Rona bahagia justru terpancar di wajah Abimana yang saat ini tengah bertandang ke sebuah apartemen. Setelah sekian hari sejak perceraiannya dengan Kinara sudah diputuskan, Abimana memang merasa bahwa hal itu tak lagi menjadi beban berat bagi dirinya. Meskipun Rodian, selaku ayahnya ,masih saja marah dan kecewa karena dirinya telah menghilangkan kesempatan untuk memperbesar Erlangga Real Estate, hal itu pun tak menyurutkan setitik sukacita yang mulai menyapa hatinya. Setidaknya, ia bisa terlepas dari wanita bernama Kinara yang tak hanya serakah dan kaku, mantan istrinya itu ternyata benar-benar egois.
Apartemen yang menjadi persinggahan Abimana merupakan salah satu aset miliknya. Namun bukan berarti dirinya bisa tinggal di sana dengan leluasa. Pasalnya, Bianca Roseli telah menjadi penghuni dalam waktu setidaknya tiga bulan terakhir. Tepatnya ketika hubungannya dengan Abimana sudah menginjak usia dua bulan. Ya perselingkuhan Abimana dengan wanita itu sudah terjalin selama lima bulan lamanya.
"Saya senang Tuan Abimana bisa benar-benar terlepas dari wanita itu. Seperti perkataan saya sebelumnya, istri Tuan itu sangat menakutkan, dan akhirnya pernyataan saya benar-benar terjadi, bukan?" ucap Bianca sembari memeluk pinggang Abimana, sementara Abimana sedang berbaring di sisinya. "Lebih baik seperti ini. Kita pun bebas untuk berduaan tanpa merasa khawatir lagi."
Abimana tersenyum, lalu mengangkat kepalanya untuk bisa mengecup kening wanita simpanannya tersebut. "Ya, memang lebih baik dan kau benar, Sayang, kita bisa lebih leluasa dan lebih lega. Sayangnya, aku harus dimarahi oleh ayahku berkali-kali. Bahkan, aku diancam tidak akan diberi hak waris atas perusahaan," sahutnya.
"Mm?" Bianca memutuskan untuk membangkitkan dirinya. Ia mengambil sikap duduk dengan menghadapkan diri pada tubuh Abimana. Matanya menatap wajah pria itu dengan sorot yang terkejut sekaligus penuh tanda tanya. "A-apakah itu benar? A-apa Tuan Abimana akan dicoret dari calon ahli waris?"
Hela napas panjang diambil oleh Abimana, kemudian ia pun mengikuti sikap sang kekasih tersayang. Ia berikan gelengan kepala untuk membuat Bianca sedikit lebih lega. Lalu, usapan halus ia usapkan di pipi wanita itu.
"Tidak benar. Belakangan ini aku tahu kalau ayahku hanya berbohong. Hanya demi mempertahankan pernikahanku dengan Kinara, Bianca. Lagi pula, aku adalah anak semata wayang. Kesalahan sebesar apa pun yang aku lakukan, tidak akan membuatku batal menjadi ahli waris selanjutnya. Selain itu, Ayah tidak memiliki siapa pun lagi, selain diriku sejak ibuku meninggal. Jadi, satu-satunya orang yang bisa terus memimpin perusahaan hanyalah diriku."
"Benar-benar tidak memiliki siapa pun?" Dahi Bianca berkerut, di mana matanya pun kian melebar karena masih ada setitik ketidakpercayaan. Mana mungkin seseorang tidak miliki satu pun kerabat di dunia ini, selain hanya seorang anak laki-laki.
Abimana bergeming dalam beberapa saat. Butuh waktu baginya untuk memberikan jawaban. Ada rahasia yang tidak boleh diketahui oleh siapa-siapa. Namun, mungkin saja beberapa orang telah mengetahuinya. Perihal ayahnya yang tidak jauh berbeda darinya, bahkan lebih parah, kerap bermain wanita. Apalagi setelah ibu Abimana meninggal dunia, Rodian semakin tergila-gila pada wanita sewaan VVIP-nya. Bahkan Rodian tak ingin menikah lagi agar bebas memilih siapa pun untuk menemani malam-malamnya yang sepi.
"Ada seorang paman. Tapi, hubungan kami telah lama berakhir. Ayahku tidak menyukai pamanku dan mengakhiri hubungan kekerabatan. Dan ... begini, ini rahasia, mm, ayahku ... suka bermain wanita."
"Oh ...." Bibir Bianca yang saat ini tidak terpoles lipstik itu mengerucut, sementara matanya berputar sebentar. "Seperti Tuan Abimana?"
Abimana cukup tersentak. "Apa?"
"Bukankah Tuan Abimana juga sedang bermain wanita padahal sudah menikah? Selain itu, mungkin saja di belakang saya, Tuan masih punya wanita simpanan lain. Iya, 'kan?"
"Apa?" Kata yang sama kembali keluar dari mulut Abimana. "Hahaha!" Dan tawanya pun terdengar.
"Ke-kenapa Tuan malah tertawa? Saya kan bertanya dan cukup curiga. Anak dan ayah kan bisa memiliki hobi yang sama."
"Pft ... oke, oke, begini, aku tidak seserakah itu, Sayang. Aku mungkin sudah mempermainkan mantan istriku, tapi percayalah aku tidak mungkin mempermainkan dirimu. Mantan istriku adalah wanita yang sangat kaku, dia bahkan tidak memiliki banyak ekspresi, dan hal itu membuatku kerap bosan berada di rumah. Sampai aku menemukan dirimu, lalu merasa ada warna baru. Kau pandai menyenangkan hatiku, kau cantik, dan sedikit lebih lemah. Aku ingin menjadi pria yang dapat diandalkan, sementara mantan istriku adalah orang yang kerap mengandalkan dirinya sendiri. Dia sangat membosankan! Sangat berbeda jika dibandingkan dirimu, Bianca. Jadi, percayalah, kau segalanya bagiku, Bianca."
