Mungkin Erin benar. Bisa jadi juga salah.
"Dia memanipulasi anda, Nyonya Hall. Aku yakin, dia juga melakukan hal yang sama dengan pasien lain. Selalu mengunci ruang praktek saat sesi terapi. Apa anda tidak menyadari bahwa dia memanfaatkan anda, mengambil keuntungan dari anda? Bahkan mungkin saat anda dihipnotis dan tidur."
Linda mendesah, membolak balik badannya ke sana ke mari. Dia tidak bisa memicingkan mata malam ini. Selimut hangatnya mulai terasa gerah baginya, padahal pendingin kamarnya menunjukkan angka rendah. Tingkah Andre yang sama sekali tidak diduganya, benar-benar membuatnya merasa tidak punya muka di hadapan Erin dan suaminya. Terutama anak Erin yang baru berusia tujuh tahun.
"Kenapa Andre justru datang ke sini, di luar kebiasaannya sama sekali?"
Apakah lelaki itu sudah tak sanggup menahan hasratnya dan ingin melalui malam bersama dirinya? Linda menjambak rambut sebahunya. Terkadang, dia sendiri pun nyaris meledak bila Andre sudah mencumbunya. Kalau saja dia sudah bisa mengingat hubungannya dengan Andre sebelumnya, pasti mudah baginya melakukan bersama Andre.
Masalahnya, dia tak pernah yakin dengan siapapun. Dengan semua orang di sekelilingnya yang mengaku punya hubungan dekat dengannya selama ini. Mereka semua adalah orang asing baginya, bahkan sentuhan tangan mereka pun tak mampu membuatnya mengingat hal paling sederhana sekalipun.
Semua hidupnya seolah bermula ketika dia membuka mata di kamar Rumah Sakit. Sebelumnya, adalah hampa dan kosong. Setiap sesi terapi, adalah sesi yang melelahkan akal dan pikirannya–karena tak satupun yang berhasil diingatnya.
Linda membuka laci meja di sebelah ranjangnya. Mengeluarkan sebuah map plastik tebal, berisi foto-foto yang disediakan oleh Detektif Scope. Setiap malam, bila tidak bisa tidur, Linda menyempatkan untuk membuka map plastik berkancing itu.
Dalam map plastik itu terbagi menjadi dua bagian bila dilebarkan. Sebelah kiri adalah foto-foto yang sudah dikenal dan diingat oleh Linda. Dan di sebelah kanan adalah foto-foto yang harus diingatnya karena akan sangat membantu kasusnya.
Di sebelah kiri, ada beberapa foto yang sudah dikenalnya. Setiap ada foto di sebelah kanan yang sudah diingat dan dikenal oleh Linda, dia harus memindahkan foto itu ke sebelah kanan. Dan nama serta keterangan dari setiap foto, ada di balik foto.
Foto pertama dengan keterangan Linda Hilton atau Linda Hall. Nama yang asing baginya, padahal itu namanya. Sebuah foto dirinya dengan rambut lebih panjang dari sekarang. Linda mengakui dirinya cantik dan memikiat. Dia tidak heran bila Andre dan Peter mengejarnya. Mungkin selama ini, dua orang itu memang mengejarnya atau bahkan mereka menjalin hubungan gelap. Mungkin juga tidak.
Linda mengambil foto kedua. Aaron Hall. Suami Linda Hilton. Seorang lelaki tampan dengan kumis dan cambang lebat. Seorang pengedar narkoba yang mengklamufase bisnisnya dengan bisnis ekspor impor dan pengiriman barang.
"Hm, jadi aku sebenarnya istri seorang kriminal?"
Linda sama sekali tidak mengingat suaminya. Berikutnya adalah Peter Hall, adik iparnya. Lelaki ini tidak kalah tampan dengan Aaron Hall, lebih manis dan berkulit lebih gelap. Linda mengelus foto di hadapannya. Berhadapan dengan Peter Hall, kadang membuatnya bingung harus bersikap seperti apa. Lelaki itu sudah beristri dan punya anak kecil–tapi kenapa dia justru lebih intens mengejarnya daripada Andre? Apakah memang sebelumnya mereka sepasang kekasih yang terhalang untuk bersama karena adanya Aaron dan Marry?
Linda melempar map plastik di pangkuannya. Siapa sebenarnya lelaki yang memilikinya? Aaron, Andre atau Peter? Beberapa foto di bilah sebelah kanan map, bahkan sangat asing baginya.
Bel berbunyi, membuat Linda termangu sejenak. Meraih ponselnya dan melihat aplikasi kamera yang terpasang di pintu kamar apartemennya. Tidak ada yang tahu Linda memasang kamera tersembunyi di depan pintu kamarnya, dan menginstall aplikasi di ponselnya. Detektif Scope adalah satu-satunya orang yang mengetahui tentang keberadaan kamera tersebut, karena dia yang menyarankan Linda untuk memasangnya.
Bila orang yang bertamu tidak dikenalnya dan tidak diingatnya, maka Linda harus menelpon Detektif Scope bila orang itu memaksa masuk.
