Chereads / Pembalasan Sang Nyonya / Chapter 19 - Ingin Berlagak Jago, Tapi Gagal!

Chapter 19 - Ingin Berlagak Jago, Tapi Gagal!

Kresna mengambil alih mobil milik Kinara, mengingat kondisi emosi wanita itu mungkin masih belum stabil. Tentu saja keputusannya sempat ditentang, bahkan tak luput diberikan kata-kata pedas oleh Kinara yang mengingatkannya akan posisinya yang hanya sebagai pengacara. Namun, lebih baik Kresna membantah ucapan Kinara daripada membiarkan Kinara mengebut lagi. Tidak ada yang mengetahui kapan seseorang akan mengalami kesialan di tengah jalan, bukan?

Karena tidak ingin terlalu lama bersitegang, apalagi di hadapan para karyawan gerai perhiasannya tersebut, Kinara memutuskan untuk menuruti ucapan Kresna. Hari yang sudah mulai gelap membuat para wartawan sudah membubarkan diri sejak tadi. Karena tak hanya karena waktu saja yang mereka pikirkan, banyak pria berjas hitam yang tiba-tiba datang untuk menghalau mereka agar segera pergi. Yang kemudian Kinara ketahui, mereka adalah para pengawal ayahnya yang dikirim khusus untuk melindunginya. Sepertinya ayahnya pun sudah tahu tentang ide konyol Abimana untuk mengadakan diskon besar-besaran.

Kinara menghela napas. Sejenak ia memejamkan matanya dan berangsur meletakkan kepalanya di jendela mobil bagian belakang yang dekat dengan posisi duduknya. Dan ya, ia sengaja memilih kabin mobil bagian belakang karena tidak ingin terlihat begitu akrab dengan Kresna, meski pria bahkan tidak tersinggung jika diposisikan seperti seorang sopir pribadi.

"Bagaimana jika kita mampir sejenak ke salah satu kafe kopi, Nyonya? Anda tampak belum siap untuk memulai pekerjaan," ucap Kresna memberikan ide.

"Lanjutkan saja untuk ke perusahaan, Tuan Kresna. Tolong jangan membuat saya semakin pusing dengan ide-ide yang Anda berikan, dan yang tidak berkenan di hati saya," sahut Kinara cepat. Tak ada sedikit pun kesempatan yang ia berikan, agar Kresna merasa bangga. "Saya tidak ingin ke mana pun, selain kantor saya sendiri!"

"Oh, Nyonya. Hanya minum kopi sebentar saja kok. Cari kelegaan. Agar lebih tenang dan lega. Tenang saja, saya tahu di mana kafe yang memiliki fasilitas private."

Kinara langsung membuka mata serta mengangkat kepalanya. Detik berikutnya, ia menatap Kresna dengan tajam, di saat pria itu juga tengah memandang pantulan wajahnya di kaca mobil.

"Apa Anda tidak mendengarkan ucapan yang baru saja saya katakan, Tuan Pengacara? Saya hanya ingin ke kantor saya sendiri!" Tegas dan lantang, Kinara sudah benar-benar muak dengan sikap kurang ajar pengacaranya itu.

Namun, hanya sekadar ketegasan saja yang bisa Kinara tunjukkan. Ia tidak bisa memberikan makian. Mau bagaimana pun pria itulah yang akan membantunya dalam menangani segala kasus yang menyulitkan dirinya akhir-akhir ini. Selain karena posisi Kresna yang merupakan pengacara pribadi, Kinara bukan seseorang yang kerap berkata kasar sekalipun dirinya berada di dalam keadaan marah besar.

"Baik, Nyonya, baik!" sahut Kresna yang akhirnya setuju, tetapi dari raut wajahnya itu, ia masih terkesan mengentengkan ucapan Kinara. "Duh, nyonya yang kaku, galak, dan ... sulit dipengaruhi," lirihnya.

