanan seperti itu, rasanya suasana hatiku juga akan ikut menghangat jika memakan sup rumput laut di malam hari seperti ini.
"Ayo, aku akan membawa Nona kesana. Ada salah satu tempat makan sup rumput laut yang enak. Dekat pesisir pantai, udara malam juga pasti menenangkan di jam segini, tempatnya nyaman dan Nona bisa makan tanpa diganggu oleh siapapun."
"Ayo…" kataku padanya, aku memilih untuk mendekat tubuhku sendiri dengan kedua tangan, aku tak mau datang lagi ke tempat sialan seperti ini. Suamiku itu sudah sangat gila, rasanya aku mau tinggal terpisah darinya!
Kami berjalan berdampingan dan mencoba untuk melangkah tanpa menghiraukan apapun. Ketika sampai di parkiran mobil dia membuka pintu tersebut dan menyuruhku masuk, aku masih saja diam dan tak mengatakan apapun. Untuk saat ini aku merasa hancur, aku merasa tak berdaya karena suamiku sendiri menghina diriku.
Aku merasa tak punya harga diri, aku merasa tak bisa terus berada disini.
Aku merasa…
Aku merasa..
Aku merasa…
Aku merasa seperti sampah.
"Zein, bagaimana tipe wanita yang kau inginkan?" Tanpa sadar aku bertanya seperti itu ketika mobil telah berjalan perlahan meninggalkan tempat tadi.
"Aku suka wanita yang menghargai dirinya sendiri, percaya pada dirinya sendiri dan wanita yang kuat." Ucapannya membuatku menghela nafas panjang, tipe wanita yang begitu luar biasa. Aku tidak termasuk dari salah satu tipenya itu kan?
Masuk atau tidak aku sebagai tipe wanitanya, memang apa yang berbeda dari hal tersebut? Tak ada bedanya.
"Wanita yang kuat, kau memang pantas mendapatkan wanita seperti itu. Aku juga yakin bahwa kau akan menghargai wanita itu dengan baik." Kataku tanpa sadar, aku merasa tak pantas disebut sebagai wanita. Karena suamiku sendiri yang menghina aku dan berkata bahwa aku tak berguna sebagai istri yang masih perawan.
"Zein, apakah wanita perawan menurutmu sangat membosankan?" Aku bersuara lagi karena merasa penasaran dengan pendapat lelaki ini.
"Perawan atau tidak seorang wanita, aku tak pernah mau berkomentar. Wanita punya tubuh yang menakjubkan, dari tubuh wanita itu terlahir banyak kebahagiaan. Tak pantas seorang pria berkomentar tentang tubuh wanita." Katanya lagi, dia begitu serius mengucapkan hal itu.
Aku tak paham jalan pikirannya, aku hanya merasa, dia memang selalu bersikap seperti itu dan sepertinya dalam segala situasi dia akan terus berkata hal-hal manis.
"Darimana kau belajar kata-kata itu?"
"Kata-kata itu? Maksudmu?" Dia bertanya sambil memelankan laju mobil yang dikendarai.
"Kata-kata barusan, kalau seorang pria tak pantas berkomentar tentang tubuh wanita." Ujarku menjelaskan tentang ucapan sebelumnya.
"Aku selalu diajarkan hal-hal baik oleh ibuku, aku selalu diberikan nasehat yang luar biasa oleh adik-adik perempuanku. Jadi aku terbiasa mengungkapkan semua hal yang memang diajarkan padaku. Sejatinya, seorang wanita memang harus dihormati dan dihargai. Hanya itu yang aku percayai." Semua penjelasan dari bibirnya memang mengandung madu dan racun secara bersamaan. Bagaimana bisa aku tak tersipu dan merasa takut secara bersamaan saat mendengar ucapannya?
Aku wanita normal, pada akhirnya aku akan merasa aneh dengan semua tipuan manis tersebut.
"Kau selalu berada di tempat yang menyenangkan ya? Aku merasa iri padamu." Kataku padanya.
"Jangan merasa iri pada seseorang hanya karena melihat sedikit kebahagiaan dari mereka. Sesuatu yang indah tak selamanya terlihat indah, terkadang itu hanya tertutupi oleh kepercayaan diri saja. Orang-orang melihatmu sangat bahagia, hidup bergelimang harta, punya kecantikan yang begitu luar biasa, berada di dalam keluarga yang sempurna. Bahkan menikahi laki-laki paling hebat di negara ini. Tapi orang-orang diluar sana mungkin tak akan pernah tahu hal yang kau alami sekarang. Aku bukan mau mendikte dirimu, aku hanya mau Nona melihat semua hal dalam perspektif berbeda, sebab dunia terlihat bagaimana sudut pandang kita." Ucapannya memang begitu sempurna, dia punya pendidikan yang bagus, dia punya akal sehat yang luar biasa hebat.
Aku penasaran, dimana Zein lahir? Lingkungan seperti apa yang membuatnya menjadi seperti ini? Apakah dia punya seseorang yang dicintai? Apakah dia selalu menghargai wanita seperti dia menghargai aku saat ini.
"Zein, jika kau punya wanita seperti diriku. Apakah kau akan memperlakukan aku layaknya seorang ratu?" Saat aku bertanya seperti itu, dia tak langsung menjawab. Dia seperti berpikir, berpikir banyak hal yang mungkin tak pernah aku ketahui pikiran apa di dalam otak kecilnya itu.
"Jika aku punya wanita seperti Nona, akan aku jaga dengan baik, memastikan dia menjadi ratu yang akan membawa perdamaian dalam hidupku." Jawabnya.
"Aku ingin mendengar kata-kata seperti itu dari bibir suamiku, apakah bisa?" Tanyaku tanpa sadar, aku sudah menatap ke arah jalanan dari balik jendela mobil.
"Bisa, hati seseorang mudah sekali berubah-ubah. Nona hanya perlu mencari kelemahan suami anda, lalu buatlah kelemahan itu sebagai senjata yang akan membawa Nona pada kemenangan." Dia berucap dengan penuh keyakinan.
"Aku bahkan tak tahu bagaimana cara mencari kelemahan tersebut." Aku menghela nafas panjang ketika mengatakan hal tersebut.
"Apakah anda mau aku bantu?"
"Bantuan seperti apa?" Tanyaku lagi.
"Mencari kelemahan suami anda, membuatnya jatuh cinta dengan anda, tergila-gila dengan anda, lalu jatuh di bawah kaki anda. Bagaimana? Apakah anda mau?" Dia tersenyum misterius sekali, aku sempat melihat ada raut wajah lain dari sosok disampingku ini. Apakah niatnya baik?
Entahlah, aku tak benar-benar bisa membaca situasi apalagi raut wajah seseorang. Aku saja bisa dibodohi suamiku sendiri.