Panji kembali bertanya. "Apa benar kalau gunung daerah Jawa Barat yang menjadi pantangan Putri selama ini adalah gunung gede?" tanya Panji yang semakin mencecar Ratih maupun Kirana. Ratih spontan bertanya.
"Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Ratih.
"Waktu itu Putri sempat cerita sama saya kalau ibu enggak mengijinkan dia pergi ke gunung daerah Jawa Barat. Kalau boleh tahu apa alasannya ya Bu? Apa mungkin semua kejadian buruk yang terjadi belakangan sama Putri adalah karena ada hubungannya sama penunggu gunung itu?" tanya Panji semakin mencecar mereka berdua.
Mereka masih terus berdiam diri. Hingga salah satu dari mereka pun memutuskan untuk berbicara.
"Sebenarnya waktu kecil Putri udah di titipin sama neneknya, kalau dia sudah dijodohkan sama seseorang, dan orang itu adalah anak dari penguasa kerajaan jin di gunung gede." ucap Ratih, sontak saja mereka semua kaget mendengar ini.
Hal yang sangat tidak masuk di akal dan tidak mungkin untuk mereka cerna.
"Anak dari penguasa kerajaan jin di gunung gede?!" tanya Panji tidak percaya. Doni ikut angkat suara.
"Apa mungkin anak penguasa kerajaan jin itu seorang jin juga Bu?" tanya Doni sedikit mempertanyakan asal-usulnya.
"Iya sepertinya. Makanya saya takut Putri di apa-apain. Ibu takut kalau Putri pada akhirnya malah jadi santapan dia." ucap Ratih cemas.
"Udah pasti ini ada hubungannya dengan yang terjadi sama Putri belakangan ini." ucap Panji.
Nara yang mendengar dari awal hingga akhir perkataan mereka hanya bisa menghela nafas.
Sebegitu jahatnyakah dirinya di mata mereka? Anggapan mereka bahkan menyamakannya dengan seorang monster yang harus begitu ditakuti.
"Makanya ibu kepingin melindungi Putri dengan memberikan beberapa peringatan itu, tapi ya udah nasibnya dia kesana. Semua udah terlanjur terjadi. Mungkin sekarang Putri akan terus kena sial." ucap Ratih tersenyum tipis. Mereka semua tampak sangat cemas mendengarnya, sekaligus merasa prihatin.
"Apa enggak ada hal yang benar-benar bisa kita lakukan setelah ini, Bu? Supaya bisa menghindari Putri dari jin itu?" tanya Panji.
"Ibu belakangan ada rencana mau nikahin Putri, tapi ibu enggak tahu mau nikahin sama siapa. Kalian apa bisa mencomblangi Putri sama salah satu teman kalian?" tanya Ratih.
Nara terkejut. Ia benar-benar sebal dengan usul Ratih. Ia membatin.
"Coba saja dekati dia dengan siapapun, akan kupastikan semua tidak berjalan sesuai rencana." ucap Nara tersenyum licik.
"Lu aja, Pan. Nikahin Putri hahaha!" tawa Doni disela-sela keseriusan wajah mereka. Panji entah kenapa terdiam, seakan ada sisi dirinya setuju denganperkataan Doni tersebut.
Melissa yang melihatnya pun diam-diam murung. Ada sisi dimana ia tidak terima dengan itu.
Nara merasa sedikit kesal, awas saja kalau itu sampai terjadi.
Reza menggoda Nara. "Ciye, cemburu nih ceritanya." goda Reza. Nara mencuekinya.
Ternyata bocah itu mendengarnya sejak tadi, bahkan ia tidak sadar kalau Reza terus berada disampingnya kala itu.
"Udah Om, nikahin aja Kak Putri. Keburu keduluan sama dia." ucap Reza. Nara masih terus mencuekinya. Ia tidak merasa membutuhkan saran dari bocah itu.
Tiba-tiba Panji berkata. "Saya bersedia menikahi Putri Bu." ucap Panji serius.
Doni langsung membahak tertawa meski pada akhirnya ekspresi sebal Panji saat itu seakan langsung menegurnya. Aisyah segera bertanya. "Lo yakin, Pan?" tanya Aisyah tidak percaya.
"Ya gimana, itu satu-satunya cara kan? Lagian kan Putri emang lagi membutuhkan bantuan." ucap Panji. Melissa merasa tersingkirkan saat itu.
Ia merasa sangat tertekan dengan suasana kala itu.
"Enggak gitu juga Pan, pernikahan itu enggak semudah itu diucap. Pernikahan itu hal yang sakral dan pernikahan cuma dilakuin sama orang yang saling suka. Sedangkan elu, emang lu suka sama Putri?" tanya Doni.
