Linda mengambil ponsel dari laci meja dan menghidupkannya. Setelah membatalkan panggilan dari Erin untuk mengingatkannya pada sesi terapi yang harus dijalankan dengan Andre Smith, Linda mematikan ponselnya. Dan baru menghidupkannya ketika hendak berangkat tidur.
Dia sedang bingung dengan perasaannya. Dia ingin membicarakan dengan seseorang, namun orang-orang yang berada di sekitarnya, semuanya berkaitan dengan Peter dan Andre. Dua lelaki yang berusaha mendapatkan hatinya.
Perlahan Linda memencet nama Erin dan melakukan panggilan. Tak disangka, Erin segera mengangkat teleponnya. Rupanya dia belum tidur.
Erin : Nyonya Hall, anda baik-baik saja?
Linda : Aku baik-baik saja, Erin. Aku hanya perlu menjernihkan pikiranku.
Erin : Aku mengerti, Nyonya Hall. Tuan Smith benar-benar keterlaluan. Apa dia selalu memaksa mencium anda selama ini? Saat sesi terapi? Aku tidak bisa membayangkan bila dia melakukannya saat anda dihipnotisnya. Tapi anda tenang saja, Ronnie sudah melaporkannya pada Detektif Scope.
Linda : Erin … aku tidak ingin kau melapor pada siapapun. Apalagi pada polisi, Erin. Aku memerlukan kasus ini cepat selesai, agar aku tidak terjebak dalam kebingungan.
Erin : Tapi bila Tuan Smith melecehkan anda, saya harus melapor pada Detektif Scope.
Linda : Aku tidak tahu Erin, sepertinya aku perlu orang untuk bercerita. Aku sendiri bingung dengan perasaanku.
Erin menghela napas panjang di seberang sambungan telepon, terdengar cukup keras di telinga Linda. Beberapa detik, mereka saling diam.
Erin : Baiklah, mungkin aku bisa sedikit membantu. Mungkin anda perlu bertemu dengan Nyonya Smith.
Linda : Nyonya Smith?
Seingat Linda, Andre mengaku belum terikat dengan wanita manapun, seperti halnya Peter yang sudah menikah dengan Marry–bahkan sudah mempunyai seorang anak. Andre masih bujang, dan dia bebas berbuat apapun yang dia mau, tanpa sembunyi-sembunyi.
Erin : Nyonya Smith itu kakak ipar Tuan Smith, istri mendiang kakak kandung Tuan Smith. Dia sangat berkuasa terhadap Tuan Andre Smith. Aku rasa bila anda menjaga hubungan baik dengannya, Tuan Andre tidak akan melakukan hal buruk pada anda. Kantor Tuan Andre sangat tergantung pada kemurahhatian Nyonya Smith.
Linda hanya mengiyakan ketika Erin menawarkan sebuah makan siang santai dengan Nyonya Smith. Di akhir pekan, karena wanita itu seorang dosen di sebuah Universitas cukup ternama di kota ini. Erin yakin, Tuan Andre akan menjaga sikap bila mengetahui Linda dan Nyonya Smith ternyata berteman baik.
Tidak ada salahnya menjalin pertemanan baru, semakin menambah ingatan baru. Toh, bisa jadi Nyonya Smith bisa membantu penyelidikan. Erin mengatakan bila wanita itu menjadi janda kaya mendadak ketika suaminya meninggal karena serangan jantung. Tuan Andre hanyalah adik ipar yang dibiayai operasional Kantor tempatnya membuka praktek terapi.
Linda menjadi tidak bisa tidur setelah perbincangannya dengan Erin melalui telepon. Entah kenapa, dia malah merindukan sentuhan Andre. Meski dalam pandangan Erin, Andre melecehkannya, tapi selama ini dia menikmati setiap sentuhan lembut lelaki itu. Membuatnya merasa tersanjung dan menjadi wanita yang dibutuhkan–dan dicintai.
Linda mengelus sendiri lengan dan lehernya, mengangankan Andre menyentuhnya. "Sialan, kenapa aku malah merindukan Andre? Apa benar aku mulai jatuh cinta padanya?"
Bel berbunyi, membuatnya terduduk seketika.
Linda meraih ponsel dan menyalakan fitur untuk melihat kamera tersembunyi di depan pintu kamar apartemennya. Dia sedikit terkesiap melihat Andre Smith–lelaki yang baru saja memenuhi angan-angannya–tiba-tiba muncul di depan kamar apartemennya.
