"Enggak lah, mana mungkin. Gue takut si Putri begitu lagi, apalagi masih ada di daerah sekitar gunung itu." ucap Panji.
Makanan sudah sampai, dua orang pelayan menaruh makanan dan minuman yang dibawanya itu diatas meja, dihadapan mereka.
Melissa dan Doni mengucapkan terima kasih pada mereka.
"Mudah-mudahan aja sih penunggu gunung itu udah enggak ngikutin si Putri lagi." ucap Doni. Aisyah dan Melissa mengaminkannya.
Mereka langsung memakan makanannya, meski sembari mengunyah mereka masih saling mengobrol.
Panji tiba-tiba berkata. "Tapi gue baru ngeh tentang ini. Kalo si Putri pernah bilang katanya dia enggak boleh ke gunung daerah Jawa Barat sama orang tuanya. Gue baru nyadar ternyata ada pantangan yang udah dia langgar. Gue jujur lupa banget sama pesannya waktu itu dan begonya gue malah ngajak dia ke gunung ini." ucap Panji.
Doni, Aisyah dan Melissa terlihat serius mencerna perkataannya. Salah satu dari mereka segera berkata.
"Maksud lo, si Putri punya pantangan dari orang tuanya untuk jangan pergi ke gunung daerah Jawa Barat? Gimana sih lu." ujar Doni sedikit tidak percaya.
"Ya gue lupa, namanya juga lupa." balas Panji.
"Nenek-nenek lu." ucap Doni.
"Apa mungkin gunung Jawa Barat yang kedua orang tuanya maksud itu adalah gunung gede?" tanya Aisyah.
"Kemungkinan besar kayak gitu." ucap Melissa.
"Tapi jujur gue penasaran, apa yang membuat Putri enggak dibolehin pergi ke gunung gede." ucap Panji seraya mengunyah makanannya.
"Iya sama, gue juga penasaran. Mungkin kapan-kapan kita harus ngomongin hal ini sama Putri. Sekaligus lo minta maaf Pan." ucap Doni.
"Iyeh." ucap Panji.
Tiba-tiba salah satu hp mereka berbunyi, ternyata itu ponsel milik Aisyah. Ia pun segera menerima teleponnya dan mengucap salam.
Suara tak dikenal terdengar asing ditelinganya. Suara seorang ibu-ibu, ia berkata.
"Ini Aisyah teman Putri ya?" tanya wanita itu dengan suara serak dan hidungnya yang sedikit berair, ternyata itu adalah ibu kandung Putri. Ratih.
"Iya betul Bu, maaf ini siapa ya?" tanya Aisyah penasaran. Ketiga temannya ikut penasaran melihat ekspresi Aisyah ketika itu.
"Ini ibunya Putri. Putri sekarang lagi koma." ucapnya dengan tangisan yang ditahan. Aisyah tersentak tidak percaya.
"Putri koma?!" tanyanya balik. Ketiga temannya langsung kaget bukan kepalang.
"Kok bisa Bu? Memang apa yang terjadi sama Putri bisa sampai koma?" tanya Aisyah panik.
"Dia ditabrak mobil dan sekarang ada di rumah sakit." isak Ratih diiringi tangis kecilnya.
"Ya Allah, Putri. Yaudah Bu saya habis ini mau nengokin Putri kesana. Saya juga akan bilang ke manajer tentang keadaan Putri saat ini." ucap Aisyah.
"Iya Nak, makasih ya." ucap Ratih langsung menutup ponselnya.
"Ya Allah.. Astagfirullohaladzim."
"Putri kenapa Syah?" tanya Panji cemas.
"Putri ditabrak dan sekarang ada di rumah sakit. Dia koma." ucap Aisyah. Semua pun terlihat tidak percaya ketika mendengarnya. "Serius lu?" tanya Doni.
"Lu kira gue boong?!" tandas Aisyah.
Panji maupun Melissa hampir tidak menyangka dengan musibah yang beruntun terjadi pada Putri ini. "Ya Allah."
Bahkan Panji merasa kalau semua ini ada hubungannya dengan penunggu gunung gede kemarin. Masalahnya semua musibah terjadi setelah Putri diajak olehnya pergi ke gunung gede!
Panji merasa bersalah atas itu.
Di rumah sakit. Panji, Aisyah, Melissa dan Doni sudah ada didepan ruang rawat Putri. Mereka menemukan Putri sedang dalam keadaan tidak sadar di ruang rawatnya itu.
Masih dalam keadaan koma. Mereka segera masuk ke dalam ruang rawat Putri, langkah demi langkah mendekatinya yang tertidur dalam keadaan berselang oksigen.
Panji terlihat sangat khawatir dengan keadaan Putri. "Ya Allah, Put. Lo kenapa bisa begini sih?" tanya Panji cemas.
