Sari berpikir keras, harus bertanya apa pada Romi, apalagi anak laki-laki itu ikut memesan makanan untuk mengobrol bersama mereka. Ratna menyikut lengan Sari karena gadis itu tak kunjung bersuara, sementara Romi sudah menunggu pertanyaan apa yang akan disampaikan oleh sahabat sepupunya. Karena Sari terlihat masih berpikir dan berusaha mencari topik pertanyaan, akhirnya Ratna mengajak ngobrol Romi untuk hal yang lainnya, sembari menunggu temannya itu siap. Ratna sengaja melakukan semua itu supaya Sari dan Romi menjadi lebih dekat.
"Gimana udah inget belum tadi mau nanya apa?" tanya Ratna seraya mengedipkan matanya.
"Ahh iya, itu Kak. Selama ini kan kami belum pernah mengisi materi, jadi nanti waktu hari jum'at kira-kira materi apa yang harus kami berikan untuk junior yang baru bergabung?"
"Oh itu. Bisa yang mana aja kok. mereka baru, lakuin yang asik asik aja dulu. Misal nyanyi sama-sama dalam kelas. Banyak kan nyanyian pramuka yang sudah kami berikan, nyatet nggak?"
"Nyatet kok."
"Nah, jum'at berikutnya baru isi materi. Pengetahuan umum misalnya, materi soal simpul atau baris berbaris."
"Oh gitu, oke kak."
"Oh iya, jangan lupa untuk perkenalan dulu antara senior dan juniornya supaya saling mengenal satu sama lain."
Sari tersenyum dan mengangguk mengerti, melihat itu Ratna mengulum senyum.
"Eh udah dulu, ya. Makanan kakak udah abis nih, pasti Bu Guru sudah masuk kelas juga sekarang."
Baru saja Romi akan beranjak Ratna mengajukan satu pertanyaan.
"Eh Rom, nanti masuk SMA mana?"
"Rencana SMA Negeri 1 sih, meskipun melewati tes yang lumayan berat."
"Oh, aku doain lulus teh deh!"
"Aamiin, makasih, Na."
Ratna tersenyum, selanjutnya Romi pergi meninggalkan mereka. Ratna kini beralih menatap Sari.
"SMAN. 1 tuh!"
"Apaan sih?" sahut Sari malu.
Ratna melanjutkan makan, sementara Sari menoleh ke arah dimana kelas Romi berada. Meskipun ia pura-pura tak peduli dengan informasi yang Ratna berikan, tapi otaknya terus mengingat nama SMA itu. Sari bertekad dia juga harus masuk ke SMA yang sama supaya bisa melihat Romi setiap hari seperti sekarang.
***
Di rumah, Sari duduk di meja belajarnya sambil terus menulis di bukunya.
Aku harus masuk SMAN.1
Aku harus masuk SMAN.1
Aku harus masuk SMAN.1
Aku harus masuk SMAN.1
Begitu terus hingga beberapa halaman. Anak itu percaya, apa yang dia pikirkan, kemudian ia tulis berulang-ulang, akan menjadi sebuah tindakan dan usaha untuk mewujudkan keinginannya. Eva dan Nia yang berbaring di ranjang saling bertatapan, melihat adiknya nampak serius belajar di meja belajarnya. Nia bertanya lewat isyarat dengan mengangkat kepala, Eva menggeleng sebagai jawaban tidak tahu apa-apa. Jam 11 malam, mata gadis itu terasa sangat berat. Ia menutup bukunya, lalu memutuskan untuk istirahat.
Waktu terus berlalu. Anak-anak kelas tiga yang kini sudah berubah menjadi kelas sembilan, karena peraturan baru, itu sudah melewati ujian. Mereka juga sudah melakukan tes untuk masuk ke sekolah terbaik ke SMA N 1 Ulu Timur. Sembari menunggu pengumuman, anak-anak kelas sembilan itu diistirahatkan. Kemudian pengumuman kelulusan pun tiba. Semua anak-anak dinyatakan lulus, lalu sekolah membuat acara di dalam lingkungan sekolah itu sendiri supaya anak-anak tidak kebut-kebutan di jalan.
