Chereads / Menikahi Barista Ganteng / Chapter 23 - 23. Kisah Ello Di Masa Lalu

Chapter 23 - 23. Kisah Ello Di Masa Lalu

Ello tak menyangka jika wanita itu akan balik mengancam nyawanya. Jika bukan karena ia bisa mendapatkan kembali pekerjaannya, Ello mana mau kembali ke Poseidon.

"Itu semua salahmu sendiri! Kamu tidak hormat padaku sama sekali, padahal aku sudah menawarkan yang terbaik untukmu. Kamu memang tidak suka diajak bicara baik-baik. Ya sudah."

Cielo bersikap seolah ia berada di atas angin. Ello mengangguk perlahan.

"Baiklah kalau begitu. Mulai kapan aku bisa bekerja lagi di sana?" tanya Ello.

"Besok lah! Jangan pemalas. Aku tidak akan segan-segan memotong gajimu kalau kamu sampai tidak rajin bekerja!"

"Katamu kinerjaku bagus. Mana pernah aku malas?" ucap Ello bangga.

"Tidak usah banyak bicara. Buktikan saja," ucap Cielo tegas.

Lalu Cielo bangkit berdiri dan hendak pergi.

"Hei! Ibu bos! Apa kamu tidak akan memberiku surat sakti atau semacamnya? Bagaimana bisa aku tiba-tiba datang bekerja ke Poseidon. Nanti satpamnya akan mengusirku."

Cielo menoleh sambil melirik sinis pada Ello. "Itu biar sekretarisku yang mengurusnya. Kamu tidak usah khawatir."

"Ah, baiklah."

"Besok sebelum bekerja, datanglah ke kantorku dan minta surat saktinya pada Septi."

"Baik, Bu."

Cielo pun melangkah menuju ke pintu untuk pergi dari sana.

"Hei! Bu! Apa kamu tidak akan makan malam denganku? Ini jus stroberinya bagaimana?"

Ello mengetuk-ngetuk gelas jusnya dengan sendok, tapi wanita itu tidak mempedulikannya. Ia terus saja berjalan dan keluar dari ruangan itu diiringi suara dari sepatunya yang berisik.

Ello mendesah. Ia hanya disuguhi jus stroberi. Padahal ia sudah berharap sang bos akan mentraktirnya makan malam di sana. Terpaksa Ello menghabiskan jusnya sampai tak bersisa dan kemudian keluar dari sana.

Ia hendak kabur, tapi hatinya tidak tega. Lagi pula, ia adalah orang yang jujur. Lalu ia menghampiri kasir.

"Permisi, Mbak. Tadi saya berada di ruangan privat lantai dua dan minum jus stroberi. Saya mau bayar," kata Ello sopan.

"Oh, tunggu sebentar, Pak," kata wanita itu.

Lalu ia mengambil gagang telepon dan berbicara sambil berbisik-bisik. Ello pura-pura mengalihkan pandangannya ke sekitarnya. Perutnya mulai lapar. Segelas jus stroberi tidak cukup untuk mengatasi rasa laparnya.

Wanita itu pun telah selesai menelepon. "Permisi, Pak. Sudah ada yang membayar tagihannya, jadi Bapak tidak perlu membayar lagi."

"Oh ya? Serius, Mbak?" Ello membelalakkan matanya.

"Iya, Pak. Ada lagi yang bisa saya bantu?"

"Ah, tidak ada. Ya sudah kalau begitu. Terima kasih ya, Mbak."

"Sama-sama, Pak."

Ello pun berjalan santai keluar dari restoran mewah itu. Ah, lumayan juga ditraktir jus stroberi yang segar meski tidak kenyang. Ello pun pergi dari sana dengan motor andalannya dan mampir ke rumah makan Padang.

Kalau makan nasi Padang, barulah perutnya bisa tersenyum gembira. Meski hanya makan dengan telur dadar tebal dan nasi panas, tapi rasanya sudah senikmat surga karena bumbu rendang gratis yang ia aduk-aduk dengan nasi begitu nikmat.

