Kami berdua sampai di pesisir pantai, benar kata Zein bahwa udara dan suasana malam disini sangat nyaman. Aku suka berada disini, aku suka merasakan keindahan alam dan suara debur ombak yang menghantam jiwa. Aku tidak pernah tahu bahwa suasana pantai di malam hari bisa menjadi sangat menakjubkan.
"Kau sering ke tempat seperti ini? Zein?" Aku bertanya karena merasa penasaran bagaimana dia bisa mengetahui tempat yang nyaman dan sunyi seperti ini.
Di depan kami memang ada kedai yang tidak terlalu terlihat, namun ada aroma yang begitu harum dari kuah kaldu yang lezat, aroma itu langsung masuk ke dalam penciumanku. Sepertinya rasa makanan disini pasti sangat enak.
"Ibuku sering membawaku kesini ketika aku berulang tahun." Dia menjawab sambil tersenyum ke arahku lagi, langkah kaki kami sampai di depan kedai dan dia mulai memesan apa yang aku inginkan.
Aku memilih duduk di salah satu bangku yang bisa melihat langsung pemandangan langit malam berisi bintang-bintang dan air laut yang tenang membawa aroma asin yang menyegarkan.
Rambutku berterbangan karena tertiup angin, mataku sedikit terpejam menikmati suasana sekitar, aku selalu suka suasana seperti ini, membawaku seperti kembali ke rumah. Rumah dalam artian sebagai tempat untuk pulang, aku rindu keluargaku bahkan baru beberapa hari kami tak bertemu. Apakah mereka tahu bahwa aku diperlakukan tak baik di rumah suamiku sendiri? Apakah mereka tahu bahwa aku menderita bahkan di awal-awal pernikahan?
Tapi pada akhirnya aku tak sanggup memberitahu penderitaanku itu.
"Kenapa? Apakah tak suka dengan tempat ini?" Aku mengerjapkan kedua mataku dan langsung tersenyum ke arahnya.
"Siapa bilang aku tak suka? Aku sangat suka tempat ini, tempat yang menyenangkan dan mungkin aku akan selalu datang kesini lagi. Apakah aku boleh menjadikan tempat ini sebagai pelarian disaat aku tak berdaya? Bisakah kau berbagi padaku tempat ini?" Kataku padanya, dia langsung mengangguk tanpa basa-basi.
"Apapun yang kau inginkan, aku akan memberikan padamu." Ujarnya tanpa ragu-ragu.
"Kenapa kau memberikan semuanya padaku? Aku bukan siapa-siapa bagimu."
"Karena aku pengawalmu, aku yang akan memberikan apapun untuk Nonaku yang cantik ini."
"Hanya itu saja? Kenapa kau mau memberikan segalanya jika kau hanya pengawal. Maksudku, bukan dalam artian yang lebih rendah. Tapi, kau? Kau terlalu baik jika hanya menjadi pengawalku." Aku bertanya karena memang masih tak percaya bahwa dia begitu baik padaku.
"Lalu kau mau aku jadi apa, Nona?"
"Teman? Apakah kau mau jadi temanku?"
"Kau yakin Nona? Teman tak pernah berakhir baik, ada saat dimana kita akan bertengkar dan berbaikan seperti anak kecil. Aku sebenarnya tak suka dengan status pertemanan. Aku lebih suka kita sebagai Nona dan Pengawal saja. Jadi kau bisa menyuruhku apapun, dan aku akan melayani dirimu. Apapun yang kau inginkan, kau butuhkan, aku akan berikan semuanya." Dia berkata sambil terus menatap mataku, kata-katanya mengandung banyak arti yang mendalam.
"Kau terlihat sangat menyebalkan saat mengatakan hal itu, tapi aku senang karena mendengar kejujuran dari bibirmu. Aku suka orang yang jujur lebih tepatnya." Aku berkata padanya tanpa memikirkan tentang sopan santun atau sejenisnya, sebab aku merasa dia sudah jadi orang yang bisa membawaku pada kenyamanan.
Apakah wajar aku nyaman pada pengawalku sendiri?
Salah satu pelayan mengantarkan makanan kami, Sup rumput laut yang begitu hangat dan menggugah selera membuatku langsung kelaparan begitu saja. Aku mengambil sendok dan mulai menyuap sesendok sup hangat ke dalam mulutku, rasanya benar-benar enak hingga menari-nari di dalam mulutku.
"Bagaimana rasanya?" Zein bertanya sambil minum Jus jeruk yang sepertinya menarik perhatianku juga.
