Chereads / 10 Years Of Feeling / Chapter 26 - Karta Cemburu

Chapter 26 - Karta Cemburu

"Dari mana?" tanya Nia pada adiknya yang baru saja kembali.

Sari hanya mengulum senyum menjawab pertanyaan saudarinya yang membuat Nia bersungut kesal. Karena hari sudah sore dan hampir magrib, Sari mengajak Nia pulang ke rumah. Perjalanan pulang, saat melewati jalanan kecil di sawah mereka bertemu dengan ulat berwarna hitam, berbintik-bintik putih yang membuat Sari memekik seketika. Melihat itu Nia memutar bola mata malas. Sejak dulu, Sari memang sangat takut dengan ulat. Dulu, ia bahkan tak mau pulang kalau Eva tidak menggendongnya.

"Udah lompatin aja. Nggak ada mbak Eva di sini, yang biasanya gendong kamu, lagian kamu itu udah gede Sar, berat tau!" sungut Nia.

"Nggak mau Mbak!! Gimana kalau nempel di kulit aku? Ihh Mbak tolong!!" teriak Sari semakin kencang sambil terus menangis. 

"Jadi gimana?"

"Buang itu ulatnya Mbak. Buang!" 

Sari menggerak-gerakkan kedua kaki seperti jalan di tempat dengan ritme yang cepat, saking geli dan takutnya melihat hewan itu.

"Ah! Nyusahin banget sih. Nyesel aku susul kamu ke sini!"

Sari tidak memedulikan keluhan Nia, dia terus saja menangis. Nia semakin kesal mendengar Sari terus saja memekik ketakutan dan menangis tiada henti. Sebenarnya dia juga geli dengan hewan bertubuh lembut satu itu, hanya saja tidak berlebihan seperti Sari. Akhirnya Nia menyarankan Sari untuk melewati jalan lain yang tidak ada ulatnya.

Meskipun alternatif itu membuat jarak rumah semakin menjauh, tapi Sari memilih untuk menurutinya, semua itu dia lakukan karena tidak mau jika harus melewati jalanan yang ada ulatnya. sampai di rumah, Eva tertawa terbahak-bahak saat mendengar cerita dari Nia, Sari yang mendengarkan dari kamar mengerucutkan bibirnya kesal. 

***

"Oke hari ini kita nyanyi aja, ya! Ada yang sudah tau lagu yang judulnya Potong Lalang?" 

Semua anak-anak Pramuka menggelengkan kepala. Sari tersenyum, lalu menuliskan lirik lagu itu di papan tulis, sementara senior yang lain bersiap ikut menyanyikan lagu itu. Gadis itu telah selesai, ia memberi aba-aba kepada semua temannya untuk menyanyikan lagu itu sebagai contoh, supaya para juniornya paham dan mengerti. 

"Oke, teman-teman kita mulai, ya! Adek-adek dengerin dan perhatikan, ya!" 

"Siap perhatikan!" sahut mereka serentak. 

Setelah menghitung sampai tiga, semua senior yang datang hari itu menyanyi. 

Satu orang pergi, pergi potong lalang

Satu orang pergi bawa cangkul bawa arit pergi potong lalang 

Dua orang pergi, pergi potong lalang

Satu dua dua satu orang pergi bawa cangkul bawa arit pergi potong lalang 

Tiga orang pergi, pergi potong lalang 

Satu dua tiga tiga dua satu orang pergi bawa cangkul bawa arit pergi potong lalang

Seperti itu terus hingga orang ke sepuluh, semakin banyak yang pergi potong lalang semakin sulit dinyanyikan karena membutuhkan nafas yang panjang. Junior yang melihat para seniornya bernyanyi tertawa, karena ada yang tidak sampai nafasnya. Kini giliran juniornya, dan para senior ikut meramaikan dengan ikut bernyanyi. Selesai mengisi materi Sari mengobrol bersama Adi, teman pramukanya.

Melihat itu Karta terlihat kesal. Ratna mendekat, kemudian mengikuti tangan Sari, lalu memberi aba-aba supaya sahabatnya itu melihat ekspresi wajah Karta. Sari diam saja, karena ia merasa tidak memiliki hubungan yang spesial sehingga melanjutkan obrolannya dengan Adi dengan tidak mengacuhkan adik kelasnya itu. 

