Chereads / Terjerat Gairah Semu / Chapter 5 - Bertamu

Chapter 5 - Bertamu

Tepat pukul dua dini hari. Dara terjaga dari tidurnya karena ingin buang air kecil. Sejenak, tatapan matanya lurus memandang ke arah suaminya yang nampak tertidur pulas di samping tempat tidur mereka.

"Kasihan, lemah ...." bisik Dara dalam hati nyaris tak terdengar. Antara dongkol dan iba terasa tipis dihatinya.

Dara lalu bangkit, langkahnya pelan menuju ke arah kamar mandi yang letaknya di dalam kamar mereka. Ia terlihat malas-malasan berjalan pelan ke kamar mandi untuk buang air kecil. Padahal, kegiatan buang air kecil bukan suatu hal yang sulit, ia hanya tinggal menyingkapkan gaun tidurnya sampai terdengar suit yang mendesis, dan rasanya pun melegakan.

Setelah selesai buang air kecil, Dara lalu membasuh organ vitalnya, celah sempit miliknya itu tiba-tiba terasa menggelitik, birahinya tiba-tiba naik sampai ke puncak ubun-ubun saat lentik jarinya menyentuh organ vital yang paling sensitif dari tubuhnya itu, "Aduuh ahh ... Farhaaaat!" tanpa sadar Dara mendesis perlahan, memanggil-manggil nama lelaki yang bukan suaminya.

Napas Dara terasa naik turun. Jantungnya berdegup kencang seakan sedang memburu sesuatu. Sembari menahan tubuh yang bergetar hebat menahan gairah, Buru-buru ia menanggalkan baju tidurnya dan menggantungkannya di dinding kamar mandi sembari meyakinkan diri, jika pintu kamar mandi sudah terkunci.

"Hmmm, jika Guntur mengetuk, aku pura-pura buang air besar saja, aku sudah tidak kuat ... sshh!" Dara mendesah dalam hati, kedua lentik jarinya mulai bergerak lincah memberi rangsangan kepada area-area yang paling sensitif di tubuhnya.

Bayangan paras dan bentuk tubuh atletis milik Farhat kembali melintas di dalam pikirannya, dada Dara sontak bergemuruh semakin kencang, memainkan fantasi alam liarnya hingga semakin menggila.

Matanya berputar mencari sesuatu yang bisa ia mainkan ke dalam area paling sensitifnya itu. Tetapi ia tidak menemui apapun, hanya ada sebuah botol bekas limun yang kebetulan sempat ditaruh Guntur di bagian pojok kamar mandi, tetapi Dara merasa kurang tertarik, dan botol itu pun ia acuhkan.

Sesaat kemudian, Jari telunjuknya mulai mengusap sebutir daging kecil di atas bukit kembarnya. Darahnya kembali berdesir kencang, dada berdebar, birahinya meronta saat itu juga.

"Uughhhh ... Farhaaaat!" desisnya dalam hatii, mengarahkan kedua jari ke arah pangkal paha sembari membuka kedua kakinya lebar-lebar.

Sedikit celah diantara pangkal pahanya mulai terasa basah oleh cairan pelicin alami dari sananya. Dua buah jari yang mulai menembus masuk, ia mainkan di dalam. Jantungnya terasa semakin berdegup kencang, kenikmatan gairah yang menggebu, betul-betul telah memompa napsu birahinya hingga ke puncak ubun-ubun.

"Aduuuh ... aahhhh ... Farhaat! Enaak sayang, aduuh ... ssshhh ...." mulutnya kembali meracau, mendesis tak henti, mengikuti irama hentakan kedua buah jari yang sudah berada di dalam celah sempit miliknya itu.

Dara masih kurang puas hanya memainkan 2 jarinya, ia kemudian memasukan tiga jari, dan mulai masuk separuhnya. Berkali kali ia tarik, ke luar, lalu ke dalam dan ke luar lagi. Semakin lama ketiga jari itu masuk dengan bebas dan mudah karena cairan pelumas alami dalam tubuhnya semakin deras menetes.

Dara menggeliat menahan nikmat. Tanpa sadar, bibirnya kembali meracau berulang-ulang memanggil nama Farhat, "aaaahh ... Farhaat! ... Ssshhhh ... Farhat, sayaaaaang ...." desahnya pelan hampir tak terdengar. Dara benar-benar hanyut dalam hasutan setan, semakin lama ia semakin terlena menikmati napsu birahinya sendirian.

Tidak lama kemudian, gerakannya bertambah cepat, menusuk dan menarik jari-jarinya berulang sembari mengusap lembut beberapa area sensitif tubuhnya.

Beberapa saat kemudian, tubuhnya menegang untuk sesaat, lalu lunglai dan melemas setelah hinggap di puncak kenikmatan yang ia ciptakan sendiri.

