Chereads / Terjerat Gairah Semu / Chapter 3 - Rumah Tangga yang tidak Harmonis

Chapter 3 - Rumah Tangga yang tidak Harmonis

Sekitar pukul sembilan malam, suasana di rumah Guntur yang besar dan mewah itu nampak hening. Tidak ada sedikitpun terdengar suara orang berbincang. Bi Lastri yang setiap hari selalu sibuk dengan pekerjaan rumah, sudah tertidur lelap di kamar belakang karena kelelahan.

Dara terlihat santai meluruskan tubuhnya di atas sofa ruang tengah. Melonggarkan urat syaraf yang beberapa hari ini menegang sembari menikmati 'Playlist' lagu-lagu yang mendayu melalui perangkat headset yang menempel di kedua daun telinganya.

Malam ini Dara hanya ingin menikmati waktunya sendiri, tanpa perlu lagi berjuang sendirian membangunkan senjata pusaka suaminya yang selalu lemas dan tak bertenaga itu. Alat reproduksi milik suaminya selalu saja membuat ia kelelahan tanpa mendapatkan hasil. Keadaan itu akhinya membuat Dara uring-uringan sendiri, kejengkelan hatinya bahkan terbawa sampai pagi. Sepertinya Dara sudah merasa lelah hati menghadapi keadaan suaminya.

Biasanya, hampir setiap malam, Dara selalu giat membongkar resleting celana Guntur. Tetapi hari ini ia benar-benar nampak malas, seakan sudah tidak perduli lagi dengan keadaan Guntur yang mempunyai napsu yang besar tetapi lemah dalam persenjataannya.

Melihat istrinya seperti itu, Guntur merasa semakin lesu, ia merasa istrinya itu sudah tidak memperdulikannya lagi. Dan hingga terlintas dalam pikirannya sebuah kecurigaan yang mengusik hatinya.

"Aneh?!" pikir Guntur mengerutkan kening. Menghela napasnya beberapa saat, lalu kembali berkata dalam hati, "biasanya jam-jam segini ia sudah sibuk membongkar celanaku, mengusap batang kelelakianku dengan sangat semangat, berusaha membangunkan kejantananku yang beberapa bulan ini mati suri, agar tongkat pusakaku tegak dan kembali berdiri dengan gagah. Mengapa malam ini ia benar-benar acuh? Mungkin 'kah ada yang menasehatinya? atau ia sudah pasrah menerima keadaanku? Hingga tidak mau lagi mencoba dan berusaha?!" Tanya Guntur dalam hati, pandangan matanya nampak erat mengunci ke arah Istrinya.

"Huuftt!" Guntur menghembuskan napasnya dengan cepat, lalu kembali berkata dalam hati, "mudah mudahan istriku dapat memaklumi kelemahanku ini," pikirnya lagi, berusaha meredam semua keresahan dalam diri.

Pelan-pelan Guntur menghampiri Dara yang tengah terpejam menikmati nada dan alunan irama lagu yang bergema cukup kencang melalui headset di telinganya.

"Ma!" panggil Guntur mengencangkan suaranya sembari menggoyangkan bahu istrinya itu.

Mendengar teriakan suaminya, tiba-tiba Dara terkaget untuk sesaat, lalu perlahan memutarkan kepala dan menoleh ke arah suaminya. "Apa?" ia menjawab panggilan suaminya itu dengan acuh dan terlihat malas-malasan. Sebentar kemudian ia lepaskan dua buah headset yang terpasang di daun telinganya sembari menatap ke arah Guntur sekilas, lalu dengan santai memakainya kembali.

Sebuah senyum yang dipaksakan nampak melengkung tergambar abstrak di wajah Guntur. Ia memahami kejengkelan hati istrinya, bahkan sebagai suami, ia merasa sangat berdosa, karena tidak mampu memberikan nafkah batin kepada istrinya yang sangat ia cintai itu.

"Maafkan Papa, ya Ma … setiap malam Mama selalu gelisah hingga sampai kurang tidur. Papa ingin kita bisa bersentuhan secara normal, tetapi ..." keluh Guntur, terdiam sesaat sembari menghembuskan napaskan perlahan lalu kembali berucap pelan, "punyaku masih belum bisa berfungsi, Papa mengerti, Mama pasti kecewa. Maafkan Papa, ya Ma ...." ucap Guntur terdengar putus asa.

Dara terdiam, musik ditelinganya sudah ia kecilkan dari tadi, tetapi rasanya sangat malas merespon percakapan suaminya itu. Ia tetap memejamkan matanya, seakan tidak perduli dengan semua perkataan yang diutarakan suaminya.