"Kalau dipikir-pikir susah juga jadi kamu ya, Sar," Ratna memulai obrolan saat mereka bertiga duduk di depan salah satu kelas yang kosong.

"Susah kenapa?" tanya Yura penasaran. 

"Tadi dia ngobrol sama Adi terus Karta kayak cemburu gitu. Cemberut mukanya sambil menatap mereka berdua tajem banget." 

"Bener?" Ratna mengangguk. 

"Mungkin sudah saatnya ya bilang sama dia kalau aku tuh cuma nganggap sahabat aja. Aku belum pengen punya pacar juga sih. Sebenarnya dia baik banget, cakep, pinter lagi, tapi ... Rasanya terlalu dini untuk menjalin sebuah hubungan."

"Dulu aku melarang, tapi kalau kejadiannya gini sekarang aku dukung deh!" 

Dari balik dinding, ternyata ada Karta di sana. Anak laki-laki itu menunduk, lalu mendongak. Ada yang nyeri di dadanya mendengar penuturan seniornya itu. Ia berbalik, lalu melangkah menjauh. Sejak saat itu ia berjanji tidak akan mengganggu Sari lagi. Setelah istirahat, anak-anak kembali latihan Pramuka. Karta terus saja menunduk, ia enggan melihat ke arah Sari, rasa sukanya dulu entah kemana yang kini berubah menjadi benci.

Ratna dan Yura yang melihat itu bertanya dengan isyarat kepala kepada Sari, tapi gadis itu hanya menggeleng tanda tidak tahu. Saat pulang, Sari berniat bicara dengan Karta, tapi di luar dugaan. Karta hanya diam dan melewati tubuh Sari yang berdiri menunggu dan memanggilnya begitu saja. Sari menoleh, lalu membiarkan tubuh juniornya itu semakin menjauh. 

"Jadi gimana?" tanya Yura.

"Mau aku kejar?" sambung Ratna. 

"Nggak usah, biarin aja."

Keesokan harinya di sekolah. Tanpa memberitahu Ratna dan Yura, Sari menemui Karta di belakang sekolah. Sari bersandar pada dinding sekolah, sedangkan anak laki-laki itu bersandar pada dinding pagar. Mereka berhadapan dengan jarak sekitar dua meter.

"Marah ya sama, Kakak?" tanya Sari setelah mereka diam cukup lama. 

Karta tidak menjawab. Wajahnya terus saja tertunduk, menatap sepatunya sendiri, sementara tangannya melipat di dada.

"Kakak minta maaf kalau salah. Barangkali tanpa sadar ada sikap dan ucapan kakak yang menyakiti hati. Karta itu cowok baik, cakep, dan pintar. Suatu saat, kalau Karta udah gede, pasti bisa dapetin cewek yang bagaimanapun sesuai yang Karta mau. Tapi, untuk sekarang, baik Kakak atau Karta, sepertinya lebih baik fokus ke belajar dulu. Kakak hargai perasaan Karta, malah Kakak bersyukur dan bahagia disayangi oleh laki-laki seperti Karta." Sari mendekat, lalu memegang sebelah tangan anak laki-laki itu. Dari rumah ia sudah menyiapkan sebuah kado untuknya. "Maaf, telat. Happy birthday, ya!" 

Karta yang sejak tadi menunduk, kini mendongak menatap Sari. 

"Kak, ini apa?" 

"Buat, kamu. Semoga suka dan bisa jadi kenangan untuk nanti. Kado dari kamu masih tersimpan rapi di dalam lemari. Kakak suka kata-katanya dan lagunya manis." 

Karta akhirnya tersenyum. Sari melepas tangan setelah kadonya berada di tangan anak laki-laki itu. 

"Makasih, Kak." 

"Sama-sama, sebentar lagi Kakak keluar dari sekolah ini. Doakan kakak lulus dan mendapatkan nilai yang bagus, ya!" 

"Pasti, Kak. Aku juga mau minta maaf karena kemarin kesal dan sempat benci sama kakak. Apa yang Kakak katakan benar, sebaiknya kita fokus ke belajar dulu aja. Tapi ... Kakak jangan lupain aku, ya!" 

"Mana bisa? Anak cakep gini kok dilupain sih!" 

Sari mengacak pucuk kepala Karta persis seperti seorang Kakak kepada adiknya. Anak laki-laki itu tertawa dan hubungan mereka akhirnya membaik setelah hari itu.