Nia dan Eva menatap Sari yang tertidur di meja belajar sambil senyum-senyum sendiri. Mereka bertatapan, lalu berinisiatif untuk mengagetkannya. Eva mengangguk, memberi aba-aba yang dibalas anggukan kepala juga oleh adiknya. Eva menghitung mundur.
"Tiga, dua, satu!"
"Kebakaran!!" teriak mereka berdua di telinga kiri dan kanan adiknya, sontak Sari langsung berdiri, ketakutan dan kebingungan.
"Kebakaran, kebakaran, tolong! Tolong!" teriaknya berlari-lari di seputaran kamar.
Melihat itu kedua saudaranya tertawa terbahak-bahak. Eva sampai duduk di lantai memegangi perut. Nia sampai berguling-guling di kasur dengan wajah memerah dan terus saja tertawa. Hingga Sari menghentikan sikapnya. Ia melihat kedua saudaranya terus saja tertawa. Setelah berpikir lama, ia baru menyadari sepertinya ia diisengi.
Sari memeriksa rumah dan semua baik-baik saja. Seketika ia kembali ke kamar dengan kekesalan yang luar biasa. Mereka berdua sudah mengganggu mimpi indah anak itu bersama Roma dan Romi. Sampai di kamar Sari mengejar kedua kakaknya karena marah, akhirnya mereka kejar-kejaran di dalam rumah itu.
Di hari minggu Ida pulang ke rumah. Ia mengajak Sari ke pasar untuk membeli sayuran dengan naik becak. Setelah berbelanja Ida mengajak Sari ke toko kosmetik.
"Kamu mau beli handbody dan bedak?"
"Nggak, Mbak."
"Beli ajalah, dari pada rebutan terus sama Nia. Mbak dengar dari Eva kalau kalian pernah bertengkar gara-gara handbody. Mumpung Mbak baru gajian, belilah apa yang pengen kamu beli."
"Aku iseng aja Mbak gangguin Mbak Nia."
"Iseng apa pengen cantik kayak dia?" Sari hanya tersenyum mendengarnya. "Udahlah, kita beli saja. Kamu juga udah remaja kok, sudah waktunya merawat diri. Ya?"
Sari mengangguk samar. Ida tersenyum, mengelus pucuk kepala adiknya dan memberikannya berbagai macam kebutuhan untuk merawat badan, termasuk untuk Nia dan Eva juga. Setelahnya langsung pulang. Sampai di rumah mereka disambut dengan suka cita. Eva dan Nia dengan antusias menerima apapun yang dibelanjakan oleh Ida, begitu juga Sari.
Mereka sangat bersyukur memiliki saudara yang sangat peduli dan membantu kebutuhan mereka di rumah. Sejak hari itu Sari mulai belajar merawat diri. Di hari jum'at saat ia datang untuk ikut kegiatan pramuka. Sari dan Yura mengobrol di kelas saat jam istirahat. Sekarang Ratna jarang datang semenjak hubungan mereka renggang.
"Sar, gimana sama Ratna?"
"Nggak tahu, aku bingung gimana caranya supaya kami bisa kembali berbaikan."
"Bingung juga, ya. Sifat Ratna itu keras, kalau kamu nggak ngalah kalian nggak akan pernah bisa lagi sama-sama."
"Aku sudah berusaha, sudah meminta maaf, tapi Ratna masih nggak mau memaafkan."
"Gimana kalau kamu datang ke rumahnya?"
Sari terdiam, ia mencoba memikirkan apa yang sahabatnya itu katakan.
"Kira-kira aku diusir nggak?"
"Nggak, tenang aja. Dia nggak akan tega mengusir kamu kalau sudah sampai sana."
Sari mengatakan ia akan mempertimbangkan usul dari Yura. Seluruh senior satu persatu memasuki kelas, artinya jam istirahat sudah selesai. Ketika sudah masuk ke kelas, Romi yang memberikan materi. Ia dan senior lainnya sekalian pamit karena sebentar lagi akan menghadapi ujian untuk kelulusan sekolah.
Mendengar itu bahu Sari langsung lemas. Satu-satunya semangatnya mengikuti ekstrakulikuler ini adalah sosoknya. Semua senior meminta para juniornya untuk menuliskan kesan dan pesan untuk semua senior yang ada di sana pada selembar kertas. Mulai minggu depan, yang mengisi kegiatan pramuka bukan lagi mereka, tapi sudah beralih ke angkatan Sari dan kawan-kawan.
