Matanya tajam menyelidik wajah istrinya yang nampak lusuh itu. Selain rasa khawatir, dalam dirinya terselip juga rasa curiga. Tetapi, dengan segera ia menepis semua kecurigaan itu. Guntur hanya ingin menebus semua kelemahannya. Ia ingin mulai merajut kembali bahtera rumah tangganya yang sempat dihantam badai kencang akhir-akhir ini.
"Emmmp, iya Pa, setelah selesai nge-gym, aku tadi aku makan baso, sambalnya kebanyakan, pedes banget sampai aku sakit perut di sana …." sahut Dara tanpa berani memandang ke arah suaminya.
Dalam hati yang paling dalam, Dara merasa bersalah karena telah mengkhianati suaminya, tetapi itu semua tidak akan terjadi jika Guntur bisa melakukan tugasnya sebagai suami di atas ranjang, menunaikan kewajibanmya, memberi nafkah batin kepada Dara sebagai istrinya.
Kini, semuanya sudah terjadi, hati dara telah terbagi. Tubuhnya pun sudah ia bagi dengan lelaki lain selain suaminya.
Dan parahnya, saat Dara melakukannya bersama Farhat, ia benar-benar menikmatinya, Dara merasa sangat terpuaskan dengan kualitas permainan, durasi serta ukuran senjata pusaka milik Farhat yang "super duper wow" itu.
Sepertinya, jika waktu memberinya lagi satu kesempatan untuk mengulanginya bersama Farhat, Dara tidak akan menyia-nyiakannya. Hatinya benar-benar sudah dibutakan oleh hasrat biologis yang semakin menggila. Alam imaji di dunia khayalnya telah memicu gairahnya yang paling liar, hingga meledak-ledak dalam dada.
"Ya sudah Mama istirahat dulu, Papa bikinin susu hangat, ya? Biar Mama segeran dikit, setelah itu Papa mau menunaikan kewajiban Papa, memberi nafkah batin yang selama ini tertunda. Mama mau pegang? keras, Ma! Obatnya mujarab! Hehe." ucap Guntur terkekeh sembari memeluk bahu istrinya dan membawanya masuk kedalam rumah.
Dara hanya meresponnya dengan senyum tipis yang sedikit melingkar di wajahnya. Sebenarnya Dara hanya ingin tidur dan istirahat, ia merasa sangat lelah,
Farhat benar-benar telah mengobrak-abrik tubuhnya. Entah berapa kali Dara mengeluarkan cairan dari dalam area sensitifnya, hingga lututnya terasa sangat lemas. Bahkan, sampai kini senjata pusaka Farhat yang sebesar botol itu seakan masih terasa mengganjal di area paling sensitif tubuhnya.
Sesampainya di dalam rumah, Dara segera menuju ke kamar dan merebahkan badannya. Guntur lalu bergegas menuju dapur dan membawakan segelas susu hangat, dilihatnya wajah Dara nampak pucat dan lesu, Guntur merasa kasihan, tetapi gejolak hasrat dalam dirinya sudah teramat sangat menggebu, ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi, ia harus melakukannya malam ini, selagi obat dari Banten yang seminggu ini sudah ia konsumsi secara rutin, bekerja dengan sangat baik.
"Ma, diminum dulu susu hangatnya, ya!" ucap Guntur pelan sembari menyodorkan segelas susu hangat ke istrinya, ia membantu Dara agar duduk di atas ranjang, lalu mengarahkan segelas susu itu ke arah mulut Dara.
Dara nampak malas-malasan meminum susu hangat itu sampai habis. Tubuhnya seketika terasa hangat. Lumayan, memberinya sedikit energi.
Guntur meletakan gelas kosong itu di atas meja, lalu melangkahkan kakinya mendekati pintu dan menguncinya rapat. Langkahnya tegap menghampiri istrinya, ia nampak bergegas membuka seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya, perlahan bergerak menaiki ranjang, mendekati istrinya.
Dara terdiam, matanya nampak terpejam. tubuhnya sudah sangat teramat lelah, tetapi yang di hadapannya ini adalah suaminya yang telah lama menunggu kesembuhan alat reproduksinya bekerja dengan baik, dan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya.
Perlahan, Guntur membuka satu demi satu pakaian yang melekat di tubuh Dara, lalu bibirnya menyapu ke seluruh bagian tubuh istrinya itu dengan sangat liar.
Telah lama ia menantikan saat-saat seperti ini, gairahnya sudah mencapai ubun-ubun di puncak kepala, tidak dapat lagi ia menahannya.
