"Mama, sakit. Hu...hu...hu..." Gavriel menangis saat ia terjatuh dari atas punggungku, aku dan dia bermain kuda-kudaan. Tapi, dia memukulku cukup keras hingga aku bangun dan dia pun terjatuh.
Mama yang sejak tadi bersantai didepan televisi sambil membaca majalah, berlari mendatangi aku dan Gavriel yang masih tetap menangis. Aku membantu Gavriel bangun, lututnya sedikit lecet dan mengeluarkan sedikit darah.
"Kenapa, Sayang? Coba Mama lihat," mama mengecek tubuh Gavriel, saat mendapati luka dilututnya. Mama terlihat marah, dan menatapkaku begitu tajam.
"Kamu apakan adikmu, Jonathan? Sampai dia terluka seperti ini!" Suara Mama meninggi, hingga aku takut untuk menjawabnya.
Aku tidak sengaja, itupun karena Gavriel memukulku terlalu keras. Aku takut Mama marah jika mengatakan yang sebenarnya terjadi. Semenjak ada Gavriel, Mama sering memarahiku. Awalnya aku merasa Mama tidak adil padaku dan Gavriel. Namun, Papa selalu memberikan pengertian padaku. Bahwa sikap Mama yang seperti ini, karena Gavriel masih kecil. Saat Mama melahirkan Gavriel, aku masih berusia 2 tahun. Sekarang usiaku 8 tahun dan Gavriel 6 tahun.
"Jawab, Jo. Apa yang kamu lakukan pada Adikmu?"
"Di_dia terjatuh dari punggungku, Ma. Tadi Gavriel memukulku terlalu keras. Jadi, aku reflek bangun. Dan Gavriel jatuh." Aku menjelaskan kejadian yang sebenarnya, sebelum Mama marah besar padaku. Meskipun, aku tau setelah ini Mama akan memukulku atau mencubitku. Aku sudah terbiasa dengan perlakuan Mama, apalagi Gavriel sampai terluka, pasti dia memarahiku habis-habisan.
"Pasti kamu sengaja kan, buat Gavriel jatuh dan terluka seperti ini! Dasar, anak tak tau diuntung kamu ini. Sini kamu, Mama harus beri kamu hukuman biar jera."
"Ampun, Ma. Jo gak sengaja, maafin Jo, Ma. Hu...hu...hu..." Mama menjewerku, tidak hanya itu. Ia juga menyeretku menuju gudang. Melemparku kedalam gudang, dan menguncinya dari luar. Ku gedor-gedor pintu dari dalam, berharap Mama bisa memaafkanku dan tak mengurungku disini.
"Mama, tolong buka pintunya, Ma. Jo takut, Ma. Hu...hu...hu..."
"Kamu Mama kurung seharian, sampai nanti papamu pulang. Biar dia tau, kalau kamu sudah berbuat jahat sama Gavriel. Itu hukuman untukmu, Jo."
"Jo janji gak akan berbuat seperti itu lagi sama Gavriel, Ma. Buka pintunya, Ma. Hu...hu...hu..." Tidak ada jawaban dari luar sana, apa mungkin Mama sudah pergi. Aku takut berada di Gudang, disini gelap dan banyak debu dan kecoa.
Mama benar-benar meninggalkan aku seorang diri disini. Kenapa Mama tega melakukan ini padaku, padahal waktu aku jatuh dari sepeda karena ulah Gavriel, Mama tidak memarahinya. Ia hanya berkata, Gavriel tidak sengaja. Dan memintaku untuk memakluminya, dengan alasan Gavriel lebih muda dariku.
Aku merasa semua ini semakin tak adil bagiku, aku juga anak Mama. Tapi, dia selalu saja membela Gavriel. Memarahiku saat Gavriel merengek, apa salahku sehingga Mama memperlakukan aku seperti ini?
***
Sudah setengah hari aku dikurung digudang, tapi Mama belum juga datang dan mengeluarkan aku dari tempat ini. Aku sangat lapar, pagi tadi hanya sarapan roti dan susu. Tanganku saja mulai gemetar, dan rasanya tubuhku juga mulai lemas. Kemana Mama? Apa dia lupa, kalau aku masih ia kurung didalam gudang.