Apakah lelaki itu juga merindukannya? Linda tertegun beberapa saat, mencoba menyelam ke dalam hatinya sembari menelisik wajah Andre dari kamera tersembunyi. Lelaki tampan itu, tampak lebih dewasa bila sedang tidak memakai kaca mata. Dia juga tampak seperti lelaki yang bertanggung jawab dan selalu khawatir dengan kondisi Linda. Tidak seperti Peter yang hanya menginginkan tubuhnya, sedangkan dia sudah memiliki Marry–yang seharusnya bisa dicumbunya kapan saja.
Bel kembali berbunyi. Sepertinya, Andre memaksa bertamu menjelang pukul sepuluh malam. Bukan jam yang biasa untuk bertamu, dan Linda tidak yakin bila dia membuka pintu dan menyilakan |Andre masuk–mereka hanya akan duduk dan saling menyapa saja.
Apa yang selama ini mereka lakukan setiap selesai sesi terapi, sudah pasti telah memupuk hasra masing-masing untuk semakin mendekat dan mengabaikan segala aturan.
Ragu, Linda turun dari tempat tidur dan meraih outer piyama. Mengenakannya dengan rapat dan membawa ponselnya menuju pintu depan.
"Linda, kau ada di dalam?"
Linda mendengar samar suara Andre, diiringi ketukan dan bel bergantian. Andre benar-benar memaksa ingin bertemu. Linda menatap layar ponsel sembari menempelkan telinga di daun pintu.
"Linda, boleh aku bertemu sebentar saja? Aku janji tidak akan berbuat apapun. Aku hanya ingin memastikan, kau baik-baik saja."
Linda hendak meraih anak kunci. Andre berjanji hanya memastikan dia baik-baik saja–tapi Linda tidak bisa menjamin dirinya sendiri bila Andre nekad menciumnya. Tapi, untuk kelanjutan terapi berikutnya–tidak mungkin dia akan terus menerus menghindar.
Linda baru hendak meraih anak kunci ketika ada bayangan lain di ponsel. Seseorang datang dan berdiri di belakang Andre. Linda mendekatkan sepasang matanya ke layar ponselnya, dan membekap mulut terkejut melihat siapa yang datang.
Peter Hall.
Dan lelaki menampakkan dengan jelas ketidaksukaannya ketika melihat Andre mengetuk pintu kamar Linda berkali-kali.
Dua lelaki itu, kenapa bisa datang di waktu yang bersamaan. Sudah pasti keduanya punya keinginan yang sama terhadapnya–melihat dari cara mereka memperlakukannya selama ini. Andre yang memperlakukannya dengan lembut dan Peter yang kasar dan selalu memaksa.
Linda mengurungkan niat membuka pintu. Hanya bersandar di daun pintu dan menatap layar ponselnya, ingin tahu apa yang akan terjadi di luar kamar apartemennya. Sembari menajamkan telinga–Linda membiarkan keduanya bertemu, tanpa campur tangannya.
"Jadi, apa ada sesi terapi jam sepuluh malam?" tanya Peter ketus, sembari berkacak pinggang.
Andre tak ingin terlibat masalah–kelihatan dari gesturnya. Dia mundur dua langkah menjauhi pintu. Apa yang sudah dilakukannya terhadap Linda di hadapan Erin–sudah pasti berbuntut panjang. Maka berkontroversi dengan Peter hanya akan menambah panjang masalah. Ditambah, lelaki kasar di hadapannya itu selalu berekspresi tidak suka melihatnya saat mengantar atau menjemput Linda.
"Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja, Tuan Hall," ucap Andre. "Dia tidak datang sesi terapi malam ini, dan ponselnya mati. Aku khawatir terjadi sesuatu padanya."
Peter mendengus, lalu menuju pintu setelah sebelumnya mendorong bahu Andre untuk menyingkir. Peter mengetuk pintu dan memencet bel. "Linda, kau baik-baik saja?"
"Anda sendiri, ada keperluan apa datang semalam ini?" tanya Andre dengan tatapan curiga. Dia menghirup aroma maskulin menyegarkan dari badan adik ipar Linda ini, pastinya dia bukan pulang dari tempat kerja dan sengaja mampir menengok kakak iparnya.
"Aku yang bertanggung jawab padanya selama ini. Apa itu masalah buatmu?"
Peter pasang badan, berkacak pinggang menghadap ke arah Andre. Saatnya dia menunjukkan, milik siapa Linda sebenarnya.
Sementara Linda di balik daun pintu, hanya geleng-geleng kepala melihat dua lelaki yang sepertinya siap bertarung memperebutkan dirinya. Dia tidak ingin, terjadi keributan–tapi juga tidak ingin keluar karena tidak tahu harus bagaimana menghadapi kedua lelaki di depan pintu kamar apartemennya.
Perlahan, Linda menekan tombol angka di ponselnya. Sembilan satu satu.