Chereads / 困在積蓄中 / Chapter 34 - Bab 34.Kirana dan Mahesa

Chapter 34 - Bab 34.Kirana dan Mahesa

-Terjebak Menjadi Simpanan-

"Apa anda pernah ke rumah saya sebelumnya Bos?" Kirana bertanya.

"Memang kenapa?"

Kirana tersenyum canggung saat mendengarkan jawaban sang bos. Ia tidak tau harus melakukan apa lagi. Tidak mungkin ia mengatakan jika mengetahui tempat tinggal bawahan itu sedikit aneh.

Rasanya sedikit risih.

"Aku pernah mengantar Nina beberapa kali." Rian melanjutkan ucapannya.

"Ah, ya Ka Nina. Tentu saja." Entah kenapa Kirana sedikit lega mendengarnya.

"Kirana."

"Eh? k-kenapa bos?"

Kirana mengedip kedipkan matanya beberapa kali karena terkejut.

"Apa kau berpacaran dengan Rafael Atmaja?"

Kirana terdiam beberapa saat. Rautnya berubah menjadi tegang. Mengingat Rafael sama saja mengingat lukanya kembali.

"Aku tau ini bukan urusanku, tapi-"

"Kami sudah putus Bos. Hubungan kami sudah selesai."

"Ah."

Rian mengangguk paham. Keduanya terdiam beberapa saat. Masih dalam posisi yang sama di dalam mobil.

"Apa kau tau dia sudah tau jika dia bertunangan?"

Kirana mengangguk. Berusaha agar tidak terlihat menyedihkan di depan sang bos.

"Kau baik-baik saja?"

"Tentu. Laki-laki brengsek seperti dia memang harus dilupakan."

"Ya, kau benar. Dia brengsek." Rian terkekeh sendiri ketika mengatakannya. Laki-laki itu berdehem beberapa kali.

"Apa anda mengenal Rafael? Anda memperingatkan saya saat itu."

Kirana masih ingat ketika sang bos berkata sinis saat Rafael menjemputnya di tempat kerja.

"Kenal? Sebenarnya tidak terlalu. Tapi aku cukup tau siapa dia. Keluarganya cukup berada di kalangan kelas atas."

Kirana mengangguk membenarkan. Karena perbedaan itu pula yang membuat hubungan mereka kandas ditengah jalan.

"Tapi Kirana, tolong jangan salah paham. Aku memperingatkanmu tentang Rafael karna aku tau Nina tidak akan menyukainya. Dia membenci laki-laki kaya. Bagaimana reaksinya nanti ketika mengetahui adiknya berpacaran dengan laki-laki kaya."

"Tolong jaga sikapmu sebagai seorang adik. Setidaknya jangan membuat Nina merasa tertekan. Hidupnya sudah sangat buruk selama ini. Kau sebagai adiknya paling tidak jangan membebaninya lagi," lanjut Rian.

"Benar." Kirana berseru kikuk.

Entah kenapa ia merasa jika bosnya itu jauh lebih mengenal kakaknya dibandingkan dia sendiri sebagai adik.

Terlebih lagi dengan perhatian yang berlebihan. Kirana seringkali dibuat risih dan tidak nyaman.

"Itu saja yang ingin kubicarakan."

Kirana mengangguk paham. Ia berpamitan dan keluar dari mobil sang bos.

Teras rumahnya masih sama, redup dan tidak ada tanda-tanda kakaknya datang.

Tidak lama kemudian deru mobil sang bos terdengar meninggalkan halamannya dan menghilang ditelan kegelapan.

Kirana menghela nafas panjang. otaknya berjalan cepat memikirkan semua pembicaraan mereka tadi.

"Apa artinya itu?"

"Apa bos Rian menyukai kakakku?"

Kirana tertawa sendiri. Itu adalah kesimpupan konyol yang nyata.

Sikap bosnya yang perhatian padanya tidak lain karena dia adiknya Nina.

"Itu jelas sekali."

Ketika Kirana memasuki rumahnya. Ponselnya bergetar pelan. Ada nomor asing yang tertera di sana.

Kirana mengerutkan dahinya beberapa saat sebelum mengangkat panggilan nya.

"Nona Kirana?"

"Iya saya sendiri."

Kirana merasa suaranya sedikit familiar.

"Saya Roy. Sekretarisnya tuan Mahesa."

'Mahesa...'

Ah, tentu saja. Nama itu adalah bukti kebodohannya yang lain.

Kirana berdehem pelan. "Saya ingat, tuan Roy."

"Panggil Roy saja Nona."

"Baik, Roy." Kirana berseru. Ia berjalan menyalakan saklar lampu sambil mendengarkan penjelasan Roy.

