Valie duduk di kursi penumpang mobil Mave dengan sang empu yang duduk di sampingnya. Gadis itu terdengar tengah bersenandung kecil seraya memainkan ponselnya. Pergerakan gadis itu berhenti ketika ia menemukan sebuah foto lama di ponselnya. Foto yang diambil dua tahun lalu dimana ia dan Mave masih baru sekali menjalani hubungan. Saat itu, dunia masih kejam untuk Valie, juga Mave.
Flashback on
Sore itu Valie yang baru saja menyelesaikan tugas kuliahnya hendak bergegas pulang sebelum paman dan bibinya marah karena ia terlambat menyiapkan makan malam. Gadis dengan wajah super lelah itu berjalan cepat dari perpustakaan menuju gerbang depan universitasnya.
Namun belum sampai ia di gerbang, sebuah suara barang terjatuh yang cukup keras membuatnya menoleh. Hari yang sudah semakin sore dan gedung fakultas yang sudah sangat sepi membuat Valie merinding. Namun gadis itu tampak tak gentar dan karena penasaran ia berjalan mengikuti arah di mana suara itu berasal. Berada di belakang gedung fakultas, tampak sejumlah orang tengah memukuli seorang lelaki yang sudah terkapar tak berdaya.
Valie menutup mulutnya, mencoba untuk menahan teriakan. Gadis itu menelisik sekitar dan tidak menemukan apapun yang dapat ia gunakan untuk melawan orang orang itu. Lantas Valie bergerak mundur dengan perlahan sebelum berlari ke gerbang untuk memanggil satpam, "Seseorang tengah berada dalam bahaya. Di belakang gedung A, anda harus memeriksanya. Aku mohon,"
"Aku ke sana. Dan kau tetaplah di sini," ujar Satpam itu.
Namun Valie menggeleng, memilih mengikuti langkah pria dewasa itu menuju belakang gedung.
"Apa yang kalian lakukan? Segera bubar atau aku panggil dosen sekarang," seru sang satpam.
Beberapa orang di sana menoleh dengan kaget, sedang Valie memilih bersembunyi untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan menimpanya.
"Mereka sudah pergi," satpam itu berujar, membantu sang korban untuk beranjak.
"Ah terimakasih anda sangat baik,"
"Ini sudah tugasku. Ah aku harus kembali. Istriku sedang berada di rumah sakit sekarang. Kau bisa membantunya Nona? Sepertinya dia harus diobati secepatnya,"
"Ya aku bisa membantunya. Anda bisa pergi menemani istri anda pak. Sekali lagi saya berterimakasih karena sudah membantu,"
"Bukan masalah. Selamat sore,"
"Selamat sore," Valie tersenyum tipis lantas menoleh untuk menatap lelaki yang tertunduk di lantai, "Namaku Valie, dan kau?"
"Maverick," lelaki itu menjawab dengan dingin di sertai ringisan di akhir katanya.
"Kita harus pergi ke ruang kesehatan untuk mengobatimu," Valie hendak membantu Mave berdiri namun lelaki itu dengan cepat menghempaskan lengannya.
"Tidak perlu. Aku bisa mengobati lukaku sendiri,"
Valie mencebik kesal melihat hal itu, "Ayolah ini tidak akan sakit ku rasa. Luka luka itu akan sakit jika di beri alkohol pada awalnya. Namun lama kelamaan tidak akan sakit. Justru jika tidak diobati akan membuat lukamu mengalami infeksi Mave,"
"Aku bisa mengobati lukaku sendiri,"
"Aku bisa membantumu. Akan lebih sakit jika kau mengobati lukamu sendiri," Valie beranjak seraya membersihkan roknya, "Astaga aku sudah terlambat untuk pulang. Ayo bergegas aku akan membantumu mengobati luka,"
"Tidak perlu,"
"Ayolah ini hanya akan sedikit sakit. Kau tidak perlu khawatir. Aku bukan bibi yang selalu memgobati lukaku dengan kasar," bibir Valie melengkuh ke bawah, menarik lengan Mave pelan, membawa lelaki itu untuk berdiri sebelum melangkah menuju ruang kesehatan dengan lengan lelali itu yang masih ia genggam.
