Chereads / reincarnation of a demon god (sub Indonesia) / Chapter 53 - batu sihir penghubung antara jiwa dan senjata

Chapter 53 - batu sihir penghubung antara jiwa dan senjata

"hey! Kita akan pergi untuk menemui Grogoar! Barusan kakek Garu berkata begitu" ujar Siestina yang tiba-tiba datang.

"Dimana kakek Garu?" Ujar ku.

"Dia menunggu mu di rumahnya bersama Ginny. Jadi, cepat lah!" Ujar Siestina sambil tersedak seperti ada batu yang ada di tenggorokannya.

Kami langsung menghampiri kakek Garu untuk menemui Grogoar. "Sekarang ikuti aku!" Ujar kakek Garu.

Kami mengikuti Kakek Garu menuju ke pesisir pantai. Aku tidak tahu bagaimana caranya kakek Garu bisa berkomunikasi dengan Grogoar. Sedangkan Grogoar sendiri sangatlah besar.

Akhirnya kami sampai di pesisir pantai. Kemudian kakek Garu menyuruh kami untuk ikut dengannya ke tengah laut menggunakan sampan kecil dan kami menuruti apa yang di perintahkan nya.

"Apa kita harus melakukan sesuatu?" Ujar ku karena tidak tahu harus berbuat apa ketika berhadapan dengan Grogoar.

"Kurasa tidak! Kau hanya perlu menjawab pertanyaan darinya" jawab Kakek Garu.

Kami mendayung sampan kecil kami ke tengah laut. Ketika tiba di laut, kakek Garu kemudian mengambil alat semacam terompet yang terbuat dari karang.

Kakek Garu meniup alat itu dan seketika berbunyi. Tiba-tiba air laut menjadi pasang, gelombang membesar dan pesisir pantai mulai retak. Yang membuat kami takjub adalah ketika pulau itu terangkat secara tiba-tiba dan begitu jelas ternyata pulau itu benar-benar tempurungnya makhluk legendaris Grogoar.

"Dia akan muncul" ujar kakek Garu kepada kami.

Tiba-tiba ada sebuah kepala besar yang datang dari air laut yang paling bawah. Dan kata kakek Garu itu adalah kepalanya Grogoar. Kami langsung terkejut saat mendengar itu karena kepala Grogoar sangat jauh dari badannya yaitu pulau tadi. Berarti, itu menunjukan bahwa Grogoar lebih besar dari bayangan kami.

"Groo...graa...groo..." Tiba-tiba Grogoar bersuara seperti itu dengan hembusan angin yang keluar dari mulutnya.

"Katanya dia mengetahui dirimu yang sebenarnya" ujar kakek Garu sambil menerjemahkan perkataan Grogoar.

"Jika begitu! Apakah boleh kami tinggal disini?" Ujar ku sambil meminta kepada kakek Garu untuk menyampaikan nya kepada Grogoar.

Namun Grogoar mengerti apa yang aku ucapkan. "Graa...groo..groo.."

"Dia bilang. Kalian tidak di izinkan untuk tinggal disini karena masalah kalian akan terbawa-bawa ke pulau ini" ujar kakek Garu sambil menerjemahkan kata kata Grogoar. Kakek Garu juga merasa menyesali dengan keputusan Grogoar. Namun, kakek Garu tidak mempunyai hak apapun kepada Grogoar sehingga ia memilih untuk diam.

"Kenapa kita tidak boleh tinggal di sini!?" Ujar Erina yang merasa kecewa.

"Seperti yang di katakan oleh Grogoar sebelumnya. Jika kalian tingg di sini maka masalah kalian akan terbawa ke pulau ini" jawab Kakek Garu dengan nada rendah.

Tiba-tiba Grogoar berbunyi kembali. "Graa...Grii...Groo..."

"Dia bilang dia akan memberikan hadiah pada kalian sebagai pengganti maaf dari Grogoar" ujar kakek Garu.

"Apa itu?" Ujar Ginny yang penasaran.

Tiba-tiba Grogoar menghisap udara dengan skala besar sehingga semua udara yang ada di luar ikut terhisap, termasuk kalung Adis yang ku kenakan.

"Kalung ku ikut terhisap!!" Ujar ku sambil berteriak.

Tiba-tiba Grogoar mengeluarkan angin yang ia hisap. Namun, angin yang Grogoar keluarkan sangat berbeda karena di selimuti oleh sihir. Tiba-tiba kalung ku juga ikut terseret keluar bersama udara sihir itu dan aku langsung menangkapnya.

"Graaa...Giii...Goo.."