"Aku mau itu." Kataku padanya.
"Ini? Kau punya." Katanya, aku yang mendengar hal itu langsung tertawa dan mengangguk lagi.
"Aku punya, tapi aku mau jus jeruk darimu." Kataku menjelaskan, dia langsung tertawa dan benar-benar memberikan jus jeruk itu padaku.
Sikap baiknya ini membuatku mau tak mau tersenyum, dia benar-benar lembut dan menyenangkan. Sikapnya ini perlahan-lahan membuat jantungku berdebar kencang dan nafasku tak beraturan.
Kenapa?
Aku merasa ada yang aneh dengan dadaku, ada yang aneh dengan suhu tubuhku, ada yang aneh dengan tatapan matanya, dia seperti menghipnotis seluruh persendianku. Aku melihat tangan besarnya yang kekar, aku mulai bertanya-tanya apa rasanya saat tangan itu menjelajahi tubuhku dan menyentuh di titik titik tertentu, ahhhhh…. Rasanya, rasanya pasti akan sangat menyenangkan.
Aku menatap bibirnya, bibir yang begitu seksi itu, merah merona seperti buah cherry. Apa rasanya saat mencium bibirku dan mengecup setiap inci kulitku?
"Rhea? Apa yang terjadi? Apakah kamu baik-baik saja? Wajahmu sedikit memerah." Pertanyaan dari Zein membuatku langsung tersadar akan lamunan kotor saat ini.
"Ahhhh aku rasa, aku sedikit kedinginan." Ujarku berbohong.
Kami kembali melanjutkan acara makan-makan itu, aku memilih untuk tidak terlalu memperhatikannya karena merasa aneh setiap melihat matanya. Dia seperti racun, aku tak suka.
Beberapa saat setelahnya kami selesai makan, dia mengajakku jalan-jalan di sekitar pesisir pantai, aku tak menolak ajakan menyenangkan itu. Menikmati angin laut di malam hari memang sangat indah dan menakjubkan secara bersamaan, aku tahu ada yang salah dari diriku, dari pikiran kotor yang ada di otakku. Aku merasa dingin karena angin laut, tapi merasa hangat saat tatapan mata Zein beberapa kali memperhatikan diriku.
"Kemarilah, sepertinya kamu bener-bener kedinginan." Dia merangkul pundakku, tubuh kami saling berdekatan dan hal itu membuat seluruh kulitku merinding hebat.
Langkah kami terhenti, dia mengendus sisi kepalaku dan nafas hangatnya itu benar-benar membuatku terlena, aku memejamkan mata beberapa saat untuk menikmati kenyamanan saat ini. Kenyamanan yang sejak awal berharap aku dapatkan dari suamiku, tapi kenapa malah aku dapatkan dari laki-laki lain? Aku ingin merasakan hal ini terus menerus, aku ingin membawa kehangatan ini setiap hari. Apakah aku punya kesempatan untuk hal itu?
"Rambut anda sangat harum Nona, dan lembut." Ujarnya.
"Aku selalu merawat rambutku setiap hari." Jawabku seadanya.
"Aku suka aroma rambutmu, Nona. Sepertinya aku suka semua aroma di tubuhmu." Mendengar hal itu aku langsung menelan ludah susah payah.
Semua aroma di tubuhku?
Kenapa aku jadi berpikir aneh-aneh saat mendengar hal seperti ini?
Sepertinya otakku sudah tak waras, bukan begitu?
"Ahhhh begitu… terimakasih, Zein." Kataku dengan suara pelan.
"Nona, apakah anda mau pulang ke mansion. Malam ini?" Pertanyaan ambigu, aku yang mendengar pertanyaan itu hanya bisa menghela nafas panjang
"Kau punya rencana ke suatu tempat?"
"Bermalam di pesisir pantai? Apakah kau mau?"
Bermalam di pesisir pantai? Sialan! Vaginaku langsung berkedut membayangkan apa yang akan terjadi. Dua orang dewasa di pesisir pantai yang sepi dan juga dingin, kenapa rasanya sangat?
Sangat menyebalkan dan menyenangkan secara bersamaan!
"Tanpa tenda?" Tanyaku basa-basi.
"Ada Gua yang hangat di sana, aku sering bermalam di tempat itu saat ingin sendirian."
"Oh begitu, baiklah.. ayo kita coba bermalam di tempat yang menyenangkan." Kataku padanya, mana sanggup aku menolak permintaan seperti ini?