Justin masih saja berlutut di kaki Cielo. Rasanya sungguh tidak nyaman. Ingatan saat Justin hendak menodainya membuat Cielo sulit untuk mempercayai pria itu lagi.
"Cielo Sayang, aku mohon. Maafkan aku ya, Sayang."
Tiba-tiba, pintu ruangan Cielo terbuka. Ayahnya masuk ke dalam ruangan dan terkejut melihat Justin yang sedang memeluk kaki Cielo.
"Papih!" seru Cielo.
Justin pun terkejut dan langsung bangkit berdiri sambil merapikan pakaian dan rambutnya yang sebenarnya tidak kusut.
"Ada apa ini? Apa Papih mengganggumu?" Ayahnya menyipitkan matanya sambil menatap Justin dengan curiga.
"Ti-tidak, Om. Biar saya yang keluar," ucap Justin buru-buru. Lalu ia segera pergi dari ruangan itu.
Cielo menyeringai melihat kepergian Justin. Ia malu sekali dilihat seperti itu oleh ayahnya.
"Uhm, ada apa Papih ke sini? Kok Papih tidak ketuk pintu dulu?" Cielo mengaitkan rambutnya ke kupingnya dengan canggung.
Ayahnya mundur beberapa langkah dan kemudian mengetuk pintunya sambil mengangkat alisnya sebelah. "Sudah."
Cielo pun mendesah. Lalu ia duduk di kursinya. "Terserah Papih saja."
Lalu ayahnya mendekat dan duduk di hadapan Cielo sambil melipat kakinya dengan santai.
"Apa yang terjadi antara kamu dan Justin? Kenapa dia sampai berlutut di kakimu? Apa kalian bertengkar?" tanya ayahnya dengan tatapan menyelidik.
Cielo sungguh tak sanggup mengaku pada ayahnya. Ia malu sekali jika sampai ayahnya tahu yang sebenarnya. Selama ini, Cielo selalu membanggakan Justin di hadapan orang tuanya. Semua orang juga tahu kalau Cielo sangat mencintai Justin.
Apa jadi jika sampai orang lain tahu dan kemudian mencemoohnya? Lalu bagaimana jika orang tuanya marah dan memperbesar masalah ini?
Berbagai pikiran berkecamuk dalam kepala Cielo. Ia bingung bagaimana harus menjawab ayahnya.
"Ada apa, Cielo? Katakan pada Papih," desak ayahnya yang telah menurunkan kakinya dan kemudian mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Ti-tidak ada apa-apa, Pap. Tadi, Justin hanya … dia hanya bercanda. Ya, aku tadi sempat marah padanya, tapi … tapi tidak apa-apa. Kami tidak ada masalah apa-apa," ucap Cielo sambil terbata-bata.
Ayahnya menyipitkan matanya seperti yang curiga, tapi kemudian ekspresi ayahnya melunak sedikit.
"Ya sudah. Namanya pacaran, pasti ada saja pertengkaran. Kalau dilihat-lihat Justin sampai berlutut di hadapanmu, sepertinya dia sangat mencintaimu. Kamu pasti bersikap manja padanya, ya kan?"
"Tidak, Pap! Aku tidak pernah manja padanya!" tukas Cielo yang tampak kesal.
"Ah, ya sudah. Papih tidak akan membahas lagi urusan kamu dengan Justin. Silakan kamu selesaikan saja sendiri. Papih ke sini hanya ingin mengajakmu pergi untuk bertemu dengan klien. Apa kamu mau ikut?"
Sejujurnya, Cielo sedang tidak ingin bekerja saat ini, padahal semua pekerjaannya menumpuk. Daripada ia stress, lebih baik ia pergi dari sini dan ikut ayahnya untuk makan siang dengan rekan bisnisnya.
Cielo sering kali pergi dengan ayahnya untuk urusan bisnis. Ayahnya hanya percaya padanya saja, tidak seperti pada Cedric. Lagi pula Cedric sibuk dengan pekerjaannya sebagai arsitek.
Semua urusan bisnis jadina dilimpahkan pada Cielo. Meski lelah, tapi Cielo tetap menjalaninya. Tidak sia-sia selama ini ia kuliah di luar negeri. Ia bisa memimpin perusahaan ayahnya dengan baik. Cielo terus belajar dan berusaha dengan sebaik mungkin.
Lagi-lagi pikiran akan perbuatan Justin melukai hatinya. Jika ia sampai mengaku pada ayahnya, maka ayahnya pasti akan marah besar dan menyuruhnya untuk putus segera dengan Justin. Di sisi lain, Cielo pun malu.
Usai pertemuan bisnis, ayahnya pun mengajak Cielo untuk bermain golf. Sudah lama Cielo tidak pernah bermain golf.
Tiba-tiba, seseorang mendekati mereka dan menyapa ayahnya dengan ramah.
"Halo, Charlos! Apa kabar?" sapa pria paruh baya itu.
Cielo dan ayahnya menoleh. Ayahnya langsung tersenyum lebar sambil menjabat tangan pria itu.
"Halo, Gunawan! Kabar baik. Bagaimana denganmu? Semuanya sehat-sehat?"
"Sehat. Aduh maaf ya, kemarin aku tidak bisa hadir ke acara ulang tahun putrimu karena aku habis pulang dari Singapura, masih lelah. Sekarang baru sempat olahraga lagi."
"Oh, tidak apa-apa," ucap ayahnya.
"Ah, siapa wanita cantik ini, Charlos?"
"Ini putriku yang kemarin berulang tahun," jawab ayahnya bangga.
Cielo pun menjabat tangan pria itu. "Halo, Om. Nama saya Cielo."
"Tunggu sebentar. Jadi, ini yang namanya Cielo. Justin selalu menceritakan tentangmu," kata pria bernama Gunawan itu.
"Justin? Om kenal sama Justin?" tanya Cielo.
Ayahnya dan Pak Gunawan tertawa bersama. "Cielo, Om Gunawan ini ayahnya Justin," kata ayahnya memberitahu.
Seketika jantung Cielo berdebar kencang. "Oh, maafkan saya, Om. Saya tidak tahu."