Waktu berjalan sangat lambat dan sama sekali tak bisa mengurangi rasa cemas Rachel. Ia berusaha keras untuk konsentrasi pada pekerjaannya demi bertahan sebentar lagi di perusahaan. Ia tak ingin gagal untuk menyelidiki Danique. Lelaki itu bukan penjahat, tapi sudah pasti memiliki hubungan dengan Cuon.
"Danique, ini makan siangmu."
"Ah, terima kasih. Taruh di meja," tanggap Danique tanpa beralih dari komputernya.
Rachel mengantarkan makanan khusus itu dengan nampan dan ditutupi tudung yang rapat. Tak boleh ada yang tahu isi nampan itu kecuali dirinya dan Danique. Setelah meregangkan tangan, lelaki itupun melangkah menuju meja kecil tempat Rachel meletakkan makan siangnya.
Rachel berpura-pura menata majalah di rak sisi ruangan. Ia berharap menemukan sesuatu yang salah di sini. Ia berharap ucapan pelayan hanya lelucon dan Danique akan marah dengan apa yang disajikan di meja.
Namun betapa terkejutnya Rachel melihat apa yang justru terjadi.
"Hmmm, sudah lama sekali aku tidak makan daging kalkun," lelaki itu menggeram menyuarakan kenikmatan.
Rachel semakin membelalakkan matanya saat melihat Danique dengan wajah mengerikan melahap daging mentah itu langsung dengan mulutnya. Tanpa tangan, tanpa garpu, tanpa pisau.
Ia tidak pernah melihat ini sebelumnya. Segila apapun Danique selama menjadi rekan kerjanya, lelaki itu tak pernah sama sekali menunjukkan diri bahwa Ia penikmat daging mentah. Namun kali ini pemandangan itu terpampang nyata di depan mata Rachel.
"Dan.... Danique...." bibir Rachel bergetar. Suaranya lemah.
"Rachel, Kau masih di sini?" lelaki itu terkejut dan hampir salah tingkah namun dengan sangat cepat menetralkan ekspresinya.
"Dan, aku... aku tidak menyangka," Rachel menggeleng.
"Ada apa, Rachel? Kau takut? Bukankah Kau sendiri yang membawakanku makan siang ini?"
"Iya, tapi... tapi kukira pelayanmu hanya bercanda. Aku mencoba mengerjaimu tapi..."
"Tapi ini makanan kesukaanku, Rachel. Daging tanpa dimasak, aku penikmat segala daging," potong Danique.
Rachel tercengang.
"Bahkan jika Dewi Bulan mengizinkanku, aku juga mau daging manusia. Tapi aku tidak bisa melakukannya karena Dewi Bulan akan murka," Danique berkata dengan nada seolah sedang sangat kelaparan.
Rachel mencerna kalimat itu, lalu tanpa mempertimbangkan apapun lagi, kakinya meloncat dan berlari keluar ruangan. Napasnya tersengal-sengal, matanya memanas dan rasanya ingin sekali menjerit. Tapi Ia takut terjadi sesuatu sehingga Ia berusaha keras meredamnya sendiri.
Danique seorang predator dan membuatnya sangat dilema. Jika Ia mengadu pada orang lain tentang hal ini, Ia takut Danique akan marah. Jika Ia membiarkan hal ini, Ia khawatir suatu hari nanti akan ada korban jiwa.
Semua dugaannya tentang lelaki itu kini hampir menemukan titik terang. Danique berburu binatang di hutan pagi buta kala itu dengan ducati.
"Miss, tolong sampaikan ke Pak Danique hari ini saya langsung pulang ke apartemen, tidak ikut beliau pulang," ucap Rachel pada resepsionis Danique.
"Alasannya apa, Miss Juvenil?"
"Saya tidak enak badan, lagi pula nanti malam saya ada acara pribadi yang mendadak," dengan lincah Rachel mengarang cerita.
Setelah membantu Rachel mengurus surat-suratnya, resepsionis yang terkenal baik itupun mengucapkan hati-hati di jalan kepada Rachel. Awalnya Rachel disarankan pulang dengan mobil kantor, tetapi Rachel menolak. Ia bisa bernapas lega di taxi yang ditumpanginya sembari berusaha melupakan pemandangan di dalam ruang kerja Danique.
"Pak, bisa ganti tempat tujuan?" ujarnya pada sopir.
"Tentu saja bisa, Nona. Anda mau ke mana?" sopir pun menanggapi dengan ramah.
"Ke arah sana, Pak," Rachel menunjuk jalan yang biasa Ia lewati untuk menuju perhutanan.
Setelah dirasa cukup jauh, Ia pun turun dan berganti taxi lainnya. Beruntung handphone-nya selalu ada di saku sehingga Ia bisa menempuh perjalanan dengan sedikit terbantu.
