Marry tak banyak bicara ketika Linda menggandeng tangannya masuk ke kamar apartemennya. Dia meletakkan Jason di sofa, dan anak itu tampak semakin lelap ketika Linda menyelimutinya.
"Lain kali, jangan kau hiraukan Vega–cenayang gila itu," saran Linda sembari menuju dapur. Biasanya Marry akan mengikuti langkahnya dan membantu di dapur, namun kali ini Marry memilih duduk di sofa menemani Jason. Dia masih merasa canggung–tidak tahu harus bersikap bagaimana. Linda sudah menyelamatkannya dari cenayang gila itu.
"Dia juga sering begitu padaku, meramal-ramal bahkan mengoceh tentang masa laluku–yang aku bahkan tidak ingat sama sekali."
"Oh ya? Apa yang dia katakan?" tanya Marry penasaran. Dia menatap punggung Linda yang sedang membuka kulkas dan memasukkan belanjaan ke dalammya. Untuk aktivitas sehari-hari pendukung hidupnya, Linda masih bisa mengingat semuanya. Mungkin karena naluri.
"Dia menyuruhku kembali ke masa lalu, agar bisa mengingat semuanya."
Marry menarik sudut bibir. Tentu saja itu cara yang paling gampang–bila Linda bisa melakukannya. "Lalu, kau bilang apa?"
"Kubilang, aku akan membuat mesin waktu. Dan dia akan kuajak."
Marry dan Linda terkekeh bersama–membuat ketegangan perlahan mencari. Marry mulai merasa rileks dan pikirannya perlahan menjadi jernih–meski cemburu masih bercokol di hatinya. Melihat Linda datang membawa nampan–dia tak berani membayangkan bagaimana Peter melihat Linda setiap hari seperti ini. Meski pakaian Linda masih sopan–tidak ketat apalagi memamerkan sebagian pahanya, tapi Linda tetap kelihatan seksi dan sangat menarik. Tak heran bila Detektif Scope mengatakan kalimat yang sempat memprovokasinya tadi.
"Apa dia sakit?" tanya Linda sembari menghidang apel dan sebotol limun.
Marry menggeleng sembari mengamati gerak gerik Linda. Dia tidak menemukan hal yang mencurigakan pada iparnya itu. Sikapnya wajar seperti biasa, bahkan seolah tidak terjadi apa-apa kemarin.
"Kenapa dia tidur saja? Biasanya kalau ke sini dia bangun." Linda menatap Jason dengan muka bingung, dan perlahan menerbitkan iba pada diri Marry. Gadis amnesia seperti Linda–mana mungkin dia merayu suaminya. Dia bahkan tidak ingat dengan suaminya sendiri yang sekarang di penjara. Meski Peter dan Marry mengajaknya menemui suaminya–Linda masih menolak, karena dia masih belum berhasil mengingatnya.
"Dia lelah karena perjalanan naik taksi tadi. Aku terpaksa membangunkannya sebelum waktunya."
Linda mengernyit. "Kenapa?"
Marry menghela napas panjang. Apakah Linda tidak merasa bersalah Peter telah menginap di penjara semalaman? Atau dia bahkan sudah lupa kejadian kemarin?
"Kau tidak ingat apapun Linda?" tanya Mary penuh selidik.
Linda menggeleng. "Apa itu?"
"Peter."
"Kenapa Peter?"
Marry menatap Linda lekat-lekat. Wajah kebingungan Linda menunjukkan dia seolah tidak tahu apa-apa. Sungguh Marry tidak berharap Linda sedang berakting dan menyembunyikan sebuah rahasia darinya. Marry masih ingin bersama Peter. Dan Jason serta calon adiknya sudah pasti tidak ingin kehilangan ayah.
"Bukankah semalam kau melaporkannya ke polisi? Apa kau tidak ingat?"
"Oh, itu." Linda menepuk keningnya. "Kupikir ada sesuatu terjadi pada Peter. Mereka berdua bertengkar di depan kamar–membuat tetangga terganggu. Dan aku tidak berani keluar, makanya aku menelpon Detective Scope."
"Hanya itu?" tanya Marry berhati-hati.
Linda mengangguk. "Ya, hanya itu. Tak lama, suara mereka tidak terdengar lagi. Kupikir mereka sudah pulang, atau ada yang melerai. Aku tidak tahu. Detektif Scope melarangku untuk membuka pintu bila sudah malam. Karena kejadian perampokan yang terjadi padaku, karena aku membuka pintu saat hanya aku seorang diri di rumah. Perampokan dan … "
Marry mengangkat tangan ke udara. "Kau tidak usah meneruskan, Linda."
Linda mengangguk. "Kau tahu Marry, aku belum bisa mengingat apapun. Maksudku, aku baik-baik saja. Tubuhku juga tidak ada luka apapun. Apa benar aku diperkosa? Oleh lima lelaki?"