"Jadi, saya ingin mengatakan jika pertemuan kita dipercepat Nona. Anda bisa datang ke restoran Prancis. Saya akan mengirimkan alamat lengkapnya."

"Tunggu. Aku belum menyatakan setuju untuk melakukan pertemuan lagi."

Berpikir dengan kepala dingin kini membuka pandangannya beberapa saat. Ia bahkan kembali ragu-ragu dengan rencananya sebelum ini.

"Anda tetap harus datang Nona. Ini adalah perjanjian kita sebelumnya. Selain itu tuan Mahesa sudah menyetujui tentang pemberian kompensasi untuk anda."

'Kompensasi untuk tutup mulut.'

Kirana meringis pelan. Ia sekali ia keluar dalam situasi ini secepatnya. Kemudian mendatangi sosok Tuan Mahesa yang sombong itu.

"Nona?" Suara Roy menyadarkan pikiran Kirana yang terkutuk.

Kirana berdehem pelan. Ia tidak punya pilihan lain bukan?

"Baiklah. Aku akan datang, dan sebaiknya kau siapkan jumlah uang yang banyak. Karena aku tidak akan segan-segan kali ini."

****

Kirana baru saja sampai tempat perjanjian. Manik hitamnya mengamati keadaan sekitar. Tempat ini jelas berbeda dengan restoran ayam cepat saji dan restoran sushi yang sama dengan restoran sushi yang sering ia kunjungi bersama Nita.

"Nona Kirana?"

Seorang wanita dengan pakaian formal yang rapi mendekati Kirana dengan ramah.

Kirana mengangguk membenarkan.

"Saya Moa, menger di tempat ini. Kami mendapat perintah untuk mengantar anda ke ruangan vvip," ucapnya.

Kirana tersenyum mengangguk. Ia sedikit terasa canggung. Ini pertama kalinya Kirana datang ke sebuah restoran mewah dan disambut hormat oleh penjaga pintu masuk, juga disapa senyum ramah beberapa pelayan yang melihat kedatangannya. Biasanya dia yang akan berada di posisi itu, pikirnya.

Kirana tersenyum miris dengan keadaannya sendiri.

Ternyata ada dinding kokoh yang membatasi orang biasa sepertinya dengan kalangan atas yang bersahaja.

Mungkin jika tidak berhubungan dengan seorang Mahesa Danaswara ia tidak akan disambut dengan baik di restoran ini.

Ah tidak. Jangankan disambut, mungkin ia tidak akan pernah mendatangi tempat mewah seperti ini.

Walaupun ia memiliki kesempatan untuk masuk ke tempat-tempat seperti ini, Kirana pasti akan masuk sebagai pekerja sambilan, entah itu pelayan atau sebagai tukang cuci piring tambahan di dapur mereka.

"Nona Kirana."

Panggilan Manajer itu membuat Kirana terbangun dari renungannya.

"Ah, maaf." Kirana bergumam, mengangguk ketika menoleh pada sang Manajer yang mengarahkan langkah mereka menuju tempat lebih private di restoran itu.

Kirana mengikuti di belakangnya. Menaiki anak tangga dan melewati beberapa ruangan.

Terdapat sekat-sekat tertutup rapat, dengan satu pintu masuk hingga menjaga privasi tamu yang menempati ruangan itu.

Manager itu menghentikan langkahnya, memasuki salah satu ruangan, dan dipandu pelayan lain yang mendampingi mereka sejak memasuki restoran itu.

"Silahkan Nona, anda sudah ditunggu."

Kirana mengangguk paham. Ia berterima kasih sebelum pelayan itu berlalu meninggalkan nya di ruangan luas nan mewah.

Kirana menghela nafas panjang. Ia melangkah pelan ketika melihat seseorang yang menunggunya. Duduk membelakangi.

"Err... tuan Roy?"

Laki-laki itu menoleh kebelakang. Kirana langsung terkejut ketika melihat yang menunggunya itu bukan Roy. Melainkan tuan Mahesa Danaswara tersendiri.

Wajah datar dan sombong itu masih ia ingat. Ketampanannya sama sekali tidak luncur.

Mendadak Kirana menghentikan langkahnya. Menatap gugup pada sosok di depannya. Deguban jantungnya dua kali lebih cepat dibandingkan biasanya.

Tuan Mahesa Danaswara. Tubuhnya yang kekar dibalut kemeja warna biru yang nyaris tak membendung isinya. Demi apapun, mata Kirana mendadak lumpuh hingga tak berkedip sedikit pun.

Namun ia sadar diri, bahwa dirinya saat ini bukan untuk mengagumi laki-laki sombong itu. Melainkan melakukan negosiasi.

To be continued....