"Kau mendapat sebuah keberuntungan besar jika menikah dengan Tuan Theodore," penjaga itu kembali berujar.
Valie membuang muka, muak dengan seluruh pujian yang di tujukan pada lelaki brengsek bernama Theodore Dominic itu, "Dia hanya lelaki brengsek di mataku. Jadi tolong berhenti memujinya di hadapanku. Aku muak mendengarnya asal kau tahu,"
"Dia benar benar tampan, berwibawa, maskulin, dan kaya. Kau benar benar tidak ingin menikah dengannya?"
Valie mendengus nyaris, matanya menatap nyalang ke arah penjaga itu, "Tidak akan pernah. Aku tidak akan mengubah keputusanku jadi tolong berhenti menyanjung lelaki brengsek itu di hadapanku. Aku muak mendengarnya,"
"Kau ya—"
"Jika Valie berkata berhenti maka kau harus berhenti. Bukankah kau mengerti bahasa manusia?" sebuah suara menggema diantara lorong dekat ruang di mana Valie di tahan.
Gadis itu menahan senyumnya, Mave benar bisa ia andalkan, "Mave!!" serunya lega.
Dalam satu gerakan, Mave berhasil melumpuhkan penjaga itu, dan tanpa pikir panjang bergegas mendekati Valie, "Kau baik baik saja?"
"Ya aku baik baik saja. Terimakasih sudah datang," jawab gadis itu.
Mave mengangguk singkat, segera membuka rantai yang mengikat tangan dan kaki Valie dengan kunci yang ia bawa.
"Bagaimana dengan Theodore?" Valie bertanya dengan cemas ketika Mave membantunya berdiri.
"Bajingan itu akan mendapat pelajarannya nanti. Sekarang, kau harus ikut bersamaku," ujar Mave, dengan lembut menarik tangan Valie keluar dari ruangan itu.
"Ini berada di bawah tanah?"
"Tidak. Lantai dua. Namun memang terlihat seperti bawah tanah. Kau tidak menyadarinya ketika mereka membawamu ke sini?"
Valie menggeleng singkat, "Mereka memukuliku sampai aku pingsan tadi. Dan ketika bangun aku sudah berada di ruangan itu dengan tangan dan kaki terikat,"
Penjelasan Valie sukses mengundang geraman Mave, "Bajingan itu benar benar harus aku beri pelajaran,"
"Mave sebenarnya apa masalahmu dengan Theodore? Bukankah Da Zera dan Calisto mempunyai hubungan yang baik?" tanya Valie hati hati.
Mave menoleh sejenak, membantu Valie menuruni tangga, ia dapat merasakan ketika gadis itu kesulitan melakukannya, "Hubungan kami memang baik baik saja pada awalnya. Sebelum bajingan tengik Theodore Dominic itu mencoba merebut milikku,"
"Merebut apa?"
"Kau tidak perlu tahu hal itu," jawab Mave datar, memasang posisi siaga ketika para pengawal mulai datang dan mengepung mereka, "Jatuhkan senjata atau ku bakar markas ini. Kalian hanya mempunyai lima detik untuk berpikir,"
Mave membawa tubuh Valie untuk berlindung di belakang tubuhnya, diam diam memberikan sebuah pistol kepada gadis itu, "Gunakan itu untuk melindungi diri,"
"Oh ini lebih berat dari yang aku bayangkan,"
"Lima.. Empat.. Tiga.. Dua... Satu," dan sekejab para penjaga itu menjatuhkan senjata mereka secara bersamaan, "Bagus, roger, amankan semuanya," ujarnya entah pada siapa.
Valie menatap Mave dengan tatapan tidak mengerti, namun lelaki itu segera menarik tangannya dan berjalan keluar dari bangunan itu dengan tergesa.
"Apa yang membuatmu terlalu tergesa seperti ini?" tanya Valie ketika mereka memasuki mobil Mave. Ia di kursi penumpang dan lelaki itu di balik kemudi.
"Aku tidak ingin terlalu lama berada di bangunan memuakkan itu," balas lelaki itu dingin.
Valie mengangguk mengerti, menunduk sebentar sebelum melotot kaget melihat luka luka yang ada dalam tubuhnya. Pantas saja ia merasa nyeri luar biasa sejak tadi. Terlebih luka sayatan yang cukup panjang di lengannya, tidak terlalu dalam namun tetap terasa begitu nyeri ketika ia menggerakkan lengannya, "Setelah aku menyadarinya kenapa luka ini terasa sakit sekali,"
"Kita akan mengobatinya sebentar lagi," gumam Mave, segera mengemudikan mobilnya meninggalkan markas Da Zera.
