-Terjebak Menjadi Simpanan-
Semakin jauh Kirana berjalan semakin deras guyuran air hujan yang turun ke bumi kala itu. Ia mendekap tubuhnya sendiri ketika merasakan hembusan angin dingin. Pohon-pohon yang dilewatinya menari-nari terbawa angin yang semakin kencang.
Air hujan merembes ke segala tempat. Nyaris tidak ada tempat untuk berteduh. Halte-halte dan pos-pos tampak basah oleh rembesan air hujan.
Tidak ada taksi yang berhenti ketika ia melambaikan tangannya. Hujan benar-benar membuat jalanan licin dan berbahaya. Bahkan nyaris tidak mobil yang melewatinya bisa dihitung dengan jari.
Kirana memejamkan matanya beberapa saat. Matanya memerah, menahan perih saat air hujan ikut masuk. Bahkan gaunnya sudah basah kuyup.
'Kenapa ini terjadi padanya.' Kirana bergumam dalam hati.
Rasa sakitnya sangat nyata. Terlebih lagi ia dipermalukan di pertemuan tadi.
Kirana membuka matanya. Tersenyum sinis, seraya menertawakan dirinya sendiri.
"Kenapa aku sebodoh ini? Harusnya aku sudah mundur ketika ada kesempatan. Bukan melangkah maju menerobos padang ranjau."
Ia menatap langit gelap, seolah hujan tidak akan berhenti dalam waktu dekat.
"Kirana.. "
Degh...
Kirana langsung menoleh.
Alisnya mengerut ketika menatap sosok Rafael yang muncul dengan penampilan yang nyaris sama basah kuyupnya dengan dirinya.
'Apa Rafael juga menerobos hujan seperti dirinya?'
"Kirana... " gumamnya lagi.
Kirana terdiam. Ia tidak bergerak sedikitpun ketika Rafael melangkah mendekatinya.
"Jangan pergi. Aku-"
Rafael menghentikan ucapanya. Laki-laki itu menghela nafas panjang. Melangkah semakin mendekat dengan raut sedih.
Rafael meraih tangan Kirana. Dingin...
Kirana langsung menepis genggaman Rafael. Sementara laki-laki itu hanya bisa menghela nafas pelan. Seolah mengerti jika wanitanya tengah kesal padanya.
"Jangan pergi. A-aku akan menjelaskan semuanya. Please, dengarkan."
Kirana terkekeh pelan. Tertawa sumbang. Wanita itu menatap kesal ke arah sang kekasih.
"Apa yang ingin kau jelaskan Raf. Semua sudah jelas. Orang Tuamu tidak mendukung hubungan kita. Bahkan mereka sudah menyiapkan calon pengantin untukmu."
Kirana ingat, wanita yang duduk di samping Rafael tadi jelas bukan wanita sembarangan. Ditambah lagi pengakuan Nyonya Claudya yang dengan bangganya memperkenalkan calon menantunya itu.
Harusnya ia sadar diri jika hubungan keduanya tidak akan pernah berhasil.
Kirana memejamkan matanya beberapa saat sebelum ia kembali menatap Rafael.
"Sejak kapan," tanya Kirana.
"A-apa?"
"Sejak kapan hubunganmu dengan wanita itu."
"Kirana-"
"Stop Raf. Aku tidak ingin mendengar alasan bodohmu tentang perjodohan atau apapun itu."
Kirana menekan dadanya yang semakin terasa sesak. Air Matanya mengalir deras. menyatu dengan air hujan yang menderanya.
"Aku tau kau membohongiku Raf. Sudah tidak terhitung berapa kali kau membohongiku dalam sebulan ini. Bahkan beberapa waktu lalu kau tertangkap basah sedang kencan dengan wanita itu."
Kirana ingat bukti yang Nita berikan beberapa waktu lalu. Jika digabungkan dengan semua kebiasaan aneh Rafael dalam sebulan ini. Maka sudah jelas mereka menjalin hubungan di belakangnya.
Kirana terkekeh pelan. Ia seolah menertawakan kebodohannya sendiri yang tidak menyadari jika burung merpatinya sudah lepas dari sangkar yang mengikat mereka.
Mungkin hubungan keduanya tidak akan bisa diselamatkan lagi.
"Jawab Raf. Setidaknya aku tidak merasa terbohongi di akhir hubungan kita."
"Kirana... "
Dada Rafael serasa diremas. Membuatnya langsung mengepalkan tangannya kuat untuk menahan diri agar tidak memeluk Kirana erat. Wanitanya itu terlihat sangat rapuh.
"Apa satu bulan?"
Degh...
Rafael tidak langsung menjawabnya. Laki-laki itu terlihat ingin kembali meraih Kirana namun ia urungkan.
