Chereads / Dendam Anak Pungut / Chapter 22 - Bab 22 Hari Pertama Masuk Sekolah

Chapter 22 - Bab 22 Hari Pertama Masuk Sekolah

Pagi ini, aku sangat bahagia. Karena hari ini adalah hari pertama masuk sekolah, dan bedanya dengan tahun kemarin adalah, aku akan ke sekolah yang sama dengan Gavriel. Sebab, ini juga hari pertama dia masuk sekolah dasar sepertiku. Ah, senangnya. Aku sudah menanti-nanti hari ini, karena dengan begitu Mama juga akan mengantar jemput aku ke Sekolah. Bukan hanya Gavriel saja.

Aku beranjak dari tempat tidurku menuju kamar mandi. Meski seisi rumah belum bangun pada jam segini, tapi karena aku merasa sangat senang bisa satu sekolah dengan Gavriel. Jadi, ku siapkan saja semuanya sendiri. Tanpa menunggu Bi Ningsih mengurus keperluanku. Selesai mandi, aku pun memakai seragam yang biasa dipakai dihari senin, yaitu merah putih lengkap dengan topi. Aku tak sabar ingin melihat Gavriel memakai baju yang sama denganku, seperti apa dia ya! Apalagi tubuhnya belum setinggi aku. Pasti lucu sekali.

Jam 6.15 aku turun kebawah untuk sarapan bersama Papa, Mama dan juga Gavriel. Belum ada seorang pun, yang ada dimeja makan. Karena biasanya mereka akan turun dijam 6.30. aku memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu, sambil menunggu Gavriel dan Mama. Aku tak mau jika Mama nanti marah, saat aku belum selesai sarapan, tapi sudah mau berangkat. Karena aku adalah tipe orang yang makannya lama. Gavriel sama halnya denganku, namun karena dia disuapi oleh Mama, jadi bisa cepat. Tak seperti aku yang terbiasa makan sendiri tanpa disuapi Mama sejak kecil.

Beberapa menit kemudian, aku mendengar suara derap kali melangkah. Aku yakin, itu pasti kedua orang tuaku dan juga Gavriel. Aku tetap fokus pada makanan dan susu yang biasa ku konsumsi setiap pagi. Saat ku lihat Gavriel yang hendak duduk berhadapan denganku dan Mama yang berada disampingnya, aku merasa aneh dengan seragam yang Gavriel pakai. Mengapa tidak sama dengan seragam yang ku pakai? Warnanya memag sama, tapi yang membedakan adalah kerah baju yang dipakai. Di sekolahku, tak ada seragam seperti itu. Tapi mengapa Gavriel memakai seragam seperti itu? Apakah sekolah sudah merubah model seragam, dengan model yang berbeda dari sebelumnya?

"Mama, kenapa Gavriel pakai seragam seperti itu? Kenapa seragamnya tidak sama, dengan yang dipakai Jo, Ma?"

Mama mengalihkan pandangan padaku, yang sejak tadi membuat roti selai coklat untuk Gavriel. Mama tersenyum melihat kearahku, tapi senyuman itu, bukan seperti senyuman yang tulus. Melainkan, ada sesuatu yang membuatnya terkesan lucu.

"Ya, iyalah, Jo. Mana mungkin Gavriel pakai seragam seperti yang kamu pakai. Sekolahnya saja beda, jelas seragamnya pun beda." Aku masih tak mengerti dengan apa yang dimaksud Mama. Bukannya Gavriel akan masuk sekolah dasar, mana mungkin tak sama denganku.

"Bukannya sama ya, Ma. Gavriel akan masuk sekolah dasar. Sama seperti Jo."

Papa melihat kearahku, dengan tatapan yang ingin memberi pemahaman padaku. Mama terus melanjutkan aktivitasnya untuk menyuapi Gavriel makan.

"Jo, Gavriel memang akan masuk sekolah dasar, sama halnya dengan kamu. Tapi, dia tidak akan masuk sekolah dasar ditempat kamu belajar, Sayang." Aku tersentak saat mendengar penjelasan Papa, jika Gavriel tak masuk di sekolah tempatku belajar. Lantas, dimana dia akan sekolah? Kenapa tidak satu sekolah saja denganku. Dengan begitu, tidak perlu repot untuk mengantar kami kearah yang berbeda.

"Kok gitu sih, Pa. Kenapa Gavriel tidak masuk di sekolah Jo saja. Kenapa harus di sekolah lain, Pa. Kan Jo bisa ada temennya, kalau Gavriel satu sekolah dengan Jo."