"Dia bilang itu adalah hadiahnya! Hadiah dari Grogoar sudah di satukan dengan kalung milik Arth" ujar kakek Garu yang berubah ekspresi menjadi lebih tenang.

"Apa ini?" Ujarku. Aku sangat keheranan dengan batu yang bersinar menempel di kalung ku, tepatnya kalung Adis.

"Graa...Grii..Gruu.."

"Dia bilang itu adalah batu sihir legendaris. Batu itu bisa menggabungkan antara jiwa dan senjata sehingga senjata akan meningkatkan ke level tertinggi" ujar Kakek Garu.

Tiba-tiba Grogoar kembali ke dalam air begitu saja dan meninggalkan kami. Seketika pula pulau itu kembali ke bawah dan retakan-retakan kembali menyatu.

"Ku kira Grogoar akan menghadiahi kita dengan perlindungannya" ujar Ginny dengan kecewa.

"Terus kita harus kemana Jika kita tidak boleh tinggal di pulau ini?" Ujar Erina yang khawatir.

"Percuma saja kalian kecewa! Rasa kecewa tidak membantu tau! Perasaan itu malah membuat hati tambah berat tanpa membereskannya" ujar Siestina yang kesal pada mereka berdua. "Sekarang kita pikirkan saja bagaimana caranya agar kita bisa selamat"

"Pikirkan saja sampai kamu stres!" Jawab Ginny Yanga kesal pada Siestina.

"Iya tuh! Pikirkan saja. Percuma terus memikirkan itu tanpa ada jalan untuk membereskannya" ujar Erina sambil mendukung Ginny.

"Mulai lagi nih, pertempuran enam benua!" Ujar ku yang pasrah ketika melihat mereka terus bertengkar. Dan mereka bertengkar di depan kakek Garu tanpa malu sedikitpun.

"Aku mengerti perasaan kalian! Namun, kalian juga harus mengerti pada kami" ujar kakek Garu.

Aku memisahkan mereka karena tidak tahan mendengar kecerewetan mereka. "Sebelumnya aku ingin bertanya kepada kalian. Apa yang kalian bayangkan setelah ini?" Ujar ku dengan maksud memberi motivasi kepada mereka.

"Mati! Aku membayangkan kita akan terus diincar oleh para dewa dengan tanpa hentinya dan mati seperti Adis" ujar Ginny dengan dinginnya.

"Nah! Maka dari itu. Dari pada kita mati tanpa melakukan apapun, mending kita berjuang dengan semangat dan membuat momen-momen terakhir dengan kenangan yang kita buat! Bagaimana menurut kalian?" Ujar ku dengan semangat walaupun garing.

"Itu ide yang bagus! Mari kita buat momen terakhir kita yang bahagia dengan momen yang kita buat sendiri. Dengan kata lain, kita bisa membuat apapun yang kita mau" ujar Siestina dengan nada tinggi dan aura sesuatu yang tidak bermoral.

"Bisa melakukan apapun yang kita mau! Berarti kita akan melakukan apapun yang kita mau tanpa ada yang menolaknya" ujar Erina yang tertarik dengan ide Siestina.

"Tidak begitu juga! Kita harus membuat momen dengan peraturan-peraturan yang sudah ada. Jangan sembarangan memutuskan apapun yang kalian mau tanpa bertanggung jawab" ujar ku yang merasa ide Siestina adalah ide sesat. "Tenang saja! Aku tidak akan membiarkan kalian mati di tangan mereka" ujar ku dalam hati yang paling dalam.

"Sebenarnya apa yang kalian bicarakan?" Ujar kakek Garu yang tidak mengerti apa yang kami bicarakan.

Mendengar itu, mereka malah tertawa terbahak-bahak seperti sudah melupakan apa yang sudah terjadi. Dan bagi ku itulah yang terpenting karena aku tidak ingin mereka kecewa gara-gara ditolak untuk bisa tinggal di pulau kura-kura.

"Aku akan menghantarkan kalian ke pelabuhan" ujar kakek Garu yang langsung mendayung sampannya ke pelabuhan.

Kami mulai menaiki perahu besar yang akan berlayar ke benua selanjutnya dengan hati gembira karena kata-kata ku sudah membuat mereka tidak peduli akan penyesalan.

"Memang rasa penyesalan selalu datang di akhir. Namun, jika kita terus menyesali apa yang telah kita lakukan, apakah hal itu akan membuat kita lebih baik dan membereskan masalah yang telah kita perbuat. Dari pada kita menyesal tanpa membereskan masalah, lebih baik kita membuat mood bagus dengan hal-hal yang kita sukai dan jalani waktu yang berjalan. Aku yakin akan ada momen indah menanti pada setiap orang!!"