Chereads / Menikahi Barista Ganteng / Chapter 20 - 20. Kekecewaan Ello

Chapter 20 - 20. Kekecewaan Ello

Untuk kedua kalinya dalam waktu berdekatan, Ello dipecat dari tempat kerjanya. Sungguh gila rasanya. Semangat yang tadinya menggebu-gebu seketika merosot begitu saja.

Padahal Ello sudah bertekad akan menabung yang banyak supaya ia bisa sekolah barista. Namun, Ello harus mengurungkan niatnya. Sepertinya cita-citanya itu tidak akan pernah bisa tercapai, kecuali ia mau mengatakannya pada pamannya.

Sayangnya, gengsi Ello cukup tinggi. Ia lebih baik diam saja daripada meminta uang pada pamannya. Ia adalah pria dewasa dan sudah seharusnya di usianya yang matang ini, ia memiliki pekerjaan yang mumpuni dan uang yang banyak.

Bagaimana kelak ia bisa menghidupi keluarganya jika ia sudah menikah nanti? Ello harus bisa menjadi pria yang sukses, apa pun juga pekerjaannya.

Biarlah cita-cita menjadi seorang barista dan memiliki kedai kopi sendiri itu ia kubur dulu sementara. Jika memang Tuhan berkehendak, ia pasti bisa mendapatkannya.

Ello menatap surat pemecatannya. Surat kedua dalam waktu berdekatan. Lemas sekali rasanya diusir dari perusahaan tempat ia pikir ia sudah betah di sana.

Bagaimana tidak betah, ia bisa makan sepuasnya di hotel itu. Istilahnya, ia bisa perbaikan gizi di sana sambil menikmati fasilitas fitnes gratis juga.

Kalau sudah begini, ia jadi tidak bersemangat untuk mencari kerja. Namun, jika ia pengangguran, mau jadi apa ia kelak?

Ello merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil memandangi langit-langit kosannya yang suram. Haruskah Ello kembali ke rumah neneknya?

Sebuah telepon tiba-tiba mengagetkannya. Ia mengambil poselnya dan bingung saat melihat nomor tidak dikenal. Ello pun mengangkat telepon itu.

"Halo?"

"Apa benar ini nomor teleponnya Graciello Andreas?" tanya seorang wanita.

Ello menautkan alisnya. Ia sepertinya pernah mendengar suara itu, tapi ia tidak yakin dengan sang pemilik suara,

"Ya, benar. Dengan siapa saya bicara?"

"Hmmm, jadi benar ini nomormu. Bisakah kita bertemu hari ini?" tanya wanita itu.

Ello menyipitkan matanya. "Cielo? Hmmm, maksudku Ibu Cielo."

"Ya, ini aku. Apa kamu ada waktu bertemu denganku sore ini?"

"Ka-kamu serius?"

Ello tampak terkejut mendengar wanita itu ingin bertemu dengannya. Namun, ia teringat jika wanita itu berterima kasih padanya dan hendak menolongnya lepas dari permasalahannya karena telah menyerang calon suaminya.

Apa hasilnya? Tidak ada. Yang ada, Ello malah dipecat dari Hotel Poseidon. Semua itu karena ia menolong sang bos.

"Ya, aku serius. Aku ingin bertemu denganmu sore ini. Aku akan mengirimkan alamat tempat pertemuan kita melalui pesan singkat. Sebaiknya kamu datang tepat waktu," ucap wanita itu tegas.

"Tunggu, tunggu sebentar. Omong-omong, aku sudah dipecat dari sana. Jadi, kamu tidak berhak menyuruh-nyuruhku lagi," timpal Ello.

"Apa?! Jadi, kamu tidak mau bicara lagi denganku?"

"Untuk apa? Memangnya apa yang kamu inginkan? Semua ini gara-gara aku menolongmu. Jika aku tidak datang malam itu, Pak Abi mungkin tidak akan memecatku! Di dunia ini memang sudah hilang semua keadilan. Aku menolongmu, tapi seperti ini balasannya."

Ello menggelengkan kepalanya dengan kecewa. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Sekalian saja Ello tumpahkan kekesalannya pada sang bos yang memang tidak memiliki andil untuk membantunya keluar dari permasalahannya.

Sungguh tidak tahu terima kasih. Sudah ditolong, tapi ia ditendang juga dari sana.

"Aku tidak tahu kalau Abi telah memecatmu."

"Ah, kamu pasti sengaja mau menyingkirkanku dari sana. Ya kan, jujur saja. Kamu malu kalau sampai orang lain tahu apa yang telah menimpamu. Jadi, sekalian saja kamu buang aku dari sana."

"Astaga, mulutmu itu kasar sekali kalau bicara! Kamu menuduhku sembarangan! Aku ini mau bertemu denganmu untuk meluruskan masalah ini!" bentak wanita itu dengan keras.

Dibentak seperti itu malah membuat Ello malas untuk bertemu dengannya. Sungguh ia bertanya-tanya dalam hatinya, untuk apa wanita itu mencarinya lagi. Pastilah wanita itu punya tujuan tertentu. Ello tidak mau berurusan lagi dengannya.

"Tidak ada yang perlu diluruskan. Wanita kaya raya yang angkuh dan sombong sepertimu tidak akan pernah memahami perasaan orang susah sepertiku. Enak saja perusahaanmu itu memecatku. Aku ini sudah seperti sampah," timpal Ello dengan wajah masam.

Hidupnya sudah terlalu banyak kepedihan. Tidak heran jika Ello gampang kecewa pada orang lain.