Linda mendekatkan layar ponsel ke wajahnya ketika bel kembali berbunyi.
"Mau apa lagi dia?" keluhnya ketika mengenali wajah Peter di depan pintu kamar apartemennya.
Sejurus kemudian, Peter menelpon. Linda melemparkan ponselnya ke atas ranjang, lalu meraih outer piyama yang tergeletak di ranjang. Bila dia tak segera menemui Peter, maka Peter akan menelpon pengelola apartemen dengan alasan khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada Linda. Dan itu akan sangat menyebalkan.
Linda membuka pintu dan mendapati Peter berdiri di hadapannya dengan gaya machonya. Memasukkan kedua tangan ke saku celana depan, dan membuka satu kancing baju bagian atasnya.
Peter Hall hendak merayunya lagi.
"Kau sudah tidur?" tanya Peter sembari memindai Linda dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Linda melipat tangan dan menyandar ke kusen pintu. Memastikan Peter untuk tidak masuk ke dalam apartemennya. Dia tidak ingin membuat masalah dengan Marry. Wanita itu terlalu baik padanya.
"Belum."
"Kau memikirkan aku?" tanya Peter percaya diri yang disambut sudut bibir Linda terangkat.
"Apa yang membuatmu berpikir demikian. Mengingat kejadian itu saja sudah membuat kepalaku pusing. Aku tidak ingin bertambah pusing dengan memikirkanmu, Peter Hall."
Peter menyeringai senang. "Aku baru menemui Aaron Hall. Kurasa, sebaiknya kau menemuinya di penjara dan katakan padanya kalau kita sepasang kekasih. Maka kau dan aku akan bisa kembali seperti dulu. Hukuman untuk Aaron akan diterimanya pekan depan, itu artinya kita akan punya banyak waktu–bertahun-tahun. Aku berjanji akan mengembalikan ingatanmu hanya dalam satu malam."
Linda meringis. Peter sama sekali tidak ingat pada anak dan istrinya. Yang ada di otaknya hanyalah bagaimana bisa mendapatkan dirinya. "Mengembalikan ingatanku dalam satu malam? Bahkan psikiaterku tidak bisa melakukannya dalam tiga bulan ini."
"Ck, Andre Smith. Dia tidak perlu tahu caranya."
Peter mendekati Linda, menempelkan tangan di kusen di atas kepala Linda. Dan tangannya perlahan memeluk pinggang Linda. Linda bergeming sembari menatap Peter tak berkedip. Entah apa yang pernah mereka lakukan sebelumnya sehingga Peter yakin bisa mengembalikan ingatannya.
"Oh ya, katakan padaku, bagaimana caranya," bisik Linda, membiarkan Peter menempelkan bibirnya di telinga Linda. Lelaki itu bahkan meniup lembut telinganya, membuat Linda meremang sekujur badan. Nalurinya sebagai seorang wanita, ternyata tidak berkaitan dengan memorinya.
"Kau ingat hembusan napasku, kan?" bisik Peter, lalu meniup tengkuk Linda.
"Sayang sekali tidak, Peter. Katakan saja, bagaimana caranya supaya aku mengingatmu."
Peter berbisik di telinga Linda. "Malam sebelum kejadian itu, kau dan aku. Kita memadu cinta di tenda belakang rumahmu. Bahkan aku masih menyimpan selimut yang kita pakai bersama. Malam itu kau berjanji padaku, bahwa kita akan bertemu setiap malam. Tak peduli pada Aaron, tak peduli pada Marry. Karena mereka yang telah memisahkan kita selama ini."
Linda merasa sesuatu bangkit dari dalam jiwanya. Bisikan Peter yang lembut–jauh berbeda dengan sikap pemarahnya, seperti mengingatkannya pada sesuatu. Pikirannya tiba-tiba buntu ketika Peter mulai menciumi lehernya dengan lembut. Dia menikmati inci demi inci bibir Peter menjelajah lehernya.
"Linda, kau tak pernah bahagia dengan Aaron. Aku heran, bagaimana bisa Aaron membiarkan bidadari secantik dirimu kesepian setiap malam?"
Linda mendesah pelan, membuat Peter semakin berani dan menekan badan Linda di kusen pintu. Namun ketika tangan Peter bergerak untuk membuka daun pintu lebih lebar, tahu-tahu Linda melompat mundur dan menutup pintu dengan cepat.
Peter tak sempat mendorong pintu, suara Linda mengunci pintu sudah terdengar.
"Pulanglah, Peter. Marry membutuhkanmu. Tadi sore dia menelponku, mengatakan kalau dia sedang mengandung anakmu."
"Sial," maki Peter kesal. Ingin dia mendobrak pintu dan memaksa Linda mengakui bahwa Linda pun menginginkan dirinya. Sikapnya yang kadang menyambut dan menerima Peter, lalu kemudian menolak dan membuat Peter kesal–semakin membuat Peter penasaran.
"Marry, kau …" geramnya sambil membalik badan dan melangkah pulang. Sepertinya dia harus menyalurkan hasratnya yang terlanjur bangkit pada Marry. Hanya wanita itu yang tak akan pernah menolaknya.