Pihak sekolah menyewa mobil pemadam kebakaran untuk menyiram semua anak-anak yang dinyatakan lulus. Mereka bersenang-senang di sana. Saling menandatangani baju mereka satu sama lain. Tertawa, bercanda bahkan ada yang saling memberikan kado antar sahabat dan pacar sebagai kenang-kenangan. Musik diputar dengan keras, satu persatu perwakilan dari setiap kelas sembilan diminta bernyanyi di tengah lapangan, termasuk para guru ikut berbaur dengan anak-anak itu. Anak kelas satu yang kini berubah menjadi kelas tujuh dan kelas dua yang kini berubah menjadi kelas delapan juga ikut memeriahkan acara itu.
Sari, duduk di depan kelas memperhatikan keseruan acara, ia tidak ikut mendekat karena memilih memperhatikan dari jauh saja, sedangkan Ratna sedang ke ruang guru karena sesuatu. Gadis manis itu sebenarnya sudah menyiapkan kado kecil untuk Roma dan Romi sebagai hadiah kelulusan, tapi enggan memberikannya karena malu. Sari berjalan perlahan untuk melihat lebih dekat cara kelulusan itu.
Terlihatlah Roma yang sedang asik dengan teman-temannya, kemudian tak jauh darinya Romi juga sedang duduk di atas sepeda motor dengan rombongannya. Sari mengeluarkan kotak kecil yang sejak tadi ia sembunyikan di balik tubuh, lalu berniat membuang kotak kecil itu ke kotak sampah, tapi kemudian Roma melihatnya, dan mendekatinya. Baru saja Sari akan menaruhnya di kotak sampah, Roma sudah ada di depannya.
"Hey!"
Sari mendongak, lalu tersenyum dan membalas sapaan Roma.
"Halo, Kak."
"Apa kabar?"
"Baik, alhamdulillah."
Sari meletakkan kado itu ke kotak sampah.
"Itu apa?" tanyanya ramah.
"Ehh, bukan apa-apa kok, Kak. Sampah biasa."
Roma tidak percaya, ia langsung mengambil dua buah kotak kecil itu dari tempat sampah, tertera nama Roma dan Romi di depannya.
"Buat aku, ya? Kok dibuang?" Sari diam saja karena merasa tidak enak, lalu mengalihkan pandangan, malu. "Eh ada buat Romi juga ternyata, nanti aku kasihin, ya!"
"Jangan, Kak! Soalnya ...."
"Tenang saja, ini jadi salah satu hadiah yang kami terima dari para junior pramuka sebagai hadiah kelulusan."
"Oh, banyak juga yang kasih, ya!" Roma mengangguk. Sari penasaran, kira-kira apa saja isi dari kado dari anak-anak yang lain. "Kapan mereka ngasihnya?"
"Tadi pagi, bahkan sudah ada yang kami buka."
"Oh ya?" Lagi-lagi Roma mengangguk dengan seulas senyuman, kemudian Sari mengusap tengkuknya, karena ragu ingin bertanya, tapi akhirnya tetap memberanikan diri untuk menanyakannya. "Kalau boleh tahu, isinya apa aja, Kak?"
"Macam-macam sih, ada yang ngasih jam tangan, kaus oblong, kemeja, bahkan ada yang ngasih kamera."
Sari menelan ludah mendengarnya, karena isi dari kotak kado darinya hanya sapu tangan biasa dan lollipop yang harganya sangatlah murah.
"Makasih ya kadonya, untung ketahuan, kalau nggak kan mubazir dibuang."
"Tapi, Kak. Itu ... isinya nggak sebagus yang lain."