Dara hanya diam, membiarkan Guntur memainkan perannya. Ia sangat tidak menyangka, dalam satu hari ini ia akan melayani dua lelaki secara bergiliran.
Perlahan, gairahnya mulai merambat pelan saat kedua tangan Guntur aktif menjelajahi setiap lekuk tubuhnya, menggenggam kedua bukit kembar di dadanya hingga menyelusup ke dalam celananya yang berbentuk segitiga di antara kedua belah pangkal pahanya.
Dara mendesah pelan, meresapi semua sentuhan suaminya. Guntur semakin bersemangat, lalu dengan tergesa-gesa ia melepaskan semuanya. melepaskan kancing tali bra yang melilit sampai ke punggung Dara itu dan lalu pelan-pelan menarik celana berbentuk segitiga yang menutupi area paling sensitif istrinya itu hingga terlepas seluruhnya.
Keduanya pun akhirnya sama-sama terlihat polos bagaikan bayi besar yang baru lahir, tanpa ada satu helai benang pun yang menutupi keduanya.
Guntur bergerak cepat, sembari menahan napasnya yang mulai tersenggal-senggal, ia menyusuri semua bagian tubuh istrinya, dari lembut bibir istrinya, lalu menyelami rongga mulut dan mengikat lidahnya hingga menuruni bukit kembar sampai akhirnya turun menuju pusat dari segalanya.
Guntur mulai memainkan jarinya, membelai dan mengusap lembut area paling sensitif dari istrinya dengan penuh kehati-hatian.
Perlahan, jari tengah Guntur berusaha menerobos masuk ke dalam celah gelap yang mulai memercikan beberapa tetesan alami dari dalam organ vital kewanitaan Dara, istrinya yang ia cintai dengan segenap hati.
"Ssshhhh ... aaaaahhhhh ..." Dara mendesah, menerima semua rangsangan dari suaminya, membuat ingatan dan fantasi Dara kembali tertuju kepada lelaki keturunan Bombay yang telah membuat hasratnya terpuaskan dari sore tadi. Andai Guntur dapat membaca pikiran Dara, dapat dibayangkan bagaimana hancur dan remuk redamnya perasaan Guntur.
Jari tengah Guntur sudah terasa basah, celah gelap nan sempit itu pun sepertinya sudah siap menerima kedatangan sosok kekar kelelakian Guntur yang baru saja bangun dari tidur panjangnya.
Tiga bulan penantian akhirnya ia dapat menyalurkan kewajibannya sebagai seorang suami. memberi nafkah batin dan melepaskan gairah yang telah lama menumpuk di dalam dada.
Guntur lalu membuka kedua pangkal paha istrinya pelan-pelan, mengarahkannya tepat ke arah area sensitif kewanitaan istrinya yang sudah nampak basah, berwarna merah kecoklat-coklatan itu.
Pelan-pelan, batang kelelakian Guntur mulai menerobos masuk ke dalam celah sempit yang dipenuhi bulu-bulu halus di antara pangkal paha istrinya. Dara nampak memejamkan kedua matanya, siap menerima sodokan yang menghentak.
Satu hentakan pelan berhasil menanamkan keseluruhan tongkat kelelakian suaminya. Nampak kedua mata Guntur terpejam, menikmati sensasi yang telah lama ia dambakan.
Guntur mulai mengatur ritme gerakan pinggulnya. Memompa pinggulnya dengan konstan dan teratur. Kedua tangannya bergerak lincah ke arah kedua bukit kembar istrinya, lalu memainkan secuil daging kecil di atas puncak bukit kembar di dada Dara, sesekali Guntur mendekatkan bibirnya dan menjilatinya dengan sangat rakus sembari tetap meghentakan pinggulnya dengan cepat dan teratur.
Entah sadar atau tidak, dalam bayangnnya Dara saat ini, ia merasa sedang melakukan penyatuan diri dengan Farhat, bukan dengan Guntur suaminya. Alam khayalnya seolah memutarkan lagi bayangan-bayangan mereka saat 'berbuat' di kursi sofa ruang tamu rumah Farhat.
"Aaaaahhh.. Sshhhhh ... " Dara kembali mendesah, gairah di dalam dada mulai bergejolak hebat. Bayangan lelaki keturunan Bombay kembali hadir dalam ingatan dan alam imajinasinya.
Dara benar-benar telah terobsesi dengan segala pesona yang ada dalam diri Farhat yang selalu terlihat sangat jantan itu. Alangkah bahayanya alam imaji jika sampai menjadi obsesi liar yang tidak terkendali.