"Put, lo yang kuat ya Put. Semoga aja lo bisa sembuh secepatnya. Kita semua akan selalu setia nungguin lo sampai lo sadar. Please ya lo sadar. Gue mohon." pinta Aisyah seraya memegang tangan Putri, mengusap-usap tangannya.
Mereka tampak memasang wajah sedih dan prihatin ketika melihatnya.
Tanpa disadari dibelakang sana. Ada Nara sedang berdiri, dengan punggung bersandar pada dinding.
Ternyata Nara kembali kedatangan tamu, mereka teman Putri yang kemarin ia lihat di gunung gede. Sepertinya mereka memang menganggap Putri orang yang spesial.
Tampaknya mereka cukup dekat, hingga kompak berekspresi sedih seperti itu.
Tapi anehnya seluruh pandangan Nara hanya tertuju pada Panji. Lelaki yang selalu mencuri perhatian Putri setiap saat.
Entahlah apa hubungan diantara mereka sebenarnya, ia hanya tidak merasa nyaman dengan kehadirannya saat itu.
Panji mendekati Putri hingga dirinya berdiri disebelah wanita itu. "Put, lo yang kuat ya. Kita yakin lo pasti kuat. Lo bisa ngelewatin semua ini Put." ucap Panji prihatin.
Entah kenapa Melissa bisa merasakan betapa dalamnya perasaan sedih yang Panji rasakan saat itu.
Melissa coba mengusap-usap punggung Panji ketika itu. Bahkan Melissa bisa melihat Panji sampai meneteskan air matanya meski pada akhirnya ia usap berkali-kali.
Entah kenapa Melissa jadi merasa ada yang beda, kenapa Panji bisa sedalam itu kesedihannya, hingga sanggup meneteskan air mata?
Waktu dirinya sakit saja Panji tidak sampai sesedih itu, Melissa pun pada akhirnya melepas usapan punggungnya dan mundur beberapa langkah darinya. Ia merasa.... Di nomor duakan.
Tiba-tiba dari arah luar, muncul seorang wanita berusia 50 tahunan (Ratih) masuk ke dalam ruang rawat Putri bersama anaknya yang pertama. Kirana.
Mereka cukup kaget melihat kedatangan mereka. "Kalian... Teman Putri?" tanya Ratih.
Aisyah langsung mencium tangan Ratih bersamaan dengan yang lainnya silih berganti. "Iya Bu, kami teman Putri." ucap Aisyah.
"Iya. Dia masih belum sadar. Ibu sangat berharap kalian mendoakan Putri ya? Ibu meminta dukungan kalian juga supaya Putri bisa segera sadar dari komanya." ucap Ratih.
"Iya Bu, tenang aja. Kami bakal mendoakan Putri kok Bu. Ibu jangan khawatir ya. Dan urusan Putri biar kita serahkan semua sama Allah aja." ucap Aisyah.
"Iya, Nak. Makasih banyak. Saya mengira kalian akan datang nanti sore, ternyata sekarang. Barusan kami pergi sebentar keluar untuk mencari makan." ucap Ratih.
Salah satu dari mereka mengohkan perkataannya dan mengangguk.
Panji sangat ingin bertanya sesuatu ketika itu, ia tidak ingin membiarkan suasana diantara mereka saling diam begitu saja.
Ia segera angkat suara. Tapi baru akan berkata, ia sudah disalip terlebih dahulu oleh Doni.
"Emang sebenarnya Putri lagi ngapain Bu, kenapa bisa ketabrak orang?" tanya Doni.
"Enggak tahu ibu juga, tadi tuh Putri bilang mau keluar sebentar. Yaudah ibu ijinin aja, ibu kira dia mau ke indomaret depan sana, tahu-tahunya sampai jam 10 pagi Putri enggak pulang-pulang. Terus ada telepon dari polisi katanya Putri ditabrak di dekat taman perumahan ini, kan ibu kaget jadinya." ucap Ratih dengan isakan di akhir kalimat.
Entah kenapa kesedihannya langsung keluar lagi, setelah sempat mereda beberapa waktu lalu. Kirana mencoba untuk menyabarkan ibunya tersebut.
Ia mengusap punggungnya berkali-kali.
Mereka yang melihatnya pun tampak prihatin, mereka ikut merasa bersedih kala itu. Tiba-tiba Panji berkata.
"Apa mungkin Putri seperti ini ada hubungannya sama gunung yang kami kunjungi kemarin, Bu?" tanya panji.
Ratih dan Kirana sepintas terkejut dengan pertanyaannya, mereka cenderung terpaku dan diam saja, seakan bingung mau menjawab seperti apa. Seakan mereka menyimpan rahasia tersendiri ketika itu.