Chereads / I'm not a Princess / Chapter 8 - Memang Sudah Seharusnya Begitu

Chapter 8 - Memang Sudah Seharusnya Begitu

Athanasia sengaja menekan kalimat terakhirnya untuk melihat reaksi Rasta, dan sesuai dugaan wanita didepannya ini terlihat gugup bahkan dahinya sedikit berkeringat.

Dengan tenang Athanasia melanjutkan "Bisa kita makan dengan tenang? Ah, dan sepertinya Anda membutuhkan sapu tangan My Lady." setelah mengucapkan itu Athanasia tersenyum smirk dan dengan santai kembali menyuap sup daging miliknya.

Reflek Lady Rasta mengusap dahinya yang memang sedikit basah akibat keringat. Menarik napas pelan, setealh merasa lebih tenang ia berkata dengan suara lembutnya. "Tentu, maaf jika saya mengganggu waktu makan Anda. Dan terimakasih sudah memperhatikan saya, Tuan Putri."

Bagaimana pun ia harus bersikap lemah lembut, dan terlihat seperti wanita tidak berdaya dihadapan Raja.

Athanasia hanya diam dan memilih untuk tidak menimpali ucapan Rasta. Selanjutnya mereka makan dengan tenang, tidak ada yang bersuara. Hanya dentingan pisau dan garpu yang terdengar.

Tidak lama kemudian Raja bangkit setelah sebelumnya menyeka ujung bibirnya dengan serbet yang terbuat dari sutra. "Aku sudah selesai, My Queen?" Raja mengulurkan tangan kanannya kepada Ratu Carissa karna ia tau wanitanya itu juga telah selesai.

Sebelum menyambut uluran tangan Raja Clude, Ratu Carissa berucap. "Aku juga sudah selesai, nikmati makanan kalian perlahan." Setalah itu ia menyambut uluran tangan Raja yang masih setia menunggunya.

Ketiga wanita cantik yang masih berada dimeja makan itu berdiri dan sedikit membungkuk hormat. Setelah kepergian Raja dan Ratu, Athanasia dan Luisa kembali duduk sedangkan Rasta memandangi punggung Raja dan Ratu yang kian menjauh dengan tatapan iri yang kentara. Dan itu semua tertangkap oleh mata Athanasia.

Sambil menyuap makanan penutupnya, Athanasia berkata dengan tenang. "Supmu akan dingin jika tidak segera kau habisi, My Lady."

Rasta tersentak, seketika ia merasa malu karna tertangkap basah menatap Raja dan Ratu. Apalagi saat ini banyak pelayan yang memperhatikan. Rasta kembali duduk, ia merutuki kebodohannya yang terkadang tidak bisa mengendalikan diri seperti barusan.

"Saya hanya kagum dengan Yang Mulia Raja dan Ratu." ujar Rasta untuk menutupi keiriannya.

"Mereka pasangan yang luar biasa bukan? aku yakin siapa pun pasti akan iri melihat keharmonisan mereka berdua. Apalagi Yang Mulia Raja terlihat sangat mencintai dan memuja Yang Mulia Ratu" Athanasia sengaja menucapkan kalimat yang akan memprovokasi Lady Rasta.

Rasta menggigit kuat bibir dalamnya untuk meredam emosi karna perkataan Athanasia, "Yah, Saya pikir juga begitu." ucap Rasta seadanya.

"Bagaimana denganmu, My Lady?" tanya Athanasia,

"Maksud Anda?" tanya Rasta balik, ia tidak paham maksud dari pertanyaan Athanasia.

Sambil kembali menyuap cakenya Athanasia kembali bertanya, "Apa kau tidak iri dengan kemesraan Raja dan Ratu?"

Mendapat pertanyaan tak terduga seperti itu membuat Rasta salah tingkah. "Mana saya berani Tuan Putri. Saya sudah sangat bersyukur karna Yang Mulia Raja mau mengangkat saya menjadi selir Kerajaan. Apalagi Saya sudah dikarunia seorang putri yang cantik dari Yang mulia Raja, jadi saya tidak mengharapkan apa pun lagi."

Athanasia mengangguk pelan, "Memang sudah seharusnya begitu." ucapnya.

Rasta meremas kuat gaunnya, saat ini ia sangat ingin berteriak dan menghajar Athanasia habis-habisan karna sudah berani bertindak kurang ajar padanya, menurutnya.

Luisa yang sedari tadi hanya memperhatikan, juga merasa kesal pada Athanasia yang sudah tidak sopan pada Ibunya. Padahal sebelumnya Athanasia bukan tipe gadis yang akan memancing kekesalan orang lain.