"Nona, mohon maaf ini daerah apa ya? Tempatnya tidak terdeteksi di peta," akhirnya sopir taxi terakhir menyadari tempat yang mereka tuju tidak biasa.
"Ini area menuju hutan, Pak. Saya bisa turun di sini saja jika alamatnya tidak terdeteksi oleh sistem," ucap Rachel.
"Oh, kalau begitu hati-hati, Nona. Saya dengar di area hutan ini banyak yang tidak bisa pulang," sopir taxi mencoba menghentikan Rachel.
"Saya akan berhati-hati, Pak. Terima kasih."
Setelah transaksi selesai dan taxi itu sudah berbalik, Rachel mulai melangkahkan kakinya ke dalam hutan. Malam nanti adalah malam penentuan apakah Cuon adalah takdir hidupnya atau bukan. Seribu purnama sudah penuh dan malam ini adalah malam purnama terakhir.
Rachel tak mempedulikan gemerasak daun kering yang terinjak sepatunya. Ia masih mengenakan baju kerja secara lengkap. Perban di tangannya pun masih membalutnya.
Detik demi detik area sekitar mulai menggelap oleh rimbunnya pepohonan, matahari tak lagi memancarkan sinarnya secara maksimal. Cahaya kekuningan di ufuk barat mulai menyelinap melalui celah-celah dedaunan.
Rachel bernapas lega saat dirinya tiba di gubuk tempat Ia biasa menunggu.
"Rachel..."
Sebuah suara yang sangat familier mengejutkannya. Ada orang lain di sini.
"DANIQUE!"
Rachel refleks memekik saat menoleh ke belakang. Lelaki itu berdiri di depan mobil hitamnya.
"Danique, mengapa Kau di sini?"
Marah, terkejut, takut, heran, bercampur aduk menjadi satu di dalam dada Rachel.
"Aku mengikutimu," seringai lelaki itu.
"Seharusnya Kau tidak ke sini," desis Rachel.
"Kau pun juga. Seharusnya aku yang marah Kau ada di sini," tanggap Danique tak mau kalah.
"Apa yang akan Kau lakukan di sini?"
Rachel mencaritahu alasan lelaki itu supaya bisa mengusirnya.
"Seharusnya Kau tahu, aku ada di sini untuk berburu. Bukankah Kau sudah tahu rahasia mengerikanku?" Danique melangkah mendekat ke arah Rachel.
Gadis itu mau tidak mau mundur beberapa langkah dan masuk ke gubuk.
BRAKKK
Rachel terkesiap saat dinding gubuk yang terbuat dari kayu jati yang kokoh dipatahkan dengan sangat mudah oleh tangan Danique.
"Rachel, pulanglah sebelum aku menakutimu lagi, sopirku akan mengantarmu," ucap Danique setengah berbisik. Rachel menggeleng.
"Tidak, aku di sini sedang menunggu seseorang," ucap Rachel.
Danique mengerutkan dahinya sementara Rachel merangkai kata dalam otaknya bagaimana menjelaskan kepada Danique supaya masuk akal.
"Aku sedang menunggu seseorang di sini, kami akan forest date," ucap Rachel.
Danique berdecih karena tahu persis bahwa gadis itu tengah berbohong.
"Rachel, pulanglah. Kali ini kumohon dengarkan aku, demi keselamatanmu," ujar Danique mencoba sekali lagi merayu gadis itu.
"Tidak, Danique, pergilah. Aku akan diam di gubuk ini, menunggu seseorang sampai pagi datang," Rachel tidak mengubah keputusannya.
Danique menggeleng tak percaya pada kekeras kepalaan Rachel.
"Baiklah, aku yang pergi," gumam Danique.
Lelaki itupun naik mobil dan meninggalkan Rachel yang masih meringkuk di gubuk. Pandangan mata Rachel tak beralih dari mobil itu, sampai akhirnya Ia sedikit terkejut saat melihat Danique kembali turun di kejauhan sana dan membiarkan sopirnya berlalu sendirian.
Lelaki itu masuk ke dalam hutan, sisi yang berbeda dari Rachel berada. suasana hutan pun sudah menggelap, namun Rachel sudah terbiasa dengan suasana ini. Ia sudah akrab dengan lingkungan sekitar hutan meski di dalam kegelapan sekalipun. Dari kejauhan Ia terus membuntuti Danique.
Di ufuk timur, bulan yang penuh mulai menampakkan diri. Purnama menyingsing. Lalu Ia sedikit kehilangan jejak Danique dan berlari kecil supaya bisa menemukan kembali lelaki itu. Danique akan berburu, sementara malam ini adalah malam kemunculan Cuon. Rachel sangat khawatir jika perburuan Danique tak sengaja menangkap Cuon.
"Auuuu....."
Lolongan serigala terdengar memekakkan telinga, membuat setiap nyawa bergidik ngeri.
***