"Nggak apa-apa, ini aja udah makasih banget kok. Kami gak akan lihat seberapa mahal harganya, tapi seberapa ikhlas orang yang memberinya. Ya udah, kakak permisi, ya!" Sari mengangguk, dan Roma pun berlalu pergi.
Sari memejamkan mata kuat, menyesali kebodohannya karena sampai ketahuan oleh Roma, kemudian ia berbalik dan memutuskan untuk masuk ke kelas. Sampai di kelas ternyata Ratna sudah menunggunya. Ia bertanya dari mana saja, dan Sari menjawab baru saja melihat keseruan acara kelulusan di luar kelas. Sahabatnya itu mengajaknya kembali ke sana dan Sari menyetujuinya. Mereka berdua ikut berdiri di tengah lapangan bersama yang lainnya. Saat Ratna ikut berteriak bernyanyi lagu pop yang dinyanyikan salah satu siswi kelas sembilan, Sari hanya mengamati Romi, dan terus menatap anak laki-laki itu. Ia berharap, semoga kelak, Romi bahagia di sekolahnya yang baru.
Waktu terus berlalu, sebentar lagi, pria berlesung pipi itu akan benar-benar keluar dari sekolah, karena akan lanjut ke sekolah SMA. Setiap kali jam istirahat Sari akan menuju ke WC sekolah, hanya untuk melewati kelas Romi, lalu berdiri di depan kelas itu untuk memperhatikan kelas dan bangkunya Romi yang kosong. Bayangan laki-laki itu bermain, bercanda dan tertawa bersama teman-temannya melintas di matanya. Baru beberapa minggu, Sari sudah merasa benar-benar kehilangan. Bagaimana nanti? Kemudian ia akan kembali ke kelas dengan langkah yang gontai.
Juli 2004
Semakin hari perubahan pada gadis itu semakin nyata. Kulitnya yang hitam perlahan berubah menjadi kuning langsat. Wajahnya yang kusam, kini lebih bersih dan bersinar. Pakaiannya juga selalu rapi dan wangi. Beberapa teman pria sudah mulai melirik Sari karena perubahannya ini. Sari juga kini lebih ramah. Sayangnya naik ke kelas sembilan, ia berpisah dengan Ratna.
Sari masuk ke kelas sembilan satu, sedangkan Ratna masuk ke kelas sembilan tiga, tapi hubungan mereka tetap baik dan hangat. Mereka tetap mengisi materi kepramukaan dengan rutin setiap hari jum'at dan melakukan apa yang Romi ajarkan. Jum'at itu Sari sedang asik bercanda dengan Ratna dan Yura di kelas yang mereka isi untuk kegiatan pramuka kali ini. Tiba-tiba datang tiga junior anak laki-laki kelas tujuh menghampiri mereka.
"Permisi, Kak."
Sari, Yura dan Ratna bertiga menghentikan obrolan.
"Iya, kenapa, Dek? Ada yang mau ditanyakan soal materi tadi."
Kedua anak laki-laki itu menyikut lengan anak laki-laki yang berdiri di tengah. Sari, Yura dan Ratna saling bertatapan, lalu maju seorang anak laki-laki yang paling rapi dan tampan berjalan supaya lebih mendekat.
"Ini buat, Kak Sari."
"Buat kakak?" Anak laki-laki itu mengangguk.
"Oh, oke. Makasih banyak, ya!" kata Sari seraya tersenyum setelah sebuah amplop berwarna biru pindah ke tangannya.
Anak laki-laki itu langsung pergi menjauh setelah memberikan amplop itu.
"Apaan? Surat, ya?" tanya Yura.
"Nggak tahu sih, kayaknya iya," kemudian Ratna dan Yura tertawa.
"Kamu ditaksir adik kelas, Sar!" seru Ratna. "Duh, bakalan lupa nih sama Romi, abisnya adeknya cakep sih! Hahaha!" tawanya bersamaan dengan Yura.
Sari hanya tersenyum, lalu membuka amplop dan Membaca isinya.
Untuk Kak Sari ....