Kresna langsung menaikkan kecepatan mobil itu, melewati beberapa mobil lain yang berada di depannya. Sebaiknya ikuti saja arahan Kinara yang tetap memaksakan diri ingin bekerja, sementara hati wanita itu masih tidak baik-baik saja. Meski tidak terlalu terpengaruh atas ketegasan Kinara, Kresna tetap harus mempertimbangkan kalimat Kinara yang mengatakan bahwa dirinya hanyalah sebatas pengacara. Pengacara yang harus menuruti intruksi, perintah, berpikir keras untuk memenangkan sidang, dan baru akan diizinkan untuk memberikan nasihat di saat menghadapi beberapa kasus rumit nantinya.

***

Sekitar 20 menit setelah sampai di gedung kantor perusahaannya, Kinara berjalan ke arah elevator untuk menuju ruang kerjanya yang berada di lantai atas. Di belakangnya, Kresna masih tampak membuntutinya dengan sikap yang benar-benar santai. Pria itu seperti tidak pandai bersikap sesuai kondisi. Beruntungnya, nyaris semua karyawan sudah mengerti dan mengenal bagaimana sosok Kresna yang didapuk sebagai pengacara utama bagi pimpinan mereka. Justru, banyak sekali karyawan yang akrab dengan Kresna.

Melupakan persoalan Kresna dengan segala keunikannya, kini Kinara sudah sampai di lantai di mana ruang kerjanya berada. Isabela langsung berdiri untuk memberikan sambutan. Dan sepertinya Isabela hendak menyampaikan sesuatu, tetapi Kinara yang sudah lelah, memutuskan untuk mengabaikan sejenak sekretarisnya tersebut. Ia butuh waktu setidaknya setengah jam untuk benar-benar tenang.

Namun, setibanya di dalam ruangan, Kinara justru dikejutkan oleh keberadaan seseorang. Yang tidak lain adalah ... Abimana. Wah! Rupanya pria itu langsung datang ke perusahaan Kinara. Tidak ada maksud lain di hati Abimana, selain memperolok Kinara, bukan? Kresna sampai terdiam melihat keberadaan musuh kliennya tersebut. Sepertinya akan terjadi perdebatan panjang lebar setelah ini.

"Kau ...? Masih punya muka untuk datang kemari, Abimana?" ucap Kinara memberikan sindiran. Raut wajahnya masih datar, tetapi pancaran matanya begitu tajam.

Abimana langsung bangkit dari posisi duduk yang ia ambil di salah satu sofa ruangan tersebut sejak kedatangannya 10 menit yang lalu. "Aku sudah menunggu sejak tadi, Istriku yang cantik," katanya sembari mengambil langkah dengan lagak yang pongah.

"Istri? Maksudmu? Aku?"

"Benar, kita kan belum resmi bercerai." Abimana terkekeh. "Bagaimana dengan kejutan yang aku berikan hari ini, Sayang?"

Kinara masih tidak habis pikir jika dirinya sempat membangun bahtera rumah tangga dengan pria seperti itu. Sosok Abimana yang selalu ia anggap sebagai pria bertanggung jawab dan penuh kharisma seolah hanya hasil imajinasinya saja. Nyatanya, Abimana memiliki sifat yang jauh lebih memuakkan dibandingkan saat pria itulah melabraknya untuk pertama kalinya. Sepertinya memang masih banyak sifat buruk yang terselip di dalam diri pria itu.

Abimana mendongak dan menatap Kresna yang lebih tinggi darinya. "Bisakah Anda memberikan kami waktu untuk berbicara berdua saja, Taun Pengacara Pemula?" katanya yang memiliki arti hendak mengusir Kresna.

Kresna menaikkan kedua alisnya dan terdiam sesaat. Ia berlagak bodoh, tetapi tak berselang lama, bibirnya langsung melengkung ke atas. Sebuah senyum ia torehkan tanpa sedikit rasa gentar.

"Kenapa saya harus keluar?" tanya Kresna begitu santai.

Kinara ingin menoleh ke arah Kresna dan meminta pengacaranya itu keluar saja. Namun, entah mengapa ia justru tidak kuasa.

