Chereads / Maverick Davidson / Chapter 8 - Eight

Chapter 8 - Eight

"Hey apa yang kalian bicarakan?" tanya Lucas ketika berjalan memasuki kamar dengan sejumlah makanan dj dalam nampan yang ia bawa, "Biar ku tebak. Keluarga paman Valie?"

"Bagaimana kau tahu?" tanya Valie.

Lelaki itu mengedikkan bahunya acuh sesaat setelah meletakkan nampan diatas nakas lalu duduk di sofa tak jauh dari sana dengan tatapan sombongnya, "Tidak ada yang dapat membuat wajah Yuki sekeras itu kecuali keluarga pamanmu Valie," jawab lelaki itu santai.

"Hmm kau benar," gadis itu segera mengangguk membenarkan, "Kalian sudah menyiapkan nama untuk anak kalian?"

"Itu akan kami pikirkan ketika usia kandungannya sudah tujuh bulan Valie. Masih lama sekali,"

Sontak jawaban Yuki membuat Valie mencebik, "Aku ingin menjadi ibu kedua untuk anak kalian,"

"Ya kau bisa menjadi ibu kedua untuk anakku dan Yuki," jawab Lucas, "Dia akan memanggil kami Mama dan Papa ngomong ngomong,"

"Maka dia akan memanggilku Mommy. Ah panggilan itu sangat aku impikan sejak lama," balas Valie seraya terkikik senang.

"Kau seharusnya mempunyai anak sendiri. Itu akan berbeda sekali rasanya," sahut Yuki seraya memainkan rambut panjang Valie, "Aku menyukai rambutmu,"

"Aku akan mempertimbangkan hal itu nanti. Dan ngomong ngomong yah banyak orang yang mengatakan jika rambutku sangat cantik," balas Valie, "Kau tidak ke kantor Luke?"

"Aku tidak akan ke kantor kecuali untuk meeting. Aku harus benar benar menjaga Yuki. Kau tahu bukan?"

Valie mengangguk kecil mengiyakan, "Ya kau harus selalu menemani Yuki di sini. Aku selalu khawatir padanya,"

"Aku bukan anak kecil lagi ngomong ngomong," Yuki mendengus seraya memutar kedua bola matanya malas. Gadis itu kemudian merain ponselnya sebelum mengernyit dalam, "Luke, seseorang menyelinap di bawah,"

"Angela akan membereskannya. Aku cukup mengandalkan gadis itu," jawab Lucas santai, "Personan assistantmu itu sangat cekatan Valie,"

"Ya aku tahu. Karena itulah aku merekrutnya. Aku tidak akan salah dalam memilih orang," jawan Valie bangga, "Mereka terlihat seperti anggota Da Zera, pakaian itu mencolok sekali,"

"Hmm kau benar. Da Zera sangat mencolok. Mereka selalu ingin terlihat eksentrik di bandingkan yang lain. Aku membenci hal itu. Terlalu mencari perhatian. Dan hmmm mereka terlalu menyebalkan," Yuki mendengus keras seraya menggeleng takjub, ia menatap layar ponselnya yang menampilkan rekaman cctv ruang tengah mansionnya, "Hmm ya Angela yang menghabisi mereka. Kemampuannya cukup menakjubkan bahkan jika dia dulunya adalah seorang kepala pelayan,"

"Mave memberikan pelatihan khusus untuk seluruh pekerja di mansionnya," jawab Lucas malas, "Itu membuatku iri,"

"Kau bisa menerapkan sistem itu jika kau mau Luke," sahut Valie.

Yuki terkekeh lalu menggeleng, "Ia tidak ingin terlihat menirukan Mave. Jadi yah kau bisa menebak apa yang terjadi bukan?"

Mendengar itu Valie lantas menggeleng takjub, menatap Lucas tidak percaya, "Suamimu ini sungguh menyebalkan sekali Yuki. Dia bahkan masih menganggap Mave adalah rivalnya,"

***

Mave turun dari mobilnya yang terparkir di depan sebuah gedung besar. Letaknya jauh dari permukiman dan mempunyai akses khusus hanya untuk memasuki gerbangnya. Belum juga pintu utama dan lain lain. Gedung ini sangat ketat dengan penjaga yang tersebar di seluruh penjuru gedung ini.

Mave menyempatkan diri untuk membenarkan jasnya sebelum melangkah masuk. Kesan angkuh, masukulin, dan dominan begitu melekat pada lelaki itu sehingga beberapa penjaga tampak tercekat ketika Mave berjalan melewati mereka.

