"Bomm" suara ledakan di mana-mana. suara sihir, suara tangisan dari orang-orang dan begitu banyak kekacauan yang terjadi di Kerajaan.
Ginny dan aku terus berlari meskipun kami dekat satu sama lain. Tiba-tiba ada ledakan di sampingku sehingga Ginny dan aku terpental dan terjatuh.
"Kamu baik-baik saja"
"Aku baik-baik saja, sekarang mari kita Cari Erina"
Kami terus berlari sampai akhirnya kami menemukan Erina yang duduk tak berdaya menyaksikan rumahnya yang hancur. Dia terus meneteskan air matanya dan melihat rumahnya yang hancur.
Aku mendekatinya.
"Erina! Kita harus mencari tempat yang aman"
"Aku tidak akan pergi jika ibuku masih di dalam" katanya dengan sedih.
Kemudian aku teringat bahwa di rumah itu ada sebuah buku yang ku curi, dan aku harus mengambilnya lagi.
"Oke, aku akan masuk ke dalam, Ginny! Kamu urusi Erina"
Aku langsung menendang pintu rumah itu hingga terbuka, tapi rumahnya sangat berantakan,dan bisa benar-benar runtuh kapan saja.
Aku mendorong benda-benda yang menghalangi ku, lalu aku melihat darah di bawah langit-langit yang runtuh.
Aku mengangkat langit-langit itu dan melemparkannya ke belakangku. Dan ternyata itu adalah darah dari mayat ibu Erina dan kondisinya tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
"Apa yang harus saya lakukan?"
Aku bingung apa yang harus ku jelaskan kepada Erina. "Krekk" suara celah di dinding menunjukkan bangunan ini akan runtuh.
"Aku harus mencari buku itu"
Aku pergi ke kamar ku dan mencari buku yang ku simpan. Aku menemukannya dan segera bergegas keluar, aku keluar melewati tubuh ibunya Erina sambil memberikan hormat kepadanya.
"Maafkan aku"
Erina dan Ginny terus menungguku dari luar, sampai akhirnya rumah itu benar-benar runtuh.
"Apakah Arth masih di dalam?"Ginny berkata.
Aku mengangkat dinding yang menekan ku. Setelah itu aku langsung menghampiri Erina dan Ginny.
"Kita harus pergi sekarang" kataku.
"Bagaimana dengan ibuku?"Kata Erina yang begitu berkecil hati.
"Aku tidak melihat ibumu di dalam, Aku terus mencarinya tapi aku tidak bisa menemukannya, mungkin ibumu sudah pergi dulu" jawabku.
Aku langsung memegang tangannya dan menariknya, tetapi dia tidak ingin meninggalkan tempat itu. Tiba-tiba ledakan terjadi di samping kami karena serangan sihir petir dewa sampai kami terlempar oleh ledakan itu.
"Sial, kalian baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja tapi Erina sepertinya pingsan" jawab Ginny yang melihat pada Erina.
Dia langsung mendekati Erina dan membawanya ke tempat yang aman.
Tiba-tiba datang dewa yang baru saja menyerang kami.
"Wow, percuma saja kamu menyelamatkan dirimu sendiri. Kamu akan mati disini" ujar Dewa itu.
Dewa itu mengendarai kuda bersayap atau sering disebut dengan Pegasus.
"Ginny Bawa Erina ke tempat yang jauh dari sini" Ginny langsung berlari sambil menggendong Erina yang tidak sadarkan diri.
"Bagaimana denganmu bocah! Bukankah kau akan lari seperti mereka?"Kata Dewa sambil mengejek.
"Berisik"
Mendengar jawabanku, dewa itu tampak marah. " Oke, aku akan membunuhmu dengan cepat, jadi kamu tidak akan merasakan sakit untuk waktu yang lama"
Dia langsung menggunakan sihir api dan api dilemparkan ke arahku, dia terus menambahkan api sampai sangat berkobar.
"Sepertinya aku berlebihan" katanya sambil melepaskan sihirnya.
"Tak-tek" suara langkah kaki yang berasal dari api. Dewa itu langsung melihat api dan terkejut melihat bahwa aku tidak terbakar sama sekali.
"Tidak-Tidak, kamu tidak melebih-lebihkan"
"Sepertinya kamu bukan orang biasa" katanya sambil turun dari Pegasusnya dan memanggil senjata sihirnya, pedang sihir.
"Tunjukkan kekuatanmu yang berlebihan itu" jawabku sambil berdiri dan mengepalkan tinjuku seperti sikap tinju.
"Hibur aku"
Dewa itu langsung menyerang dengan pedangnya, dia menebaskan pedangnya begitu keras sehingga bangunan di belakangku seketika hancur, tetapi aku menghindarinya dengan mudah, dan memukul kepalanya sampai berdarah.
Aku langsung menjaga jarak darinya setelah serangan pertamaku.
"Apakah kamu ingin merasakan kepalan tangan seorang anak lagi, sat-sut, sat-set, hahahaha" kataku begitu geli dengan itu.
"Oke, aku tidak akan menahannya lagi" katanya. sambil menyeka darah dari wajahnya.