"Athanasia, sudah lama sejak terakhir kali kita mengadakan pesta minum teh. Bagaimana jika kita melakukannya hari ini? Cuacanya juga sangat bagus untuk menikmati teh dan beberapa makanan manis, bagaimana menurutmu? bukankah terdengar menyenangkan?" ucap Luisa dengan semangat, ia akan membalas Athanasia nanti. Pikirnya.

Athanasia mengangkat sebelah alisnya, "Athanasia?" suara dingin dan dalam Athanasia membuat Luisa merasa sedikit takut. Tidak! Luisa sangat takut, apa lagi tatapan dingin dan tajam gadis itu yang seperti mengulutinya hidup-hidup.

Bagaimana dia bisa jadi semengerikan ini? batin Luisa.

Luisa berdehem pelan sebelum berkata, "Maaf, sebelumnya kau tidak masalah kupanggil begitu, terutama saat kita berdua dan tidak ada Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Ratu. Karna kita merupakan saudara dan juga aku setahun lebih tua darimu."

Athanasia melirik Olivia untuk mencari kebenaran, anggukan Olivia adalah jawaban jika Luisa tidak berbohong.

Athanasia dengan gerakan anggun mengambil gelas tehnya yang terbuat dari porselen lalu menyeruputnya pelan. Kemudian dengan dingin dia berucap, "Begitukah? tapi sekarang berbeda. Aku ingin kau memanggilku sebagaimana mestinya."

Setelah mengatakan itu, Athanasia menyeka sudut bibirnya lalu bangkit bersiap meninggalkan ruang makan. Sebelum benar-benar pergi, Athanasia menoleh sebatas bahu dengan dagu terangakat dan jelas menyiratkan keangkuhan yang tak terbantahkan ia berkata, "Dan gunakan bahasa formal saat bicara denganku, apa aku perlu memanggil guru etiket untuk mengajarimu?"

Tanpa menunggu jawaban Luisa Athanasia melangkah anggun dengan dagu terangkat, meninggalkan Ibu dan anak yang merasa terhina dengan perkataannya.

"Apa karna hilang ingatan dia menjadi gila?" kesal Luisa,

"Jaga bicaramu Luisa, banyak mata dan telinga yang mendengar kita." ucap Rasta pelan. Mata dan telinga yang ia maksud adalah para pelayan yang mungkin akan melaporkan semua tindakan serta ucapan mereka pada Raja dan Ratu.

"Tapi Bu, aku sangat kesal. Dia menghinaku." kata Luisa dengan suara tertahan.

Rasta mendesah pelan, "Ingatlah penghinaan ini, lalu balas berkali lipat." ucapnya, setelah itu dia bangkit dan berjalan meninggalkan ruang makan, diikuti Deanna pelayan pribadinya.

Aku harus bertemu dengan wanita tua itu. Batin Rasta,

Sementara Luisa masih merasa geram dengan Athanasia, ia harus membalas gadis itu.

"My Lady, sudah waktunya Anda latihan berkuda." ucap seorang pelayan, mendengar perkataan pelayan tersebut Luisa bangkit dan berjalan anggun sambil berkata, "Siapkan pakaian berkuda ku." perintahnya dengan nada angkuh.

Pelayan itu membungkuk hormat, "Baik My Lady." jawabnya sopan.

****

Saat ini Athanasia sedang berkeliling Istana, ia meminta Oliva untuk menemaninya. Dan tentu saja Olivia dengan senang hati menemani Tuan Putrinya itu. Lagi pula itu memang sudah kewajiban dan tugasnya. Menemani kemana pun Tuan Putri pergi.

Sekarang mereka sedang berada ditaman kerajaan, Athanasia memili duduk untuk beristirahat sejenak karna rasa sesak didadanya. Rasanya sulit untuk terbiasa memakai gaun seperti ini, bukan! Lebih tepatnya ia merasa sulit dengan korset dan ikatan yang ada dipunggungnya.

Athanasia duduk dikursi panjang yang berada dibawah pohon ek. Pohon ini sangat rindang sehingga ia merasa sejuk walaupun cuaca terasa panas.

"Tadi Anda sangat keren Tuan Putri." seru Olivia membuka pembicaraan, ia berdiri tepat disamping Athanasia.

"Maksudmu saat diruang makan tadi?"

"Benar! Lady Rasta dan Lady Luisa terlihat kesal dengan Anda, meskipun mereka mencoba menutupinya tapi saya bisa melihat kekesalan mereka." Olivia terkikik pelan saat mengingat bagaimana wajah Rasta dan Luisa diruang makan tadi.