Chereads / Terjerat Gairah Semu / Chapter 2 - Terpaksa Bermain Sendiri

Chapter 2 - Terpaksa Bermain Sendiri

Jam dinding di kamar berdering kencang satu kali. Dara yang masih terlelap dalam nyenyak tidurnya tersentak seketika. Nampak malas ia duduk dan lalu bersila di atas ranjang sembari menguap dan mengusap wajahnya beberapa kali. "Sudah siang ..." bisiknya dalam hati, kedua mata nampak melihat ke arah pintu yang masih tertutup dengan rapat.

Dara terdiam, membawa terbang alam pikirnya sejenak. Perasaannya masih terasa kisruh tak menentu. Rasa penasaran yang menggunung masih mendekam dalam hati dan tidak pernah lepas, selalu menghantui jalan pikirnya.

Hasrat yang terpendam serta semua khayalan tentang nikmatnya penyatuan diri antara suami istri yang baru saja menikah, seakan menjadi suatu hal yang mustahil, baginya semua terasa sudah hancur lebur. Seharusnya, mereka sedang menikmati masa-masa bulan madu dengan hasrat yang membara dalam dada, seperti layaknya pasangan suami istri baru. Tetapi yang terjadi hanya sepi.

Dara merasa kecewa, gairahnya tidak pernah dapat dipenuhi oleh suaminya. Ia merasa gagal menjadi wanita yang seutuhnya. Hasrat yang memuncak dalam diri selalu saja mengganjal, harus segera disalurkan.

Tiba-tiba, ingatannya tertuju pada satu peristiwa. Suatu ketika, Ia dan temannya pernah menonton sebuah film dewasa di rumah Sarah. Sebuah film, yang menceritakan tentang sepinya hati seorang istri yang tidak pernah mendapat kepuasan biologis dari suaminya, "Hmmm, iya, ya!" pikir Dara dalam hati , "tak berbeda dengan yang aku alami ..."

Dara nampak menganggukan kepalanya berkali-kali, "satu-satunya jalan, hanya dengan menggunakan jari ... atau, alan bantu? glek! Ah, sial! Aku tidak memiliki alat bantu dewasa!" pekiknya dalam hati. Dara menelan air liurnya sendiri, membayangkan kembali film dewasa itu, membuatnya harus kembali menahan gejolak hasrat yang mulai kembali bergemuruh kencang dalam dada.

Mata Dara liar menyapu seluruh sudut kamar, mencari sesuatu yang dapat di gunakan sebagai alat bantu. Organ vitalnya tiba-tiba mengembang nyut-nyutan. Tetapi tidak ada satu pun yang dapat dijadikannya sebagai objek pelampiasan.

Sesaat kemudian ia bangkit, lalu bergegas turun dari ranjang. Jantungnya terasa berdebar-debar, lirikan mata menyapu sekeliling ruangan. Lalu, perlahan melangkahkan kedua kakinya mendekati pintu. Setelah berada di muka pintu, perlahan ia mengunci pintu kamar dari dalam dan berbisik, "aman!" ucapnya dalam hati.

Dara kembali membalikan tubuh, menuju ke kamar mandi yang berada di dalam kamar, langkah kaki pelan--pelan mendekati cermin di atas meja toilet.

Di depan cermin, ia nampak tertegun beberapa saat, "hmm, aku butuh! Tidak ada jalan lain, kecuali melakukannya ...." bisiknya dalam hati, napasnya kini sudah mulai terdengar tak beraturan.

Perlahan, Dara menanggalkan gaun tidurnya. Berdiri tegak memandang pantulan tubuhnya yang sudah nampak polos tanpa sehelai benang yang menutupinya di depan cermin.

Semenjak menikah, ia memang jarang mengenakan pakaian dalam, berharap suaminya dapat dengan cepat bergairah. Dara sangat menanti pergerakan yang pasti dari senjata pusaka suaminya. Tetapi kenyataannya, sampai hari ini tetap saja nihil, senjata pusaka suaminya itu tetap saja lemah.

Pelan-pelan, telunjuk tangan kanannya mulai mengusap lembut bukit kembar yang sebelah kiri. sedangkan telapak tangan kirinya ia usapkan ke permukaan area sensitifnya yang dipenuhi bulu-bulu halus di sekitar 'sesuatu' yang terbelah di antara pangkal pahanya itu.

Matanya terpejam. mencoba membayangkan kembali tayangan video yang penah dilihatnya di rumah Sarah. Sesaat kemudian Dara terdengar menarik nafanya pelan, lalu matanya terlihat terpejam menahan hasrat yang semakin memburu.

Dara melakukannya berulang kali, mengelus dan mengusap daerah-daerah paling sensitif di sekitar tubuhnya. Ia masih saja belum merasa puas. Hasratnya seakan bergerak cepat, memburu napsu yang sudah menggebu.