"Bagus"
Dewa segera menyerang dengan sihir ledakan, dan langsung menyerangku dengan pedangnya. Tapi dia tidak memukul apapun.
"Dimana dia?"Dewa itu kebingungan karena semua serangan nya tidak ada yang kena.
"Aku di sini" teriakku di atap.
Lalu aku melompat dan memukul Pegasus yang terbang sebelumnya, aku memukulnya begitu keras sehingga Pegasus itu terjatuh.
"Daraa" dewa itu meneriakkan nama Pegasus-nya. "Beraninya kau menyakiti Daraa Pegasus ku" katanya sambil terlihat sangat marah dengan apa yang ku lakukan.
Dewa itu sangat marah sehingga dia mengeluarkan semua auranya yang aneh, cahayanya begitu terang dan dari cahaya itu angin kencang pun keluar.
"Kamu akan menyesal" katanya sangat marah.
"Brugg" aku langsung memukulinya dengan cepat sampai perutnya pecah.
"Aku tidak ingin kamu menghancurkan daerah ini" kataku sambil menarik tanganku dari perutnya.
Dewa itu langsung terjatuh ke tanah, dan aura sihirnya mulai menghilang. Aku mengambil sihir yang masih ada di mayat dewa itu sampai akhirnya Dewa itu membeku menjadi batu.
"Eh, kemana Ginny dan Erina pergi?"
Aku langsung berlari dengan cepat, aku berlari di antara ledakan dan bangunan yang runtuh. Tapi aku tidak menemukan mereka.
Tiba-tiba aku mendengar teriakan memanggil namaku dari belakang.
"Tuan Arth!!!!!". Ternyata itu Adis yang kemarin.
"Syukurlah guru masih hidup" katanya sambil kelelahan dan napasnya begitu cepat.
"Kamu masih hidup, Apakah kamu melihat Ginny dan Erina?"aku bertanya kepadanya.
"Oh ya, aku kebetulan melihat Ginny membawa Erina" jawab Adis.
"Mereka berada di dekat pintu keluar kerajaan, tetapi Anda lebih baik tidak pergi ke sana, gerbang ditutup oleh sihir, begitu banyak orang berkerumun di sana dan banyak yang kehilangan nyawa mereka"
Aku pikir ternyata para dewa ingin memusnahkan semua manusia di Kerajaan ini, dan sekarang aku harus menemukan mereka berdua.
"Aku akan ke sana" kataku.
"Tunggu! Aku ikut"
Adis dan aku pergi ke gerbang di mana semua orang berada di gerbang kerajaan, karena mereka ingin pergi menyelamatkan diri dari Kerajaan, meskipun gerbang ditutup dengan sihir. Pada akhirnya kami sampai di gerbang yang dimaksud. Ternyata ada begitu banyak orang di sana, bahkan mereka meringkuk satu sama lain sampai mereka kesakitan.
"Apakah mereka berdua ada di kerumunan?"
"Tidak, mereka ada di gang di sana" jawab Adis sambil menunjukkan jalannya.
Aku terus mengikuti Adis ke gang, sampai akhirnya kami menemukan Ginny yang sedang memulihkan Erina dengan sihir penyembuhannya, aku langsung mendekati mereka.
"Syukurlah kalian baik-baik saja, bagaimana dengan Erina?"
"Dia akan segera pulih" jawab Ginny.
Ginny memandang Adis dengan heran karena ini adalah pertama kalinya dia melihat Adis.
"Arth, siapa dia?"
Aku tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaan Ginny karena Adis langsung menjawab.
"Perkenalkan! Aku Adis murid tuan Arth" katanya dengan penuh semangat.
Tiba-tiba Erina bangun dari pingsannya. Dia tampak bingung dan kesakitan di kepala.
"Mungkin Erina belum bisa berdiri" kata Ginny yang tahu persis kondisinya.
"Oke, biarkan aku menggendongnya" jawabku.
Kami pergi ke tempat yang aman di mana itu jauh dari bangunan kerajaan dan Pemukiman, meskipun tempat itu berada di tengah-tengah kerajaan, yaitu taman kerajaan, karena tidak ada bangunan dan pasti tidak akan ada warga di taman karena mereka sibuk menyelamatkan diri. .
Aku mengangkat Erina dan menggendongnya.
"Ayo sebelum sesuatu terjadi" kami terus berlari di tengah-tengah serangan para dewa, tetapi kami dapat berlari cepat karena tidak ada hambatan di Jalan kami.
Akhirnya kami tiba di taman kerajaan, dan itu sangat lah sepi dan berantakan. Aku menurunkan Erina.
"Bagaimana dengan kondisi mu sekarang Erina?"
Erina tampak sangat khawatir dan menunjuk ke arah langit. Kami segera beralih ke arah yang ditunjukkan oleh Erina.
"Ini akan menjadi akhir dari Sejarah Kerajaan ini" kata Adis yang menatapnya dengan tidak percaya.
Dan rupanya para dewa menggunakan sihir peledak tingkat tinggi, atau batu api (meteor) untuk menghancurkan kerajaan ini. Batu yang menyala itu begitu besar sehingga mampu menghancurkan seluruh kerajaan, dan bahkan lebih.