"Dua bulan."
Degh...
"Dua bulan yang lalu Aurora kembali ke negara ini. Orang Tuaku sepakat untuk melanjutkan hubungan kami yang sempat terputus."
Kirana terdiam. Wanita itu menekan dadanya. Seharusnya ia sudah mempersiapkan diri jika kenyataan yang ia dengar mungkin lebih terasa sakit dari yang ia kira.
"Wow... " Kirana tertawa sumbang. Wanita itu menunduk seraya meremas ujung gaunnya yang sudah basah kuyup.
Dua bulan...
Rafael, kekasihnya itu sudah mengkhianatinya selama itu, dan bodohnya ia baru menyadarinya sekarang.
"Kirana aku bisa menjelaskan. Ini tidak seperti yang-"
"Diam!!"
Kirana mendongak. Manik hitamnya terasa sangat perih karena air hujan dan air matanya yang bercampur.
"Kau menghianati hubungan kita selama itu Raf?" Kirana mengeling, seolah tidak percaya. "Kau brengsek!"
"Kirana... "
"Aku bilang jangan mendekat! Aku tidak sudi disentuh laki-laki brengsek sepertimu!" teriak Kirana.
Rafael terdiam. Tubuhnya mematung seketika. Laki-laki itu tidak pernah menyangka akan mendapatkan kemarahan sang kekasih.
Kirana yang selama ini lemah lembut langsung berubah kasar karena kesalahannya sendiri.
Rafael memejamkan matanya. Laki-laki itu mengepalkan kedua tangannya. Merasakan tetesan air hujan yang tengah deras mengguyur keduanya.
"Apa kau sangat mencintainya?"
Degh...
Rafael membuka matanya. Manik hitam itu menatap Kirana yang tengah rapuh.
"Aku mencintaimu, selamanya. Itu tidak akan pernah berubah Kirana."
Kirana mengeling. "Kau pikir aku akan percaya setelah semua ini?" bentaknya.
"Selain itu Rafael Atmaja. Aku tidak bertanya apa kau mencintaiku atau tidak. Karena semua itu hanya omong kosong. Yang ingin aku tanyakan apa kau mencintanya? Wanita bernama Aurora itu."
Degh....
"Kami dijodohkan. Dia temanku saat kecil."
"Teman? Ibumu bilang kalian saling mencintai, bukan begitu? Apa dia cinta pertamamu?"
Rafael tidak menjawab. Laki-laki itu tidak tau harus mengatakan apa.
Disatu sisi ia sangat mencintai Kirana. Kekasihnya, tapi di satu sisi ia juga tidak bisa melepaskan sosok yang menjadi cinta pertamanya itu.
Sementara itu keterdiaman Rafael nyatanya membuat Kirana kembali tersenyum sinis. Lucu sekali, ingin rasanya ia tertawa, merutuki kebodohannya sendiri.
"Sepertinya sudah jelas. Kau mencintanya rupanya. Hanya aku yang berada di antara kalian berdua."
"Kirana itu tidak benar. Aku mencintaimu."
"Tapi kau juga mencintainya!!" Kirana berteriak.
Dadanya naik turun ketika emosi menderanya secara tiba-tiba.
"Ku tidak bisa mencintai dua wanita sekaligus Raf. Salah satu dari mereka akan tersakiti, dan aku tidak ingin menjadi wanita bodoh itu," ucap Kirana lagi, sembari menghapus setitik air matanya dengan ujung jari.
'Jangan menangis Kirana … jangan menangisi laki-laki brengsek di depanmu itu.'
"Lalu bagaimana denganku?" Rafael bertanya. "Aku tidak ingin kita berpisah. Aku masih mencintaimu Kirana. Kita akan bahagia hidup di tempat lain. Orantuaku tidak akan mengetahuinya. Aku akan memberikan tempat tinggal untukmu bersembunyi."
Kirana mengerutkan alisnya. "Apa maksudmu?"
"Setelah aku menikah dengan Aurora. Aku akan menikahimu juga. Jadi tolong tunggu aku, kita tidak akan berpisah Kirana."
"Brengsek!! Kau laki-laki yang menakutkan," teriknya pelan.
Kirana tidak pernah menyangka jika Rafael berpikir untuk menjadikannya sebagai wanita simpanan. Padahal bukan ia yang berkhianat di sini.
"Jangan bicara lagi denganku. Hubungan kita selesai di sini Raf, dan aku tidak akan melupakan pengkhianatanmu dan penghinaan ini."
Kirana menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan dirinya. Hubungannya sudah berakhir. Tidak ada yang bisa diselamatkan. Semua tersapu bersama derasnya air hujan.
To be continued....