-Terjebak Menjadi Simpanan-
Keadaan restoran saat ini sedikit tidak terkendali. Tapi bukan dalam sisi negatif. Hanya saja sedikit berfokus pada sang bos yang bertingkah aneh.
Sang bosa berdiri sambil mendekap kedua tangannya. Menatap mereka seolah baru saja menangkap basah tikus yang mencuri makanan di dapurnya. Sikapnya saat ini mengingatkan Kirana pada sang kaka beberapa waktu yang lalu.
Kirana menatap Nita yang sama canggung dengan dirinya. Keduanya saling melempar pandangan.
"Bukannya ini masih jam kerja? Kenapa kalian ada dibelakang?"
Bos Rian melirik arloji mahalnya beberapa kali. Sebelum kembali menatap mereka dengan tatapan yang sama.
'Apes.'
Kirana berteriak di dalam hatinya. Menyuarakan ketidak beruntungannya hari ini. Padahal biasanya sang bos tidak pernah melakukan inspeksi dadakan sebelum ini.
"A-ano bos, kami hanya mencari angin Aww .."
Kirana mencubit Nita yang bicara tanpa berpikir. Bosnya pasti menganggap mereka orang yang tidak bertanggung jawab dengan pekerjaan mereka.
Bos Rian mengangkat alisnya beberapa saat. Berpikir. Pandangan tajamnya sama sekali tidak mengendur.
"Jangan lakukan lagi. Kalian kerja di sini ada aturannya."
Keduanya langsung mengangguk dengan cepat. Tidak ada pembicaraan lain lagi. Bos Rian berlalu begitu saja, kembali ke ruangannya.
"Huhhh..." Nita menghela nafas lega.
"Kenapa gak ada yang bilang kalau bos sedang inspeksi dadakan."
Nita memasang wajah kesalnya pada beberapa pelayan di dapur. Kedatangan si bos membuatnya berpikir tentang penghianatan dari sesama pelayan.
"Mana ada." Salah satu pelayan membuka suara dan di angguki oleh dua lainnya.
"Si bos sudah ada di sana ketika kalian baru saja keluar."
degh ...
Kirana melototkan matanya. Terkejut dengan penuturan beberapa pelayan. "Apa maksud kalian?"
"Si bos. Dia sudah ada di samping pintu ketika kalian keluar. Err, sebenarnya kami juga tidak tau. Yang kami lihat si bos bergegas mengikuti kalian."
"Apa si bos mencurigai kalian?"
"Jangan bilang kalian mengambil uang di kasir?"
"Cih!" Nita berdecak pelan. "Mana ada," bedanya.
Nita tau yang lainnya hanya bercanda. Tapi tetap saja terasa aneh.
Fakta tentang si bos yang sengaja mengikuti mereka membuat ia tidak nyaman. Tidak ada alasan bagi seorang bos yang tidak pernah mengurusi tentang karyawannya selain mengomeli dengan peraturan dan sikap tegasnya itu tiba-tiba tidak ada hujan, tidak ada angin malah bertingkah seperti penguntit.
Nita menoleh ke arah Kirana.
Wanita itu bahkan jauh lebih pucat dibandingkan tadi. Nita langsung menyenggol lengan Kirana agar wanita itu kembali sadar.
"Kenapa melamun?" tanyanya.
Kirana menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dahinya mengerut beberapa kali seolah mengatakan jika ia tidak dalam keadaan baik-baik saja.
"Si bos mengikuti kita." Kirana bergumam rendah, nyaris setengah berbisik.
"Mungkin hanya kebetulan."
Kirana kembali mengeling. "Aneh."
"Si bos kan memang aneh dari dulu. Jangan di pikirkan, mungkin si bos hanya gabut."
"Bukan itu." Kirana menghentikan ucapannya. Wanita itu menimbnag beberapa kali pikirannya sebelum ia menghela lagi. "Apa si bos menguping pembicaraan kita?"
Jika ia maka tamatlah dia.
Bosnya akan berpikir yang tidak-tidak tentangnya.
Nita terkekeh pelan, kepalanya mengeling dengan cepat. Seolah perkataan Kirana jauh dari kenyataan.
"Si bos kerasukan setan kepo baru aku percaya dia menguping pembicaraan kita."
Kirana mengangguk beberapa kali walau ia sendiri tidak yakin.
"Tenang aja. Suara kita tidak sekeras yang kau bayangkan. Kita berbisik, kau ingat."
"Ah, apa tidak akan terdengar?"
"Tidak, percayalah."