"Halo Mrs Renata," sapa Valie ketika mereka sampai di ruang kesehatan, "Aku tidak menyangka anda masih di sini hingga pukul lima sore,"
"Aku akan pulang pukul enam Valie. Jadi? Apa yang terjadi? Paman dan bibimu lagu? Atau Clau dan Brandon yang kembali merundungmu? Lukamu kemarin bahkan belum sembuh Valie. Apa mereka tidak berpikir ketika tengah menyiksamu?" Mrs Renata menatap Valie seraya menggeleng tak habis pikir. Sedang yang di tatap ikut menggeleng dengan cepat.
"Bukan aku. Ini untuk dia, namanya Mave. Orang orang memukulinya tadi,"
"Ah begitu. Biar aku obati dia sebelum pergi membeli makan malam,"
"Tidak perlu Mrs. Anda bisa pergi membeli makan malam sekarang dan biar aku yang mengobati Mave,"
"Kau tidak masalah pulang terlambat Valie?"
"Tidak masalah Miss. Itu bukan masalah besar," Valie tersenyum simpul, menarik lengan Mave, sedang pemuda itu akhirnya hanya pasrah menurut apa yang di palukan Valie padanya, "Tunggu sebentar aku akan mengambil kotak p3k kau tidak perlu bergerak seinchi pun,"
"Baik,"
Valie lantas ikut mengangguk, bergegas mencari kotak p3k di lemari ruang kesehatan, segera mengeluarkan benda itu setelah menemukannya, "Bagaimana bisa mereka memukulimu?"
"Tidak tahu,"
"Mereka para berandal itu tidak akan berhenti sampai kau membalas mereka. Yah seperti Clau dan Brandon tapi tentu saja aku tidak akan menang jika melawan mereka huh paman dan bibi jelas tidak akan pernah membiarkannya," ujar Valie, menghela napas berat seraya meraih kapas dan membasahinya dengan alkohol sebelum mengusapkannya pada luka memar di sekitar wajah Mave.
Lelaki itu hanya diam tanpa ekspresi, tidak juga berniat untuk membalas ucapan Valie.
Melihat itu, sang gadis hanya mengedikkan bahu, kembali bercerita seraya mengobati luka luka Mave, "Miss Renata bahkan sampai hafal sekali jika aku datang ke ruang kesehatan. Jelas Clau dan Brandon adalah pelaku utamaya. Huh seandainya aku punya lebih banyak uang, aku jelas bisa melawan paman dan bibi yang menyebalkan itu," gerutu Valie, "Ah maaf aku tidak bermaksud menggerutu pada orang asing,"
"Tidak masalah," Mave mengedikkan bahu.
Valie menghela napas berat, mendudukkan diri di samping Mave setelah selesai mengobati lelaki itu, "Hidupku menyebalkan. Semua orang bahkan menjauhiku karena rumor itu,"
"Rumor?" Mave menoleh, menatap tidak mengerti ke arah gadis di sampingnya.
Lagi lagi Valie hanya menghela napas berat, "Clau menyebarkan rumor jika aku menjadi simpanan paman tua demi uang. Padahal aku mendapatkan uang uang itu dari bekerja. Dan karena rumor itu sendiri aku kehilangan pekerjaanku. Ah maaf aku justru berkeluh kesah padamu. Aku sungguh minta maaf. Aku tidak mempunyai teman untuk bercerita jadi aku tanpa sengaja justru bercerita padamu,"
"Bukan masalah. Lanjutkan,"
Valie menghela napas berat, "Aku tinggal bersama paman dan bibiku. Orang tuaku sudah meninggal sejak aku lahir dan dua saudaraku, Brandon dan Clau, mereka tidak pernah membiarkan aku hidup dengan tenang. Huh, mereka memperlakukanku dengan sangat buruk. Seluruh uang untuk pendidikanku bahkan di tanggung oleh tetanggaku yang baik hati. Sungguh apakah mereka masih punya hati nurani untuk itu?"
"Mereka hanya memanfaatkanmu,"
"Ya kau benar. Mereka menjadikanku budak. Yang bahkan tidak mendapat bayaran," Valie menatap langit langit ruangan dengan tatapan kosong, "Tapi entahlah,"