"Farhaaat, sayaaang ...." ucapnya lirih, masih memanggil nama lelaki yang jelas bukan suaminya. Sepertinya ia sudah mulai terobsesi kepada lelaki berdarah campuran bombay itu. Dalam hati Dara berbisik pelan, "aku mau melakukannya denganmu, Farhat ...." Dara mendesah pelan, khayalan liar semakin menumpuk di kepala, "Kapan kita bisa melakukannya di dunia nyata, Farhat, sayang ...." celoteh ngawur kembali terdengar dari dalam hatinya, menggema memenuhi imajinasi dalam kepala.

Setelah menyelesaikan hajatnya, perlahan Dara mengenakan kembali baju tidurnya. Dengan lemas berjalan ke arah ranjang dan merebahkan tubuh di samping Guntur yang masih nampak tertidur pulas. Sekarang, Dara bisa terlelap dengan tenang.

Pagi hari, bertepatan dengan hari minggu, Dara minta izin kepada suaminya untuk belanja kebutuhan bulanan ke Mall. Guntur hanya mengangguk pelan mengizinkan istrinya untuk pergi berbelanja ke Mall. Ia sengaja membiarkan Dara mencari kesenangannya sendiri. Dengan jalan-jalan dan berbelanja, Guntur harap Dara dapat melupakan kekesalan hatinya walau sesaat.

Tetapi, di tengah perjalanan, tiba-tiba Dara menghentikan laju mobilnya, lalu mengambil ponsel dan mengirimkan pesan singkat kepada Farhat.

"Aku ke rumah, ya sekarang?" isi pesan yang diketik Dara, lalu mengirimkannya.

Tidak berapa lama kemudian, notifikasi balasan terdengar, Dara segera melihat ke layar ponselnya dan tersenyum cerah. Sebuah chat balasan singkat membuat hatinya berdesir pelan.

"Ok, aku tunggu!" Isi balasan pesan singkat dari Farhat.

Dara segera melanjutkan perjalanannya menuju ke arah Bubat. Ia sudah tidak sabar ingin segera bertemu Farhat, lelaki yang selalu mengisi alam khayalnya beberapa hari ini.

Rumah Farhat tidak terlalu besar, tetapi cukup nyaman untuk ditinggali, di desain dengan konsep modern minimalis, nampak asri dengan beberapa tanaman hias di halaman depan.

Setelah memarkirkan mobil, Dara bergegas turun, lalu melangkahkan kakinya ke teras depan rumah. Tidak menunggu lama setelah menekan bel, terdengar derap suara langkah kaki mendekat dari dalam rumah.

"Ceklek!"

Suara pintu terbuka, sosok lelaki yang beberapa hari ini selalu memenuhi alam khayalnya, kini berdiri di depannya dengan sebuah lengkungan senyum yang menggoda.

"Hai! Aku pikir kamu bercanda mau main ke rumah, sini masuk! Sendiri?" sambut Farhat, membukakan pintunya lebar-lebar.

"Sendiri, lah! Ngapain bawa teman ...." sahut Dara sembari tersenyum genit ke arah Farhat.

"Hehe, iya bener, biar kita bisa bebas ngobrol apa saja, ya?" ucap Farhat menggoda Dara, kembali melengkungkan senyum di antara wajah blasteran Bombay-nya.

Dara mengikuti langkah kaki Farhat memasuki ruangan depan rumahnya. Farhat lalu mempersilahkan Dara duduk di sofa panjang ruang tamu. Sementara itu, ia lalu berjalan menuju ke belakang, mengambil dua minuman botolan di dalam kulkas, untuknya satu dan satu lagi untuk Dara.

Tidak lama kemudian, Farhat kembali ke ruang tamu dan menyerahkan minuman botolan bersoda itu kepada Dara, ia menerimanya sembari tersenyum dan berkata, "Terima kasih, ya!"

"Jangan sungkan, kalau kamu mau yang lainnya, ambil saja sendiri di dalam kulkas, ya! Anggap saja rumah sendiri," ujar Farhat, lalu duduk di samping Dara, menatapnya tanpa melepaskan senyum manis yang selalu nampak melengkung menghiasi wajahnya.

Melihat senyum Farhat sedekat itu, hati Dara sontak berdebar-debar. Jantungnya seakan berhenti berdetak, harum tubuh lelaki keturunan Bombay ini seakan telah menghipnotisnya. Rasanya, ia rela jika hari ini ia harus menyerahkan segalanya untuk Farhat. Lelaki yang telah menjadi objek khayalannya selama beberapa hari ini, begitu sangat menggoda gairahnya.

"Euumm ... kamu tinggal sendiri di sini?" tanya Dara, matanya berkeliling menatap seluruh ruangan rumah. Warna putih yang mendominasi membuat rumahnya ini terasa cerah. Dengan desain dan beberapa furniture modern yang menghiasi, rumah Farhat sangat nyaman untuk ditinggali.

"Sekarang? Berdua, dong … sama kamu," sahut Farhat, melirik ke arah Dara sembari menggeser duduknya hingga lebih rapat. Tatapan mata Farhat benar-benar sangat menggodanya. Jantung Dara seketika berdegup kencang, dadanya berdebar dengan sangat hebat. Hasrat yang tertahan seolah tidak bisa lagi ia bendung.