"Kau sudah melantik anggota baru untuk Calisto, Daniel?" tanyanya seraya melirik jam tangan hitam yang ia kenakan.

Daniel di belakang Mave mengangguk ringan, "Sudah tuan. Mereka sudah di kumpulkan di ruang latihan saat ini,"

"Baik kita ke sana sekarang," Mave berbelok, melewati lorong remang remang sebelum membuka pintu di ujungnya. Sebuah ruangan super besar dengan banyak senjata dan alat alat lainnya. Ruang latihan.

Orang orang yang tengah berbaris segera menoleh dan lantas menunduk sembilan puluh derajat, memberikan hormat kemana Mave, "Well tidak buruk,"

"Saya memilih mereka yang berpotensi besar tuan. Beberapa diantara mereka masih belum mempunyai pengalaman apapun," jelas Daniel.

Mave menggeleng, "Tidak masalah. Jonas," panggilnya pada seorang lelaki berusia tiga puluhan yang berdiri di depan barisan.

"Ya Tuan?"

"Kau sudah mengetahui potensi mereka?"

"Sudah tuan. Mereka sangat berpotensi. Dengan sedikit latihan mungkin mereka bisa menjadi anggota pasukan,"

"Bagus. Berapa jumlah mereka?"

"Lima puluh. Tiga puluh untuk laki laki dan dua puluh untuk perempuan,"

Mave mengangguk anggukkan kepalanya, menatap satu persatu dari barisan anggota baru di hadapannya, "Bawa dua penghianat itu ke sini. Biar mereka tahu apa resiko jika berhianat padaku,"

"Baik tuan," Daniel mengangguk, bergegas berjalan keluar ruangan.

Mave berjalan dengan santai melewati setiap anggota baru itu, walaupun demikian, aura intimidasi begitu kuat menguar di udara, "Hmm lumayan aku menyukainya. Ini lebih baik di bandingkan sebelumnya. Valie akan menyukainya juga,"

"Sesuai dengan apa yang Nona Valie inginkan Tuan,"

"Dia memang sedikit gila dengan memilih penampilan sebagai salah satu aspek yang perlu di nilai," dengus Mave keras.

"Jika saya boleh tau kenapa Nona Valie tidak ikut serta dalam kunjungan kali ini Tuan? Saya mendengar jika Nona sudah benar benar bebas kemarin," tanya Jonas.

Mave mendengus seraya mengedikkan bahu, "Valie sedang berada di rumah Lucas. Mungkin dia hanya akan menggosip bersama Yuki. Di bandingkan menunggunya bergosip,"

Jonas mengangguk mengerti. Sedikit meringis. Dua ratu itu begitu menyeramkan ketika marah dan akan sangat menggemaskan ketika bersama.

"Tuan Mave," panggil Daniel. Di belakangnya terdapat dua bodyguard yang membawa masing masing satu orang dalam kungkungan mereka, "Ini dia penghianat yang anda maksud,"

"Hmmm," Mave mengusap dagunya, berpikir selama beberapa saat, "Potong sebelah pergelangan tangannya. Tanyakan apa motifnya dalam melakukan penghianatan. Jika ia tidak menjawab maka potong sebelah tangannya yang lain. Terus hingga lengannya terpotong hingga bahu. Dan diamkan saja mereka di ruang bawah tanah. Ah kurasa itu masih terlalu lembut untuk orang orang seperti mereka,"

"T-tuan..," dua penghianat itu merangkak sebelum bersimpuh di kaki Mave, memohon ampun, "Tuan mohon ampuni kami,"

"Tidak ada ampun untuk kalian," Mave berjongkok, berbisik dengan suara rendahnya, "Kalian sudah mencoba untuk membunuh kekasihku. Itu benar benar sebuah tindakan yang tidak bisa di maafkan,"

"Bawa mereka ke ruang eksekusi," titah Mave setelah kembali menegakkan tubuhnya, "Aku membenci penghianat," ujarnya tenang.

"Aku akan datang lagi siang nanti dan akan ku nilai bagaimana peningkatan kalian dalam latihan nanti," ujarnya mutlak, "Si pengacau jelas akan ikut siang nanti jadi aku harap kalian tidak membuat kesalahan atau gadis itu akan benar benar mengamuk nanti aku tidak akan bisa membayangkannya. Kemarahannya jelas tidak ada tandingannya,"