Tanpa sadar, ia mulai memasukkan jari tengahnya ke sela 'sesuatu' yang terbelah itu. Bulu-bulu halus di antara pangkal pahanya seakan berdiri menahan degup jantung yang berdetak lebih kencang dari biasanya. Entah apa yang merasukinya, ia semakin menekannya hingga akhirnya jari tengahnya berhasil menyelinap masuk ke dalam celah sempit yang mempunyai aroma khas itu hingga berulang kali.

Beberapa tetes cairan licin mulai keluar membasahi pangkal pahanya, tanpa sadar Dara mulai mendesis pelan, "aduh ah ...." ia mendesah menahan kenikmatan yang ia ciptakan sendiri.

Dara mulai menarik kembali jari tengahnya yang sudah berada di dalam tubuhnya dengan perlahan dan penuh pengkhayatan, lalu membenamkannya lagi beberapa kali. Bagian organ sensitif yang selalu memaksanya berpetualang dengan dunia khayal mulai terasa licin dan melebar.

Kemudian, ia berusaha memasukkan dua buah jari, menekannya dalam-dalam lalu menariknya kembali. Ia melakukannya hingga berkali-kali, tetapi puncak kenikmatan belum juga ia dapatkan.

Tanpa pikir panjang, Dara mencoba memasukkan tiga buah jarinya. Ia benar-benar telah dikuasi napsu hingga sangat ingin merasakan kepuasan dari imaji dan dunia khayal yang ia ciptakan, walaupun tanpa ada peran dari suaminya.

Ketiga jarinya ia paksakan masuk secara perlahan, sedikit demi sedikit lalu ditariknya kembali. Lalu ditekannya lagi sembari membuka lebar kedua belah pahanya. Begitu terus.

"Duh ...." Data mendesis lirih. Ketiga jarinya mulai menyelusup masuk separuh, Dara masih belum juga merasa puas, kenikmatan itu belum seluruhnya terlunasi. Ia kembali melebarkan kedua belah pahanya lebih lebar, lalu menarik ulur ketiga jarinya berulang kali berharap masuk seluruhnya. Tetapi, belum lagi ketiga jarinya tenggelam sepenuhnya, tiba tiba ia mengerang pelan.

"Aduuh aahh ...." Dara merasa tubuhnya tiba-tiba melemas, keringat mengucur deras membasahi seluruh tubuh. Nafasnya terengah-engah seperti orang yang telah berlari jauh. Ketiga jari yang masih terjepit di dalam celah sempit miliknya, perlahan ia keluarkan sedikit demi sedikit.

Dara akhirnya mencapai puncak kenikmatannya. Dengan senyum lelah, ia keluar dari dalam toilet, lalu melangkah pelan mendekati tepian ranjang. Tubuhnya masih dalam keadaan polos tanpa busana, Dara melemparkan tubuh yang terasa lemas itu hingga terjatuh di atas ranjang.

"Pantas saja semua orang menjadi gila karena persoalan ini. Eh, memang nikmat, ya! Enak banget, astaga!" seru Dara dalam hati.

Tetapi, tiba-tiba ia kembali menampakan wajah lesunya, "sayang sekali Guntur tidak mampu berbuat seperti laki-laki lain yang gagah memuaskan istri, memberikan nafkah batin kepada istrinya. Kondisi tongkat pusaka miliknya yang lemah itu sama sekali tidak bisa digunakan sesuai fungsi.

Dara masih merasa sepi, walau sudah mencapai puncak saat bermain dengan dirinya sendiri, Dara masih saja merasa kurang puas, ia ingin mendapatkan kenikmatan yang lebih sempurna dengan lawan jenisnya.

Selagi membawa terbang alam khayal, tba tiba pintu kamar terdengar di ketuk dari luar.

"Tok!" "Tok!" "Tok!"

"Nyonya!" suara bi Lastri terdengar nyaring, memanggilnya dari luar. "Makan siang dulu, nanti tidurnya disambung lagi!" teriak bi Lastri.

"Iya, bi. Sebentar!" sahut Dara dalam kamar. Perlahan, ia menggeser badannya hingga ke tepian ranjang, lalu menuju toilet dan menyambar pakaiannya, dan bergegas membenahi tubuhnya yang masih polos tanpa busana itu dengan cepat.

Setelah selesai mengenakan pakaian, ia menyisir rambutnya hingga rapi, agat tidak menimbulkan kecurigaan di mata Bi Lastri, assisten rumah tangganya.

Anak kunci diputarnya pelan, lalu menekan gagang pintunya ke bawah. Begitu pintu terbuka, Bi Lastri terlihat masih menunggu, tersenyum ramah kepadanya.

Dara balas melengkungkan sebuah senyuman ke arah bi Lastri sembari berkata, "makasih, ya Bi," ucap Dara. Bi lastri nampak tersenyum melihat sikap Dara yang sangat berbeda dengan sikapnya pagi tadi, Majikannya sekarang terlihat lebih tenang dan bercahaya, walau masih nampak sedikit lesu.

"Kerjakan saja dulu pekerjaan lain, ya Bi, biar nanti saya makan sendiri." perintah Dara.

Bi Lastri mengangguk, "Baik, Nyonya ...." ujarnya seraya membalikkan tubuh, kembali menuju dapur.