Tak perlu makan daging rendang. Cukup bumbunya saja rasanya sudah nikmat seantero jagat raya. Ello lahap sekali makan dengan menggunakan tangan.

Ia membayangkan jika Cielo makan nasi Padang dengan menggunakan sendok dan garpu. Lalu ia memotong daging rendangnya dengan pisau. Ah, nona kaya raya itu tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya hidup susah.

Ello yang sebenarnya hidupnya sudah enak malah memilih hidup susah. Bodoh sekali bukan?

Ia bukannya bodoh, tapi ia ingin berusaha sendiri dengan kemampuannya. Menjadi pria yang mengandalkan harta orang tua itu tidak akan bisa sukses. Ello membiarkan hidupnya susah supaya ia bisa belajar bersyukur dengan apa yang ia miliki.

Meski memang apa yang ia miliki tidak banyak. Ia tidak punya ibu dan ayah. Ello hidup tanpa kasih sayang yang cukup.

Pamannya memang baik hati, tapi gaya hidupnya membuat Ello miris dan malu. Ia tidak ingin orang lain tahu jika pamannya adalah pria penyuka sesama jenis. Neneknya sudah tahu akan hal itu dan membiarkan putra semata wayangnya itu melakukan apa yang ia inginkan.

Jadi, beginilah keadaan Ello sekarang. Ia hidup seperti orang susah, tapi setidaknya ia tidak terbebani dengan skandal kehidupannya.

Orang lain tidak perlu tahu seperti apa kehidupannya yang sebenarnya. Lebih baik dikatai miskin, daripada hidup bergelimang harta, tapi diejek dan dijauhi oleh semua saudara.

Diejek dan dikucilkan oleh saudara-saudara dari keluarga neneknya itu sudah biasa. Saat bertemu dengan Ello, mereka tampak biasa-biasa saja, tapi Ello tahu jika sepupu dari ibu dan pamannya itu tidak ada yang menyukai keluarganya.

Saat sepupu Ello menikah, maka keluarga Ello tidak ada yang diundang. Bukan karena keluarganya tidak mampu, tapi karena memang mereka sudah tidak dianggap lagi.

Semenjak kakeknya tiada, usaha keluarganya itu hancur. Pamannya yang berusaha menyelamatkan perusahaan dari kehancuran. Meski perusahaan itu masih bertahan, tapi sudah tidak sehebat pada zaman dulu.

Siapa yang tidak tahu keluarga Kawijayan? Saat masih berjaya, semua saudara-saudara begitu mengelu-elukan mereka. Namun, setelah nama Kawijayan hancur, maka habis sudah semua pujian dan ucapan manis itu.

Jet pribadi dijual. Semua aset dan tanah-tanah dijual demi membayar kerugian yang dialami oleh perusahaan.

Semua saudara pun menjauh. Untungnya, Ello masih bayi saat keluarganya berada dalam kehancuran terparah.

Ello bersyukur karena ia tidak menyandang nama Kawijayan di akte lahirnya. Itu karena seharusnya Ello menggunakan nama ayahnya di belakangnya.

Lantas, siapa ayahnya, Ello tidak tahu.

Tidak punya ayah, anak haram, ibu gila. Kata-kata itu yang selalu menjadi bahan perundungannya seumur hidupnya. Tidak hanya saudara, tapi juga teman-teman sekolahnya mengatainya begitu.

Dan beginilah nasib Ello sekarang. Ia tumbuh menjadi anak yang sering membuat masalah. Ia sering bertengkar dengan teman-temannya. Guru-guru pun tidak ada yang membelanya.

Nenek dan pamannya pasti malu sekali memiliki Ello dalam keluarganya. Jadi, ada bagusnya juga Ello pergi dari rumah neneknya itu.

Neneknya tidak perlu malu saat Ello ditendang dari café tempat ia bekerja. Dan juga dari Hotel Poseidon. Lucunya, ia besok harus bekerja lagi di sana.

Ia menanti, kira-kira apa yang akan terjadi besok.