Cielo menatap wajah ayahnya Justin dengan saksama. Ternyata memang ada banyak kemiripan di antara mereka. Raut wajah Justin mirip seperti ayahnya.
"Selamat ulang tahun ya, Cielo," ucap Pak Gunawan sambil menjabat tangan Cielo lagi.
"Terima kasih, Om."
"Selama ini, Justin selalu cerita kalau dia memiliki kekasih yang sangat cantik dan menarik. Ternyata, Justin memang tidak salah pilih. Kamu itu cantik sekali seperti bidadari." Lalu Pak Gunawan menoleh ke arah ayahnya. "Kamu ini hebat sekali, Charlos. Sudah ayahnya ganteng, usahanya sukses, anaknya juga cantik dan sukses juga. Mantap."
Pak Gunawan terkekeh bersama ayahnya, sungguh khas bapak-bapak. Cielo hanya tersenyum tipis-tipis sambil mengangguk.
"Ah, Gunawan. Kamu ini bisa saja," ujar ayahnya sambil menepuk bahu Pak Gunawan.
"Terima kasih, Om atas pujiannya," ucap Cielo pelan.
Lalu ayahnya dan Pak Gunawan sama-sama bermain golf. Cielo jadi curiga jika sebenarnya ayahnya sudah tahu bahwa Pak Gunawan akan main golf hari ini.
Cielo sedang tidak mood untuk bermain golf, jadi ia hanya melihat-lihat saja sambil menikmati minuman lemon yang segar. Ayahnya dan pak Gunawan tampak tertawa-tawa dan menikmati sore itu dalam damai.
Dalam hatinya, Cielo merasa tidak enak hati dipuji oleh ayahnya Justin seperti itu. Andai saja sang ayah tahu jika semalam putranya hampir saja menodainya, akankah Pak Gunawan bisa tertawa dengan lepas?
Ingin sekali Cielo membeberkan semuanya pada Pak Gunawan dan ayahnya. Namun, ia tak akan sanggup menanggung hal yang akan terjadi selanjutnya. Bagaimana jika ayahnya marah besar dan malah bermusuhan dengan Pak Gunawan?
Mereka tampak sangat akrab dan Cielo tidak akan tega membuat hubungan mereka berakhir tidak menyenangkan. Namun, hati Cielo tidak senang dengan perbuatan Justin.
Cielo ingin marah dan mengamuk pada Justin. Pria itu malah tidak ingat dengan perbuatannya. Ia hanya berlutut dan meminta maaf. Hati Cielo masih sakit dan tidak semudah itu memaafkan perbuatan Justin.
Usai acara bermain golf, para bapak-bapak berbahagia itu duduk untuk beristirahat sambil minum minuman isotonik.
"Cielo, kamu tidak ikut main?" tanya Pak Gunawan.
"Tidak, Om. Saya tidak mahir," kata Cielo sambil tersenyum.
"Ah, kamu ini cantik sekali kalau tersenyum. Ada lesung pipinya seperti ayahmu."
Lagi-lagi, ayahnya Justin memujinya. Cielo jadi merasa tidak nyaman berada di tempat ini.
"Tadi aku dan ayahmu sudah berbincang-bincang selama kami main golf. Aku jadi berpikir, lebih baik kamu dan Justin segera melangsungkan pertunangan kalian." Pak Gunawan kemudian menoleh pada ayahnya. "Bagaimana menurutmu, Charlos? Apa kamu setuju?"
"Aku setuju-setuju saja kalau Cielo setuju," ujar ayahnya sambil melirik ke arah Cielo. "Kamu setuju kan, Ciel?"
Cielo menyeringai sambil terkekeh. "Kita bisa membicarakan tentang hal itu nanti lagi."
"Loh, memangnya kenapa?" tanya Pak Gunawan sambil menautkan alisnya. "Apa Justin kurang baik untukmu?"
Cielo langsung merasa tegang. Ia menatap Pak Gunawan dan ayahnya secara bergantian.
"Hmmm … hmmm …."
"Sepertinya mereka sedang ada pertengkaran sedikit," ucap ayahnya memecah ketegangan.
Pak Gunawan menoleh pada ayahnya dan menatapnya tak percaya. "Benarkah? Kalau memang Justin bersikap kurang ajar, tolong maafkan dia ya. Aku akan menegurnya malam ini juga."
"Ah, tidak usah, Om!" seru Cielo. "Kami hanya bertengkar kecil. Bukan masalah besar."
"Benarkah? Kalau memang Justin nakal, langsung beritahu Om ya. Biar Om hajar itu si Justin!"
Cielo terkekeh agak keras. Ayahnya Justin malah membelanya. Ingin sekali Cielo memberitahu Pak Gunawan semuanya, tapi rasanya agak sulit. "Om, semalam Justin hampir memperkosa saya. Apa itu termasuk perbuatan yang nakal atau tidak?"
Tidak mungkin Cielo berkata seperti itu, jelas tidak mungkin. Cielo pun mendesah pasrah. Otaknya langsung berpikir keras. Cielo sempat berpikir untuk memutuskan hubungannya dengan Justin. Namun, jika begini jadinya, hubungannya dengan Justin sepertinya akan semakin sulit untuk dipisahkan.
Malam itu, Cielo beristirahat di kamarnya sambil mendengarkan musik klasik. Jika hatinya sedang kacau, ia selalu mendengarkan lagu-lagu klasik. Belakangan ini, Cynthia mengiriminya video saat ia bermain piano.
Jadi, Cielo mendengarkan permainan adiknya sambil menatap jemari adiknya yang gemulai, menari-nari di atas tuts piano. Cielo sempat mempelajari permainan piano saat ia masih kecil, tapi permainan Cynthia jauh lebih bagus darinya. Cynthia menekuni permainan piano itu hingga ia bisa sekolah piano ke luar negeri.
Saat sedang menikmati permainan piano Cynthia melalui penyuara telinga, tiba-tiba, ada telepon masuk dari Justin.
Cielo langsung mendengus. Ia sebenarnya tidak mau bicara dengan Justin. Namun, ia pun terpaksa mengangkat telepon itu.