"Soalnya, kata Mama. Sekolah Mas Jo itu, gak lengkap. Jadi Gavriel gak masuk sekolahnya Mas Jo. Gavriel masuk sekolahnya sama kayak Vio. Iya kan, Ma?"

Gavriel yang masih asik mengunyah roti selesai sedikit kesulitan untuk menyampaikan jawaban yang ku tanyakan pada Papa tadi. Dia akan masuk sekolah yang sama dengan Vio, jadi Vio juga didaftarkan di sekolah yang sama dengan Gavriel?

"Iya, Sayang. Kalau makan jangan sambil ngomong ya! Gak boleh, itu gak sopan namanya." Gavriel mengagguk mengiyakan ucapan Mama dengan tetap mengunyah makanan yang Mama sodorkan padanya.

Jika memang di sekolah yang ku tempati saat ini tidak lengkap, lalu kenapa aku di sekolahkan disana? Mengapa Papa tak memasukkan aku ke sekolah yang Gavriel tempat saat ini? Aku juga ingin merasakan sekolah dengan fasilitas yang lengkap, seperti ruangan kelas yang ber-AC, belajar tak hanya menggunakan papan tulis dan spidol, tapi juga menggunakan tablet. Aku tau itu, saat menonton sebuah film anak yang sekolahnya memang elite dengan fasilitas yang lengkap.

Kenapa Papa selalu saja seperti membedakan aku dan Jo? Aku juga ingin merasakan sekolah yang nyaman, makan siang di kantin yang makanannya terjaga dan higienis. Bahkan sudah tertata rapi, tanpa mengeluarkan uang saku lagi. Karena sudah disatukan dengan uang Spp bulanan.

"Lalu, kenapa dulu Jo gak didaftarkan ke sekolah tempat Gavriel belajar saat ini, Pa? Kalau memang fasilitas di sekolah Jo tidak lengkap. Jo kan juga pengen merasakan sekolah yang nyaman dan lengkap seperti sekolah Gavriel, Pa." Aku merengek pada Papa perihal sekolah yang tidak sama dengan Gavriel.

Bahkan Gavriel saja bisa satu sekolah dengan Vio, sedangkan aku, mengapa harus berbeda. Meski benar, aku lebih dulu masuk sekolah dasar. Tapi kan, dulu aku juga ingin seperti Gavriel. Namun, Papa selalu menjelaskan bahwa, sekolah itu bukan dilihat dari lengkap tidaknya fasilitas. Namun dilihat dari bagaimana muridnya belajar. Aku hanya mengiyakan kata-kata Papa waktu itu, karena aku belum mengerti apa-apa.

"Seharusnya kamu bersyukur Jonathan, karena masih bisa sekolah. Kamu lihat, anak diluar sana belum tentu bisa sekolah seperti kamu. Sudah untung kami mau..."

"Ma, jangan diteruskan lagi." Papa terlihat marah pada Mama karena ucapannya tadi. Aku jadi tak mengerti, mengapa Papa harus marah?

Mama diam dan tak meneruskan ucapannya lagi, sesuai dengan permintaan Papa. Raut muka Mama menjadi masam seketika, tapi tatapan Mama padaku sangatlah menusuk, seperti ingin menjelaskan sesuatu.

"Jo, Gavriel masuk sekolah yang elite, karena Vio masuk disana, Gavriel harus nemenin Vio, karena Vio masih baru pindah dari Kalimantan. Jadi, dia butuh teman disana. Dia kan belum mengenal siapapun di kota ini."

Apa benar, apa yang Papa katakan? Kalau Gavriel masuk di sekolah yang elite karena menemani Viola. Tapi aku juga ingin satu sekolah dengan mereka, aku ingin merasakan sekolah yang elite seperti Gavriel dan Viola. Mengapa hanya aku yang berbeda?

"Lagi pula untuk apa kamu sekolah di sekolah yang elite, belum tentu kamu dapet juara, jika sekolah di sekolah dasar yang elite. Kamu bisa dapat juara kelas setiap periode, ya karena sekolah di sekolah dasar biasa. Jadi syukuri sajalah, Jo."

Mengapa Mama berkata seperti itu? Mama menunjukkan, seakan aku mendapat juara hanya karena kualitas sekolahku yang jelek. Padahal selama ini, aku dapat juara karena memang selalu berusaha belajar dengan giat. Untuk membuat Papa dan Mama bangga. Tapi sayangnya, Mama tak pernah memperdulikan itu semua, tak pernah sekalipun Mama bangga terhadap prestasiku.