"Hehe … iya …." Sahut Dara pelan, ia hampir tidak bisa berkata-kata, hanya sanggup menatap Farhat dengan tatapan sayu yang dipenuhi hasrat terpendam.
Senyum manis nampak kembali melengkung menghiasi wajah Farhat, ia seolah mengerti apa yang diinginkan wanita di sampingnya.
Jarak mereka kini semakin dekat, hingga hembusan napas terasa hangat menyapu wajah keduanya. Perlahan, Farhat mulai bergerak mendekati bibir Dara, menatapnya untuk sesaat seolah meminta izin untuk segera mengecup bibir tipisnya yang berwarna merah muda itu.
Melihat tidak ada gelagat penolakan, Farhat tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, segera ia sentuh bibir Dara dengan bibirnya, lidahnya bergerak lincah di dalam rongga mulut Dara, menari-nari seolah itu adalah ruangan khusus untuknya.
Mendapatkan serangan yang tiba-tiba seperti itu, Dara nampak gelagapan, ia tidak tahu harus berbuat apa, selain pasrah menerima semua sentuhan yang memabukannya.
Dara benar-benar melupakan suaminya. Hari ini ia hanya ingin merasakan kepuasan yang sempurna, tidak apa jika itu ia dapatkan bukan dari suaminya. Ia sudah sangat lelah menunggu, beberapa bulan pernikahannya, belum pernah sekali pun ia merasakan bagaimana nikmatnya penyatuan diri sebagai suami istri, semua karena lemahnya syahwat Guntur sebagai suaminya.
"Uuuuummphh ..." Dara menahan napas saat lidah Farhat semakin berani bermain di dalam rongga mulutnya, jantungnya berdebar dengan lebih kencang, hasrat dalam diri semakin terasa meletup-letup. Sensasi yang ia rasakan saat ini melebihi apapun.
Dara mulai memberi respon dengan melingkarkan kedua tangannya ke belakang leher Farhat, menariknya hingga desakan bibir Farhat semakin melekat, membasahi bibirnya, tanpa ada lagi sekat.
Sejenak, Farhat melepaskan kecupannya, lalu menatap Dara dan bertanya pelan, "Kamu yakin mau melakukannya?' tanya Farhat sembari mengelus lembut pipi Dara yang nampak memerah menahan gairah yang sudah tak dapat lagi ia tahan lebih lama lagi.
Tanpa menjawab, Dara lantas kembali menarik kepala Farhat ke arahnya hingga bibir mereka kembali menyatu, tanpa tersedia jarak sedikit pun. Keduanya meliuk dengan sangat liar saling mengikat lidah, seolah ingin menyapu seluruh ruang di dalam rongga mulut mereka sampai bersih.
Tangan Farhat mulai terlihat bergerilya, bukit kembar di dada Dara menjadi target awal untuk kedua talapak tangannya, Dada yang sudah mengencang itu terasa lembut dalam genggamannya. Perlahan, satu persatu kancing baju Dara dilepaskannya dengan tidak melepaskan tautan bibir dan lidah di antara keduanya.
Sembari menyingkirkan kemeja yang membalut tubuh wanita yang saat ini bersamanya, Farhat mulai menyusuri leher jenjangnya, menyusuri area-area sensitif di sekitar leher dan belakang daun telinga dengan bibirnya. Dara nampak meliuk, getaran hebat semakin nampak menguasai tubuhnya.
"Ssshhhhhhh ... aduuhhhhh ... Farhaaaat ...." Dara mulai meracau. Akhirnya semua khayalan dan fantasinya terwujud. Semua kisah tentang nikmatnya penyatuan diri yang sering teman-temannya ceritakan, kini sudah berada di hadapannya, ia sangat menikmati permainan yang disuguhkan Farhat.
Perlahan, Farhat menurunkan kepalanya hingga tepat berada di depan kedua bukit kembar yang bulat, padat yang menantang kelelakiannya. Sebutir daging kecil berwarna merah muda kecoklat-coklatan di atas bukit kembar di tubuhnya itu ia gigit dengan lembut, lalu membersihkannya dengan ujung lidahnya. Tubuh Dara semakin bergetar, jantungnya berdetak berkali lipat dari biasanya.
Desahan demi desahan pendek terdengar di antara napas yang mulai terasa memburu. Di antara sesak napasnya, Dara berkata lirih penuh gairah, "Far-haat, ti-tidak a-apa eksekusi di sini? Di-di ... ruang ta-tamu?" tanya Dara, terdengar kesulitan di antara napsu birahi yang sudah meledak-ledak dalam jiwanya itu.