Panji tampak bingung setelah mendengar perkataan Doni. Meski ia tetap kekeh dengan pendiriannya.
"Y-ya itu kan bisa sambil jalan. Emang lo enggak pernah denger cinta setelah pernikahan?" Panji balik tanya.
"Iya gue tahu, tapi emang Putri juga mau sama elo? Sebaiknya sebelum melakukan cara itu, mending kita tanyain Putri dulu. Apa dia mau menikah sama lo atau enggak." ucap Doni.
Aisyah melihat ke arah Melissa, ia entah kenapa merasa tidak enak dengan temannya itu. Ia benar-benar terasingkan dibelakang sana.
"Kenapa tiba-tiba Panji berubah pikiran gini ya, bukannya dari awal dia sukanya sama Melissa? Bukan Putri? Heran gue." batin Aisyah.
"Dan pernikahan itu bukan sesuatu hal yang semudah itu lo katakan, terus langsung nikah gitu, belum tentu lo ngomong sekarang A terus besoknya masih A. Gue cuma takut lo hanya sekedar nyoba-nyoba aja. Sedangkan pernikahan bukan hal yang kayak gitu." ucap Doni. Ratih ikut berkata.
"Iya, apa yang dikatakan temanmu benar. Akan lebih baik juga kita tanyakan lagi sama Putri nantinya terkait ini." ucap Ratih.
Melissa yang tadinya sangat diam, ikut angkat suara. "Kenapa ya semua orang disini sangat yakin kalau dua kesialan kemarin terjadi karena jin itu. Kenapa pemikiran kalian kolot banget sih? Jaman sekarang ya mana ada... Heran gue." ucap Melissa yang langsung mengejutkan mereka semua.
Beberapa dari mereka tampak Bahkan perkataannya itu justru malah memancing keributan. Doni bertandas.
"Maksud lo apa, Mel? Lo ngatain kita kolot?! Terus menurut lo itu semua terjadi karena apa?!"
Melissa membalas.
"Ya habisnya kayak percaya aja gitu semua ini karena ulah jin penunggu atau apalah itu. Gimana kalo semua ini terjadi cuma karena kebetulan? Kalian semua pasti bakalan malu! Mikir yang realistis aja!" tandas Melissa segera pergi dari sana.
Panji memekik. "Mau kemana, Mel?!"
Doni menggeleng, ia cukup kesal dengan wanita itu. "Bener-bener tuh orang. Kesambet setan apaan sih." ucap Doni.
Tapi jujur ini pertama kali Doni melihat Melissa tampak seberani itu, berkata dengan lantang dan mempermalukan semua yang ada disana.
Panji dan Aisyah juga merasakan keberbedaan ini, Melissa seakan berubah jadi orang yang cukup berbeda.
Apakah mungkin perubahannya barusan ada hubungannya dengan... Panji?! Aisyah curiga saja, ia memang memahami kasus ini lebih dalam dibanding mereka.
Sore harinya, seorang pria paruh baya masuk ke dalam ruang rawat Putri. Dia adalah ayah kandung Putri bernama Rudi.
Saat masuk, ia sudah disambut oleh istrinya, Ratih. Berbeda dengan Kirana yang sudah pulang sejak tadi, karena akan kerja besok pagi.
"Kirana udah pulang?" tanya Rudi. Ratih mengangguk.
Rudi segera memberikan nasi bungkus yang sejak tadi dipegangnya pada Ratih. "Ini, makan dulu." ucapnya.
Ratih menerimanya. "Makasih, Pak." ucap Ratih.
"Gimana keadaan Putri, Bu?" tanya Rudi.
"Masih belum sadar, Pak." ucap Ratih. Rudi melihat parcel buah-buahan diatas meja.
"Ini dari siapa? Tadi ada yang dateng?" tanya Rudi.
"Iya, tadi teman kerja Putri pada dateng. Jengukin terus bawain itu." ucap Ratih.
"Oh gitu. Si Panji ikut?" tanya Rudi.
"Panji? Yang tinggi itu bukan, yang rada cakep itu orangnya? Bapak kok bisa kenal teman Putri?" tanya Ratih heran.
"Iya yang itu. Gimana enggak kenal, Putri kan suka sama cowok itu." ucap Rudi.
Ratih tersentak. Maksudnya Putri menyukai Panji, yang barusan berniat akan dicomblangi dengan Putri?! Itu batin Ratih.
"M-masa sih Pak? Beneran Putri suka sama dia?" tanya Ratih.