Marry tak bisa lagi membendung rasa ibanya. Dia mendekati Linda dan mengenggam kedua tangannya. Selama ini, dia tak bisa membayangkan bila berada pada posisi Linda dan mengingat semua kejadian. Mungkin dia bisa gila dan memilih untuk bunuh diri.
"Bersyukurlah kau lupa pada semua kejadian itu, Linda."
"Kenapa? Detektif Scope sangat ingin aku bisa mengingat semuanya."
Marry menggeleng berkali-kali dan menggenggam tangan Linda. Terbayang di pelupuk matanya saat menunggui Linda di Rumah Sakit dalam keadaan koma. Dokter mengatakan bahwa Linda diperkosa oleh enam lelaki dengan brutal, diperkirakan dalam kondisi diikat dan muluntya disumpal kain. Dan sebuah pukulan benda tajam telah membuatnya pingsan dan berlanjut ke koma.
"Kau … tidak perlu mengingatnya."
"Lalu, bagaimana dengan kasusku?"
Marry menarik Linda dalam pelukannya. Dan air matanya meleleh tanpa bisa dicegahnya. Kini hilang sudah rasa cemburunya pada Linda. Bagaimana mungkin Linda bisa merayu Peter dalam kondisi seperti ini, dan Peter berani memanfaatkan situasi? Linda tak mungkin mengkhianatinya.
"Biarkan mereka menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri. Kau cukuplah menjadi Linda yang manis–seperti dulu."
Marry melepaskan pelukannya. Mereka saling bertatapan dan menggenggam tangan.
"Apa aku dulu begitu manis?" tanya Linda sembari mengusap air mata di pipi Marry.
Marry mengangguk berkali-kali. "Kau membantuku saat melahirkan Jason. Bahkan menemaniku berhari-hari di rumah untuk merawat Jason. Tanpa kamu, apalah aku sebagai wanita yang sebatang kara di kota ini."
Linda tertegun. Ada sekelebatan ingatan di kepalanya. Seorang bayi dan seorang lelaki. Lelaki yang mencuri-curi untuk menciumnya saat dia sedang menggendong bayi, hingga Linda tak bisa membedakan apakah bayi itu adalah bayinya atau Jason–anak Marry. Semakin diingatnya, bayangan lelaki itu semakin jelas–menyerupai Peter.
"Kenapa Linda?" tanya Marry tiba-tiba, menyentak Linda dari lintasan ingatannya.
"Ak-ku … tidak ingat, Marry. Apa aku merawat bayimu?" Linda menggeleng berkali-kali, lalu memegang keningnya yang mulai terasa berputar.
Marry tersenyum. "Tentu saja. Kau bahkan menungguiku saat aku senam–sembari membawa Jason jalan-jalan. Jason sudah seperti anakmu sendiri."
Linda terdiam. Ingatan seorang bayi dan ayahnya itu kembali mengganggunya. Selama ini, sesi terapi yang dijalaninya dengan Andre Smith, tak bisa membuat ingatannya terpancing seperti ini.
"Kenapa, kau mengingat sesuatu?" tanya Marry khawatir. Dilihatnya Lina berkali-kali mengernyit kening.
"Marry, apa benar aku tidak pernah punya bayi?" tanya Linda. "Kau bilang, aku menggendong bayimu saat kamu senam, dan aku seperti mengingat sesuatu."
Marry bertepuk kecil. "Aku membantumu mengingat sesuatu? Kau ingat menggendong Jason?"
Linda menggeleng. Lintasan ingatan yang barusan lewat telah membuat kepalanya seolah berputar. "Entahlah, aku tidak tahu. Aku melihat bayi dalam gendonganku, Marry. Terus …"
Marry meraih kembali tangan Linda. "Kau bisa Linda, kau pasti bisa mengingatnya. Sedikit demi sedikit, tidak masalah. Aku yakin lama-lama kau akan bisa mengingat semuanya."
Linda menggenggam tangan Marry dengan erat, dan Marry bisa merasakan tangan Linda menjadi gemetar dan berkeringat. Wanita di hadapannya tampak berusaha keras menggali ingatannya. Semakin lama, tangan Linda semakin gemetar dan Marry menjadi khawatir.
"Linda, kalau kau pusing–sebaiknya hentikan saja," bisik Marry.
Linda memejam mata dan melihat lintasan ingatan itu mendesak hadir. Bayi dalam gendongannya dan seorang lelaki yang tak lain ayah bayi itu. Lelaki itu menekan dirinya di dinding, menciumnya hingga dia kesulitan bernapas dan Linda membalas ciuman itu–hingga bayi dalam gendongannya nyaris terjatuh. Dia mengenal deru napas dan aroma lelaki itu.
"Peter …" desis Linda.
"Kau ingat sesuatu Linda?" tanya Marry khawatir.