"Tidak apa, kamu santai aja, ya! Nikmati setiap prosesnya. Aku akan membawamu terbang ke alam dimensi lain yang sangat indah," sahut Farhat, berbisik pelan, tangannya kembali bergerak lincah menyusuri setiap lekuk tubuh Dara, melepaskan tali yang mengekang kedua bukit kembar itu hingga bulatan kencang di dada Dara terbebas dan terpampang jelas menghiasai pandangan matanya.
Dengan rakus, Farhat kembali menghisap puncak bukit kembar di dada Dara sebelah kiri, sementara tangan kanan Farhat aktif menjelajah, menuruni tubuh Dara hingga ke pangkal pahanya.
Rok pendek yang dikenakan Dara nampak tersingkap hingga ke ujung pinggang. Jari tengah Farhat mulai nakal, mengusap area paling sensitif milik wanita yang telah bersuami itu.
"Aaahhhhh .. Sssshhhh ... Farhaaaat ...." Dara mendesis pelan, kedua matanya nampak tertutup untuk sesaat, lalu terbuka kembali setengah. Gairahnya benar-benar sudah memuncak, ia benar-benar akan menyerahkan semuanya hari ini kepada Farhat.
Farhat sama sekali tidak mengetahui, jika Dara sama sekali belum pernah menyerahkan tubuhnya secara utuh kepada suaminya. Bukan tidak ingin, tetapi kondisi Guntur yang memang tidak mampu untuk melalukannya.
Hari ini adalah hari pertama bagi Dara, ia telah siap menerima semua kenikmatan yang akan diberikan Farhat kepada dirinya. Bayangan Guntur sama sekali menghilang, sedikit pun tidak terlintas di kepalanya, ia benar-benar sudah melupakan suaminya. Dalam dirinya hanya ada hasrat yang bergejolak hebat. Napsu birahi telah memenuhi seluruh isi kepala Dara saat ini.
Perlahan, Farhat meminta Dara untuk membaringkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu, lalu menarik pelan celana rok yang di kenakan Dara sampai di ujung kaki dan hingga terlepas seluruhnya.
Kini yang tersisa hanya sebuah kain berbentuk segitiga yang menutupi area paling sensitif pada tubuh Dara, dan itu tidak lama, kedua tangan Farhat merayap pelan ke pinggang Dara dan mulai menarik pakaian dalamnya pelan-pelan menyusuri paha hingga ujung kaki. Dara nampak pasrah, menahan semua getaran hebat dalam dirinya.
Satu gundukan bulu-bulu halus mulai menampakan diri, dua garis daging lembut yang terbelah berwarna merah muda kecoklat-coklatan nampak terlihat cantik di mata Farhat, darahnya seketika bergejolak, tidak mampu lagi rasanya ia menahan hasrat yang menggebu dalam diri.
Farhat lalu menghampiri 'sesuatu' yang terbelah itu, mendekatkan bibirnya ke area paling sensitif milik Dara, menghisapnya perlahan sembari memainkan jari tengahnya, menyelusup ke dalam celah sempit yang mulai terasa basah.
Dara mulai membuka pahanya lebar-lebar sembari meremas puncak kepala Farhat. Mulutnya kembali terdengar mendesis pelan, menahan rangsangan yang semakin hebat menyerangnya.
Suara decakan dari mulut Farhat beradu dengan suaran desahan Dara, menambah volume birahi keduanya. Area sensitif milik Dara semakin lama semakin basah, kedua pahanya yang putih mulus dipenuhi bulu-bulu halus nampak bergetar, menahan nikmat yang teramat sangat.
Setelah puas bermain dengan celah sempit yang berbulu halus milik wanita yang ia kenal di tempat Gym itu, Farhat lalu berdiri, membuka resleting celananya di depan Dara. Mata Dara nampak sayu, menatap ke tengah pangkal paha Farhat. Ia merasa sudah tidak sabar ingin segera melihat tongkat pusaka milik lelaki keturunan Bombay ini.
Satu persatu pakaian yang dikenakan Farhat mulai terlepas hingga seluruhnya. Senjata pusaka Farhat seketika menampakan diri, mata Dara nampak melebar. Tongkat sakti di depannya itu benar-benar besar dan gagah. Berdiri tegak seakan menantang birahinya yang sudah sedari tadi terbakar gairah menggebu.
Kedua tangan Farhat membimbing kepala Dara, mengarahkan senjata pusakanya itu ke mulut Dara sembari berkata pelan, "Sentuh 'lah, coba rasakan sensasinya," ucap Farhat sembari tersenyum mesum ke arah Dara.