"Terimakasih sudah menolongku,"
"My Pleasure," balas Mave tanpa menoleh.
***
Valie meringis ketika Mave mengobati lukanya. Luka luka itu terasa begitu sakit sekarang entah kenapa.
"Sakit?" lelaki itu bertanya tanpa mengalihkan atensinya pada luka luka di tubuh Valie.
Gadis itu mengangguk kecil, "Ya, tapi bukan masalah besar,"
"Ini akan sembuh dalam beberapa minggu," Mave lantas beranjak, melenggang meninggalkan Valie seorang diri di sebuah ruangan dalam rumah yang berada di tengah hutan, yang bahkan ia tidak tahu dimana itu. Tapi rumah ini terlihat nyaman. Udaranya sejuk dan tenang tanpa hiruk piruk penduduk seperti saat berada di tengah kota.
Valie menatap keluar, di dalam ruangan, yang terlihat seperti kamar tidur itu, terdapat sebuah jendela besar yang langsung menghadap ke rimbunan pohon di luar sana. Pohon pohon cemara yang berjajar tampak begitu indah jika di lihat dari tempat Valie duduk.
"Apa yang kau lihat?" tanya Mave, masuk ke dalam ruangan dengan sebuah nampan berisi semangkuk sereal dan segelas susu.
Valie menggeleng kecil, "Ah aku baru menyadari sekarang sudah pagi,"
"Mereka menyekapmu semalaman dan tidak memberimu makan. Makanlah,"
"Umm terimakasih," Valie segera menerima nampan yang di sodorkan Mave, tanpa pikir panjang segera melahapnya, ia sangat lapar ngomong.
"Kau menyukai tempat ini?"
Valie sedikit mengangkat kepalanya sebelum mengangguk, "Disini indah sekali. Aku menyukainya,"
"Kau bisa tinggal di sini beberapa hari,"
Valie terdiam mendengar jawaban Mave, bukannya ia tidak senang berada di sini selama beberapa hari namun, ia harus pulang ke mana setelah itu? Apakah paman dan bibi akan kembali menerimanya?
"Aku akan mengurusnya. Aku mempunyai sebuah apartemen di Los Angles. Itu dekat dengan kampusmu. Kau bisa tinggal di sana selama beberapa bulan sebelum kembali pada paman dan bibimu. Tenang saja, Da Zera tidak akan mempunyai cukup keberanian untuk kembali menculikmu,"
Valie mengangguk, "Terimakasih. Kau banyak membantuku,"
"Kau sebelumnya sudah membantuku,"
"Hanya bantuan kecil, bukan masalah," balas gadis itu seraya mengedikkan bahu, "Entahlah aku tidak tahu lagi apa yang harus ku lakukan kecuali berkata terimakasih. Aku akan membayarnya suatu hari nanti. Jika aku mempunyai cukup uang,"
"Uang bagiku bukan apa apa Valerie Helen. Uang hanyalah kertas bagiku," Mave berjalan menuju sudut ruangan, menarik kursi yang ada di sana sebelum meletakkannya di samping Valie yang duduk di tempat tidur. Lantas lelaki itu duduk di kursi yang baru saja ia pindahkan, menatap Valie yang tenang bersama makanannya.
Gadis itu menarik napas berat seraya kembali mendongak, "Untuk saat ini uang masih segalanya bagiku Mave. Seandainya saja aku mempunyai cukup uang, paman dan bibi jelas tidak akan memperlakukanku sedemikian buruknya,"
"Aku tahu,"
"Aku benci mereka,"
"Ya sudah seharusnya begitu,"
"Aku ingin membalas mereka,"
"Ikutlah bersamaku,"
"Huh?"
"Kau sudah jelas mengetahui siapa aku bukan? Kau bisa ikut denganku. Kau akan mendapat semua yang kau mau,"
"Menjadi bagian dari Calisto?"
"Ya. Dan dalam dua tahun, kau bisa membalas semua dendammu,"
"Apa aku akan selamat? Maksudku, bukankah itu sangat berbahaya?"
"Keselamatanmu akan selalu terjamin, Valerie Helen,"
"Baik. Aku ikut,"