"Oh ... manis sekali, Tuan. Bianca akan memercayai Tuan. Selamanya pun saya akan selalu menyenangkan hati Tuan."
Bianca lebih mendekatkan dirinya pada Abimana, lalu berangsur melesakkan diri ke dalam pelukan pria itu. Menjadi wanita yang dipilih oleh pria yang sudah beristri justru menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Bianca. Itu artinya dirinya jauh lebih baik daripada Kinara yang sudah memiliki banyak kekayaan. Meski awalnya Abimana berniat untuk mempertahankan rumah tangganya dengan Kinara, Bianca tetap merasa baik-baik saja. Pasalnya, Abimana hanya mengincar penggabungan kedua perusahaan demi memperbesar bisnis, bukan karena ingin bersama Kinara lebih lama.
"Tuan, ada tas branded keluaran baru dan mm, limited edition. Saya akan kehilangan barang itu, kalau tidak segera membelinya dalam tiga hari ini," ucap Bianca sembari kembali menarik dirinya, lalu menatap Abimana dengan pancaran mata penuh harap.
Abimana tersenyum. "Kau ini imut sekali kalau sedang membujuk. Baiklah, baiklah, kau tinggal menunjukkan di mana aku bisa membeli dan aku yang akan langsung membelikannya untukmu."
"Be-benarkah? Tidak apa-apa?!"
"Tentu saja, Gadisku. Tapi ... kau harus ...."
"Aaakh!"
Bianca terpekik ketika Abimana kembali menerjang dirinya. Oh, sepertinya malam ini ia harus bergadang lagi. Namun, tentu bukan masalah besar. Selama Abimana bisa memberikan apa yang ia inginkan. Sebuah tas branded yang hanya diproduksi lima buah di dunia ini. Ia pasti akan semakin dipandang hebat oleh teman-temannya, ketika berhasil mendapatkan tas tersebut.
***
Keadaan jauh berbeda dialami oleh Kinara yang masih bertahan di kantor firma hukum milik Pramono. Sudah pukul sepuluh malam, tetapi ia belum ingin pulang dan memutuskan untuk duduk-duduk sebentar. Sementara Kresna masih bekerja di ruangannya, setelah Kinara sempat mengganggu untuk memberikan berkas bukti baru. Sebenarnya Kinara ingin membantu, tetapi Kresna menentang. Kresna berharap Kinara cepat pulang dan lekas tidur dengan nyenyak sekaligus nyaman. Sayangnya, Kinara justru membangkang.
Rasa sepi membuat Kinara enggan untuk menempati kamar hotelnya sendiri. Meski banyak tamu yang bertandang, tetapi tak membuatnya ingin membaur dan menyapa mereka serta mengaku bahwa dirinya adalah anak dari pemilik tempat itu. Ia tidak pandai untuk hal itu. Ia menyukai ketenangan, tetapi belakangan ini kesenyapan justru membuatnya tersiksa, alih-alih tenang seperti sebelum-sebelumnya.
Taman kantor Pram Indonesian Consultant itu terletak sangat dekat dengan jalan raya. Posisi tanah yang lebih tinggi, membuat Kinara bisa melihat beberapa kendaraan yang lewat, apalagi kursi panjang yang ia duduki menghadap ke arah jalan raya, di tambah dinding pembatas yang memiliki lobang kotak-kotak. Meski tak terlalu ramai karena waktu memang sudah larut, Kinara tetap merasa lebih baik, daripada sendirian di dalam hotelnya.
"Nyonya masih ada di sini?"
Suara itu membuat Kinara agak tersentak, tetapi tak sampai berjingkat. Suara Kresna, tidak salah lagi! Setelah menebak, Kinara langsung menoleh untuk menatap pria yang sudah berdiri di sampingnya, di sisi dari kursi panjang yang ia duduki. Sementara mobil pria itu tampak terhenti di pinggir jalan menuju keluar.
Mata Kinara mengerjap-ngerjap. Seketika salah tingkah menerjang dirinya. Lantas, ia pun bangkit, dengan salah satu jemari yang sibuk mengusap-usap tengkuknya sendiri.
"Ah, ya, mm sudah lama saya ingin mencoba untuk duduk di sini. Anda lihat tempatnya sangat bagus untuk menikmati keadaan jalan raya," jelas Kinara. Segera setelah itu, ia menghela napas panjang untuk sekadar mengendalikan diri dari salah tingkah yang menghampiri.
Kresna tersenyum. Tak ada kata yang ia ucapkan dalam beberapa saat, karena dirinya justru sibuk mengamati setiap gurat yang tertera di wajah Kinara. Wanita itu ... tampak tidak baik-baik saja.
"Baiklah, kalau begitu, Nyonya tunggu di sini sebentar saya," ucap Kresna. "Tunggu saya ...."
"U-untuk apa?"
"Tunggu saja, Nyonya!"
Kresna yang masih enggan untuk memberikan penjelasan segera bergegas meninggalkan Kinara. Alih-alih masuk ke dalam mobilnya, Kresna justru menuju ke lobi kantor tersebut. Beberapa temannya masih ada di dalam, jadi ada beberapa lampu ruangan yang belum dimatikan.
"Sebenarnya dia ingin melakukan apa? Membahas sesuatu lagi?" gumam Kinara yang bertanya-tanya sembari memandang kepergian Kresna.
***