Kepalanya nampak kembali tertunduk lemas. Lalu, dengan perlahan dua bola matanya sendu menatap Farhat, berharap mendapatkan jawaban yang dapat menenangkan hatinya, memenuhi semua harapan, memperbaiki kehidupan rumah tangganya terdahulu yang sudah hancur berantakan.
"Hmmm, entah 'lah kita lihat saja nanti, aku tidak akan berjanji apapun. Kamu tahu persis seperti apa kehidupanku sekarang, dan aku masih sangat menikmatinya." Ucap Farhat dengan enteng.
Mendengar ucapan Farhat, dada Dara tiba-tiba terasa sesak, ia merasa ini adalah balasan atas pengkhiantan yang telah ia lakukan terhadap Guntur, suaminya. Dara merasa tidak mempunyai pilihan lain, selain menerima apapun keputusan Farhat.
Karena, kembali ke rumah Guntur adalah satu hal yang tidak mungkin, Guntur tidak akan pernah memaafkannya. Sementara tinggal di rumah Farhat, ia harus rela membagi tubuh Farhat dengan wanita lain, dan itu akan menyakitinya, menyakiti perasaannya sebagai wanita.
Sungguh, Dara merasa, karma telah mendatanginya secara langsung tanpa di tunda. Dalam kondisinya yang serba terjepit ia sama sekali tidak mempunya pilihan lain.
Selama menikah, Dara memang menggantungkan hidupnya pada suami. Ia tidak mempunyai pekerjaan, dan juga tidak mempunyai tabungan yang cukup selain sisa-sisa pemberian Guntur yang tinggal sedikit.
Kini, Dara telah di usir dan akan segera di ceraikan. Hanya Farhat yang menjadi satu-satunya harapan. Tetapi, seperti yang telah ia ketahui, Farhat tidak ingin terikat dengan hubungan yang serius, Ia hanya ingin menikmati tubuhnya tanpa berani mencintainya setulus hati.
Cukup lama Dara terdiam, sebelum akhirnya ia terpaksa harus menyetujui semuanya. Perlahan, Dara nampak mengangkat kepalanya lalu menatap ke arah Farhat dan berkata pelan, "Baiklah, lakukan apapun yang kamu suka, tapi kamu harus mengizinkan aku untuk tinggal di sini. Aku tidak mungkin kembali ke rumah orang tuaku. Dan, aku telah di usir sama suamiku. Farhat, apa kamu mengerti kondisiku saat ini?" tanya Dara terdengar memelas.
Mata lelahnya nampak pasrah menatap ke arah Farhat yang melingkari wajahnya dengan senyum yang nampak licik. Perlahan, Farhat lalu kembali mendekati Dara. Sembari menggenggam kedua tangan Dara, ia berkata, "Maka, kamu harus menuruti apa yang aku inginkan. Sekarang, aku ingin kamu memuaskan hasratku, buka bajumu …." ucap Farhat pelan, namun terdengar seakan menusuk hati Dara yang terdiam dalam tangis yang tertahan.
Kedua tangan Farhat mulai membuka satu-persatu kancing baju Dara dengan perlahan. Kedua matanya menatap Dara dengan senyum yang nampak dipenuhi dengan gairah.
Awalnya Dara memang sangat menyukai petualangannya dengan Farhat, apa yang ia cari selama ini, ia dapatkan dari keperkasaan dan kelihaian Farhat dalam memuaskan wanita. Tetapi, setelah ia mengetahui kehidupan Farhat yang sebenarnya, ia merasa dirinya tidak berarti apa-apa selain hanya menjadi objek pemuas napsu belaka.
Dara terdiam, ia tidak sanggup untuk meolak keinginan Farhat, ia benar-benar tidak mempunyai pilihan selain mengikuti semua permainan lelaki yang kini tengah mencoba untuk menguasinya lagi.
Satu persatu, kancing baju Dara mulai terlepas, lalu dengan perlahan Farhat mendekati wajah Dara, dan mendaratkan bibirnya hingga bibir keduanya saling menempel.
Sementara itu, kedua tangan Farhat nampak masih sibuk melepaskan pakaian yang dikenakan Dara yang sudah terlihat pasrah menerima nasibnya itu. Satu persatu kancing baju Dara terlepas hingga yang tersisa hanya satu lilitan bra yang menutupi dadanya.
Serangan yang dilancarkan Farhat semakin gencar, ia mulai menyelusuri setiap jengkal kulit halus yang membungkus leher jenjang Dara dengan liar. Kedua mata Dara terlihat tertutup dengan erat, nampak satu kristal bening perlahan mulai turun membasahi pipinya.