"Papa harap, Mama mau menunggu dan bersabar, Papa yakin bisa sembuh dan kembali normal, Ma. Papa sedang berusaha mencari informasi mengenai masalah Papa ini, semoga Gandi secepatnya mendapatkan informasi yang valid dan dapat dipercaya khasiatnya." Ucap Guntur penuh kekecewaan. Ia terlalu lelah untuk terus selalu meradang dalam perih. Suaranya yang terdengar pelan, bahkan terdengar seakan memelas meminta belas kasih dan pengertian lebih dari istrinya.

Dara menghela napasnya panjang, tanpa semangat ia berkata, "Iya terserah Papa, tidur saja sana! Sudah malam, aku ngantuk. Mulai sekarang aku tidak akan mengusiknya lagi! Aku tunggu sampai sembuh saja! Aku capek!" ucap Dara ketus, mendelik ke arah Guntur, lalu membalikan punggungnya menghadap sandaran kursi sofa di ruang tengah mereka.

Mendengar itu, hati Guntur kembali harus merasakan perih, semua yang terjadi diantara mereka akhir-akhir ini telah melukai perasaannya sebagai lelaki.

Guntur hanya dapat meredam rasa sakit yang nyelekit dalam hatinya. Setelah mengambil napas dalam-dalam dan menghempaskannya, perlahan Guntur mencoba merebahkan tubuh di sisi istrinya, kedua tangan mencoba untuk melingkari tubuh Dara. Maksud hati ingin memeluk istrinya, tetapi harapan Guntur pupus seketika, saat Dara berteriak membentaknya sembari mendelikan matanya yang bulat dan bening itu, "Papa tidur di kamar saja!" tolak Dara seraya menekan sikutnya ke dada kiri Guntur. Hati Guntur seketika menciut, hatinya kembali terisris perih. Lalu keningnya nampak berkerut, ia terlihat lesu menatap Dara.

"Mama mengusir Papa?!"

"Tidak!" Seru Dara, lalu ia kembali membalikkan tubuhnya setelah mendelik ke suaminya sembari berkata, "Untuk apa tidur berdua, jika Papa tidak bisa menunaikan kewajiban? Percuma, 'kan? Lebih baik Papa tidur saja di dalam kamar, malam ini aku ingin tidur sendiri di sini!" ucap Dara ketus.

Guntur kembali merasa tersudut, dadanya harus kembali merasakan perih. Ucapan Dara yang pedas merobek hatinya. Tetapi, tidak ada yang dapat ia lakukan selain bersabar dan mencoba memahami kegelisahan istrinya. Guntur menyadari, semua karena kelemahannya. Ia lalu kembali menghela napasnya panjang, menahan kegetiran dalam hatinya.

"Yaah ...." keluhnya seraya bangkit, lalu mengangkat kedua belah telapak tangannya ke udara, sembari berucap pasrah, "ya sudah, kalau Mama tidak mau ditemani, Papa mengalah." ucapnya lirih.

Dara diam tidak berkata apa-apa lagi, hening seribu bahasa, ia lalu memeluk bantal yang tergeletak di sisinya dengan gerakan yang terlihat sangat malas.

Melihat Dara benar-benar tidak ingin diganggu, akhirnya Guntur mengalah, perlahan pergi dengan langkah yang terlihat gontai, ia membiarkan istrinya tidur sendirian di kursi sofa ruang tengah. Langkahnya benar-benar nampak lesu, perjalanan menuju ke kamarnya saja terasa berat dan melelahkan.

Beban pikiran yang mendekam di dalam kepala selama berbulan--bulan membuatnya stress. Semua permasalahan yang mengguncang pernikahannya sangat berpengaruh terhadap kualitas hidupnya, terutama kehidupan rumah tangganya dengan Dara, wanita yang selama ini sangat ia cintai.

Tidak ada lagi keharmonisan seperti waktu mereka pacaran. Sebenarnya, saktu itu di Villa miliknya, Dara sudah siap untuk menyerahkan semuanya, tetapi Guntur sangat ketakutan, jika Dara mengetahui kelemahannya, bisa jadi waktu itu Dara pergi meninggalkannya saat itu juga.

Guntur berharap setelah mereka menikah ia sudah kembali menjadi lelaki normal yang gagah seperti sebelumnya, tetapi harapannya pupus. Segala obat dari racikan kimia sampai obat-obatan herbal yang ia konsumsi masih juga belum menunjukan tanda-tanda keberhasilan.

"Arrrrgh!" Teriak Guntur dalam hati, suara kencang yang menggeram hanya terdengar dari dalam kepalanya saja.