"Anda tidak memiliki wewenang untuk mengusir saya, Tuan Abimana. Bahkan, memberikan intruksi kecil pada saya pun tidak akan bisa. Anda bukan klien saya sekaligus bukan atasan saya," ucap Kresna begitu berani. Senyum itu kian ia lebarkan lagi. "Hanya Nyonya CEO yang berhak untuk itu."

Abimana menggertakkan gigi. Harga dirinya terluka oleh pria muda yang belakangan ini kerap membuatnya kesal. Sebab ia harus mengakui kehebatan Kresna yang masih muda, dan selalu mengalahkan pengacara pribadinya sendiri. Padahal dalam segi usia, tentu saja pengacara yang telah Abimana sewa jauh lebih banyak dibandingkan Kresna.

"Apa kau tetap akan membiarkan lalat pemula ini untuk berada di sini, Kinara?" tanya Abimana dan lantas menatap wajah wanita itu.

Kinara membalas tatapan Abimana. "Kenapa tidak? Tidak ada alasan bagiku untuk mengusir beliau dari tempat ini. Dan kau sudah bukan suamiku lagi, Abimana. Kau hanya sampah yang membuatku sakit mata. Jadi, daripada Tuan Kresna yang pergi, lebih baik kau saja."

"Apa katamu? Apa kau lupa jika kita belum resmi bercerai?!"

"Ya memang belum ada putusan. Tapi, mediasi di antara kita pun gagal. Hanya aset itu dan rumah itu yang aku inginkan, bukan dirimu."

"Apa katamu?! Setelah aset, kini rumah? Rumah yang kita tinggali?"

Kinara mengangguk pelan. "Benar. Itu adalah rumahku. Aku yang mengurusnya. Aku yang mencari asisten rumah tangga. Aku yang kerap tinggal di sana, bukan kau yang justru kerap pulang malam hanya untuk meruntuhkan kewajiban. Anggap saja aku hanya menginginkan harta gono-gini atas perceraian kita, Abimana."

"Kau ... kau benar-benar serakah, Kinara!"

"Bukan serakah, tapi realistis," sela Kresna. Ia pun maju, agak membelakangi Kinara. "Selama ada bukti yang jelas tentang kepemilikan beliau atas rumah tersebut, tidak ada salahnya."

"Kau ...? Apa kau bodoh? Kalian penggugat tidak akan ada harta gono-gini!"

"Kata siapa? Selama tidak ada larangan di dalam surat perjanjian pra-nikah kalian, Nyonya Kinara masih berhak meminta harta gono-gini. Kecuali soal perusahaan yang tidak bisa dituntut lagi. Kalian berdua tidak berhak atas perusahaan masing-masing, atau tempat usaha lainnya milik masing-masing selama tidak ada pencampuran atas semua aset tersebut. Sementara rumah merupakan aset yang Anda berdua beli dengan harta bersama dan tidak tercantum di dalam surat perjanjian, artinya Nyonya Kinara berhak menuntut atas rumah tersebut. Termasuk gerai perhiasan yang nyatanya mendapatkan kontribusi besar dari Diamond Palace, bukan Erlangga Real Estate. Nyonya Kinara selaku CEO dari Diamond Palace pun berhak melakukan akuisisi sepenuhnya atas gerai tersebut. Kami bisa mengganti rugi atas kontribusi Tuan Abimana serta Erlangga Real Estate, dan gerai tersebut akan menjadi milik Diamond Palace tanpa campur tangan Erlangga sama sekali."

Abimana langsung terdiam. Diam yang menyimpan seribu kebencian. Ia benci Kresna menjelaskan semuanya, seolah dirinya tidak tahu apa-apa. Niat untuk berlagak sok jago kini harus dihancurkan oleh keberadaan pengacara muda itu.

"Sial! Lihat saja, Kinara. Jika kau merebut semua aset bersama kita, aku pun tidak akan segan-segan untuk menghancurkan semua aset itu!" tegas Abimana setelah akhirnya memutuskan untuk berlalu.

***