Ya Tuhan...semoga Papa lekas pulang dan mengeluarkan aku dari sini. Aku benar-benar tidak kuat menahan rasa lapar, sejak tadi perutku sudah berbunyi minta diisi. Selama ini, hanya Papa yang selalu menyelamatkan aku dari amarah Mama. Meski begitu, Papa juga lebih memprioritaskan Gavriel dari pada aku. Hanya saja, Papa tak pernah marah padaku seperti Mama. Sering kali aku meminta sesuatu pada Papa, dia selalu menuruti keinginanku. Tidak seperti Mama, meski kaya, ia jarang membelikan aku mainan atau barang apapun semenjak ada Gavriel.
Diusiaku yang masih balita, aku sudah merasakan kurangnya kasih sayang Mama. Tapi, menurut Papa, itu hanya pikiranku saja. Karena, dulu kehadiranku juga sangat membuat Papa dan Mama bahagia. Mama begitu menyayangiku, dan memanjakanku. Papa bilang, Mama sangat menyanyangiku meski sering memarahiku. Hal ini Mama lakukan, karena ia sayang padaku. Akan tetapi, aku sama sekali tak merasakan kasih sayang yang Papa bilang itu. Yang ada malah, hampir setiap hari aku dimarahi.
Aku sangat iri pada Gavriel, karena mendapatkan kasih sayang yang begitu besar dari Mama. Namun, meski begitu. Aku tetap menyayangi Gavriel, dia adikku. Aku harus bisa melindunginya dari apapun, dan tidak pernah sedikitpun tersebit rasa benci padanya. Meski aku kerap kali dimarahi karena ulahnya yang nakal.
Krek...
Pintu terbuka, ternyata Papa sudah pulang. Aku berhambur ke pelukan Papa, aku senang dia pulang. Dengan begitu, aku bisa keluar dari gudang yang kotor dan gelap ini.
"Jo takut di gudang sendirian, Pa." Ucapku sambil menahan air mataku yang hendak megalir dipipi.
"Gak papa, kan sudah ada Papa. Ayo kita keluar! Kamu pasti lapar, iya kan?" Aku mengangguk mengiyakan ucapan Papa. Ku hapus air mata yang sedikit terjatuh dipipi
Papa menuntunku menuju meja makan, disana ada Mama yang sedang menyuapi Gavriel. Mama masih terlihat marah padaku, tatapannya membuatku takut. Aku bersembunyi di belakang Papa, karena takut Mama akan memarahiku lagi.
"Untuk apa Papa keluarkan dia dari gudang, Pa. Biarkan saja dia disana seharian. Sebagai hukuman, karena dia sudah membuat Gavriel terluka."
"Sudahlah, Ma. Jonathan masih kecil, jangan terlalu keras padanya. Papa yakin, dia juga tidak sengaja melakukan itu. Benarkan, Jo." Papa bertanya padaku seraya melihatku yang ada dibelakangnya. Aku mengangguk saja, takut menjawab.
"Sekarang Jo minta maaf ya! Sama Adek Gavriel, nanti setelah makan siang, bisa main bareng lagi." Ucap Papa menenangkanku.
"Sini, Mas Jo. Duduk sama Gavriel, ini ada ayam goreng kesukaan , Mas Jo. Tadi Mama yang goreng loh! Enak banget." Gavriel tampak girang melihatku, dia memang seperti itu. Selalu memberikan apa yang Mama masak padaku, karena setiap kali aku ingin makam ayam masakan Mama, selalu dilarang sebelum Gavriel mencobanya terlebih dahulu.
Aku berjalan menghampiri Gavriel dimeja makan, ku lepas genggaman Papa tadi. Mama tampak kesal, karena Gavriel memberi aku ayam goreng yang dimasaknya.
"Mas Jo minta maaf ya, Dek, gara-gara mas Jo, kamu jadi jatuh tadi."
"Iya, gak papa kok, Mas. Gavriel juga minta maaf ya! Karena mukul mas Jo terlalu keras." Kami berdua tersenyum dan berpelukan.
Yah, Papa selalu mengajarkan padaku dan Gavriel, setelah berbuat salah harus meminta maaf dan memaafkan. Kemudian berpelukan, sebagai tanda persaudaraan.
Aku duduk dimeja dekat dengan Gavriel. Makan siang bersama Papa dan Mama, juga Gavriel. Aku sangat lahap menyantap makananku, karena sejak tadi aku sangat kelaparan di gudang.