****
Langit jauh lebih gelap dibandingkan malam sebelumnya. Awan malam menggantung, siap menurunkan hujan lebat di beberapa tempat.
Kirana mempercepat langkahnya setengah berlari menuju halte bus. Ia harus pulang sebelum hujan turun.
Wanita itu menghela napas cepat ketika nyaris mencapai halte bos. Ia menghentikan langkahnya, melirik ponsel ketika getaran kecil terdengar. Satu notifikasi muncul dari orang yang tidak ia duga.
'Kak Nina?' gumamnya pelan.
Hubungan keduanya masih belum terlalu baik. Tapi kakaknya itu masih bersikap posesif mengirimi pesan jika ia akan lebur. Sikapnya jauh berbeda dari sebelumnya.
Kirana mengusap wajahnya. Ia tidak tau harus berkata apa lagi. Sikap itu membuatnya risih dan merasa memiliki seseorang yang akan membelanya di saat yang bersamaan.
Tiin tin ...
Suara klakson yang nyaring membuat Kirana terkejut. Wanita itu menoleh ke samping ketika sebuah mobil hitam berhenti tepat di bahu jalan, tidak jauh dari tempatnya berdiri.
Matanya menyipit ketika jendela mobilnya turun. Menampilkan sosok si bos yang menatap dingin tanpa ekspresi kepadanya.
Glukk ...
Kirana menelan ludahnya dengan susah payah. Pikiran negatif berseliweran di kepalanya. Apa bosnya akan membicarakan perihal tadi siang?
"Masuklah."
"Eh?"
"Masuk. kau mau pulang bukan? Naiklah."
Kirana terdiam beberapa saat. Otaknya mencerna dengan cepat. Matanya berkedip-kedip beberapa kali. Rasa syok tentang tawaran si bos jauh lebih parah dibandingkan pikirannya sebelum ini.
"Kau tidak mendengarkanku?"
"Ahh? B-bos bicara apa?"
Si bos mengerutkan dahinya. Ia tidak suka dengan ekspresi Kirana.
"Masuklah. Aku akan mengantarmu pulang, ini sudah malam."
'Biasanya juga pulang malam. Bahkan di beberapa kesempatan ia pulang lebih malam di bandingkan saat ini.'
Kirana berusaha tersenyum. "Err .. anu bos, saya pulang naik bis saja."
"Masuklah. Naik bus butuh ongkos bukan. Lebih baik ikut denganku, gratis."
'Justru lebih berbahaya naik mobil dengan sosok mengerikan seperti bosnya itu.'
Kirana berdehem pelan. Ia memikirkan cara agar bisa menoleh tanpa terlihat jelas.
"Saya-"
"Naiklah, ada yang ingin aku bicarakan denganmu, Kirana."
Degh ...
Panggilan jelas namanya mmebuat Kirana tidak bisa menolak lagi. Wanita itu berdehem pelan, menyeret langkahnya dengan tidak rela untuk masuk ke dalam mobil sang bos.
Pikiran tentang kejadian tadi siang kembali mengusiknya. Kirana tidak bisa melihat dari tatapan sang bos. Tampang datar tanpa ekspresi itu tidak bisa menyikap apa yang ada di dalamnya.
"Jangan takut. Aku tidak akan makan manusia." ucapnya santai.
Laki-laki itu sama sekali tidak memikirkan keadaan Kirana yang ketakutan setengah mati sambil berdoa agar ia selamat sampai tujuan.
"Pasang safety beltnya."
Bos Rian berseru ketika Kirana masuk ke dalam mobilnya.
"Ba-baik."
Kirana berdehem beberapa kali sambil menyembunyikan kegugupan yang tengah melanda nya sedari tadi.
Bos Rian menatapnya sekilas dengan ekspresi yang sama. Setelahnya mobil melaju kembali dengan kecepatan normal. Tidak ada yang membuka suara. hanya keheningan yang terdengar di antara mereka.
Kirana tidak membuka suara apapun. Wanita itu lebih memilih memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil, menatap pemandangan gelap malam.
Waktu berlalu tanpa terasa. Laju mobil semakin pelan sampai benar-benar berhenti.
Kirana langsung tersadar jika mereka sudah berada tepat di depan rumahnya. Lampu teras yang redup dan halaman berumput tak terurus.
Kirana terdiam seraya berpikir. 'Bagaimana bosnya bisa tau dimana rumahnya, padahal jelas-jelas laki laki itu tidak pernah menanyakan tempat tinggalnya tadi.'
To be continued....