Penyesalan memang selalu datang terlambat. Hal yang ia cari selama ini ternyata melukainya, Farhat yang ia harapkan dapat menjadi tumpuan hidupnya, tidak bisa memenuhi harapannya, ia masih terlalu menyukai petualangannya, memuaskan para wanita yang menjadi pelanggan setia, tanpa melepaskan Dara sebagai wanita yang ia sukai sedari dulu.
"Dara, apakah kamu sudah tidak menyukainya? Mengapa diam saja?" tanya Farhat berbisik pelan di telinga Dara, ia masih saja nampak sibuk berusaha untuk membangkitkan gairah Dara dengan menyelusuri setiap lekuk tubuh. Jari-jarinya semakin lincah membuka bra yang terkait di belakang punggung Dara, hingga semuanya kini benar-benar terlepas seluruhnya.
Kedua bukit kembar yang menyembul itu semakin membangkitkan gairah Farhat, lalu, perlahan Farhat mulai menurunkan kepalanya, menuju ke atas bukit kembar di dada Dara dan mejilati puncak bukit kembar itu sembari sesekali menggigitnya pelan.
"Uuumhhh…." Dara mendesis pelan. Di antara kegetiran dan kekecewaannya, ia nampak sedang berusaha menahan gairahnya sendiri. Dara masih sebagai wanita yang haus kepuasan, dorongan hasrat di dadanya lebih kuat dari bisikan hati kecilnya yang memintanya untuk menolak.
Mendengar lenguhan suara Dara yang mendesis pelan itu, Farhat nampak semakin bersemangat memicu gairahnya. Dengan terburu-buru ia segera membuka kancing kemejanya sendiri, dan melemparkannya ke sembarang tempat.
Bagian atas keduanya kini tidak terhalang satu apapun, Farhat lalu meletakan kedua tangannya di bawah punggung Dara dan mengangkatnya.
"Ma-mau ke-kemana?' tanya Dara pelan, masih berusaha untuk tetap menahan gairah dalam dirinya yang tiba-tiba meluap.
"Kita ke kamar, ya …." Sahut Farhat sembari tersenyum kecil. Dengan sekali ayunan kedua tangan, tubuh Dara sudah berada di depan dada Farhat, dengan di topang kedua tangannya, Farhat nampak membopong tubuh Dara ke dalam kamar.
Dara benar-benar terlihat pasrah, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti semua keinginan Farhat. Kedua tangannya melingkar di belakang leher Farhat dengan cukup kuat, seakan takut terjatuh. Sementara kepalanya tertunduk tanpa berani menatap lelaki yang telah berhasil menguasainya kembali.
Sesampainya di dalam kamar, Farhat segera membaringkan Dara di atas ranjangnya sembari mendaratkan bibir, hingga bibir mereka kembali melekat erat tanpa sekat. Farhat mendorong lidahnya, mendesak maju ke dalam rongga mulut Dara, lalu bermain di dalam sana dengan sangat lincah, seolah baru menemukan tempat bermain yang baru.
Tubuh Dara seketika meliuk-liuk mengikuti irama hasrat yang mulai kembali bergelora di dalam dadanya. Sekuat apapun ia menahan, serangan yang dilancarkan Farhat begitu bertubi-tubi menghantam seluruh daerah-daerah sensitif tubuhnya. Ia tidak kuasa lagi untuk terus menahan semua rangsangan yang diterimanya.
Kedua mata Dara nampak terpejam, ia mulai meresapi sentuhan-sentuhan jari jemari Farhat yang mulai menjalar liar diantara sela-sela pangkal pahanya. Perlahan, ia nampak menggigit bibir bawahnya sembari mendesis pelan hampir tak terdengar.
Kedua tangan Farhat bergerak pelan menuju celana rok berwarna abu-abu yang dikenakan Dara, ia lalu mengitari pinggul dan membuka resleting celana itu hingga sampai ke ujung bawah.
Sedikit demi sedikit, celana rok yang dikenakan Dara mulai terlucuti dengan sempurna, hingga yang tersisa hanya pakaian dalam berbentuk segitiga yang melindungi area paling sensitif di tubuhnya.
Dara melenguh pelan sembari menutup matanya erat-erat. Kedua tangannya nampak merenggut rambut di ujung kepala Farhat, hingga kepalan tangannya dipenuhi beberapa helai lelaki gagah yang akan menggagahinya itu.