"Jangan sedih, kan masih bisa ketemu di sekolah," bisik Yura saat melihat wajah Sari yang murung.
"Kalau di sekolah cuma bisa lihat sekilas-sekilas, beda kalau pas kegiatan begini."
"Sekarang tulis kesan dan pesan untuk mereka. Bila perlu tuliskan perasaanmu untuk Romi."
"Gila, emangnya aku perempuan apaan?"
Yura mengulum senyum mendengar kalimat temannya. Semua junior menuliskan kesan dan pesan di sana, termasuk Sari. Ia merobek kertas bagian tengah buku tulisnya, lalu membaginya menjadi beberapa bagian, baru menuliskan sesuatu di setiap kertas. Awalnya ia menuliskan kesan dan pesan untuk Novi, selanjutnya Putri, berlanjut ke Billa. Setelah semua senior sudah, kini giliran Roma dan Romi.
Untuk Kak Roma.
Terimakasih sudah menuntun dan mengajari kami banyak hal. Aku doakan hubungan kakak dan sang pacar sampai ke jenjang pernikahan. Semoga kalian jodoh dunia dan akhirat. Oh iya, aku masih menyimpan gagang permen pemberian kakak. Itu akan aku jadikan kenang-kenangan. Oh iya, terimakasih sudah mempercayakan aku untuk memilih boneka waktu itu. sehat-sehat ya, Kak. Orang baik seperti kakak dibutuhkan oleh negara. Emot nyengir. –Sari-
Sari tersenyum kecil menulis itu, lalu melipatnya seperti yang lain. Kini giliran untuk Romi. Sari membuka kertas yang ukurannya sedikit lebih besar dari yang lain, rasanya dia ingin menuliskan begitu banyak hal di sana. Sayang, ia tidak punya banyak keberanian untuk itu. sehingga hanya menuliskan satu paragraf saja di sana.
Dear, Kak Romi.
Jika bumi memiliki matahari sebagai penerangnya, aku memilihmu sebagai penyemangatku. Terimakasih sudah menjadi cakrawala yang membuatku terus berusaha tumbuh menjadi versi terbaik untuk diriku sendiri. Mungkin aku hanyalah bayang-bayang semu bagimu, tapi kupastikan bayangan ini, meskipun terus ada di belakangmu dan terus mengikutimu, ia tidak akan pernah mengganggu. Jangan lupa bahagia, jaga kesehatan, karena rasa sedih itu sungguh menghimpit relung hati saat mengetahui bahwa kakak tidak baik-baik saja.
Gadis itu segera melipat kertasnya, lalu dikumpulkan ke depan bersama yang lainnya. Setiap senior memilih kertas yang di bagian depannya tertulis namanya, setelah selesai mereka membaca nya satu-satu di depan. Kadang mereka terbahak-bahak mendengar pesan dari beberapa juniornya, bahkan ada yang mengutarakan perasaanya untuk Novi yang membuat suasana kelas menjadi pecah. Giliran Roma, ia sudah membaca semua pesan dan kini membaca pesan dari Sari. Setelah membaca pesan itu dia menatap Sari dari depan dengan seulas senyuman. Di depan semua orang Roma berkata.
"Terimakasih udah pesan dan kesannya. Juga doa baik yang Sari berikan. Kakak juga berdo'a semoga kamu sehat dan makin cemerlang prestasinya."
Setelah mengatakan itu ia kembali duduk ke tempat. Romi menolak saat diminta untuk membacakan pesan dan kesannya. Dia beralasan akan membaca pesan dan kesan dari semua juniornya di rumah saja. Sari merasa lega karena tidak perlu mendengar tulisannya dibaca oleh Romi di depan, ia hanya takut ketahuan, itu saja. Waktunya pulang, Yura pamit lebih dulu karena dijemput oleh saudaranya. Karena tidak punya teman pulang, Sari memutuskan untuk naik angkot saja. Ia sengaja tidak langsung pulang, karena melihat banyaknya sampah yang berserakan. Setelah kelas sepi ia dan penjaga sekolah membersihkan kelas.
"Udah bersih nih, makasih ya, Dek udah dibantu."
"Sama-sama, Pak. Soalnya aku juga yang bikin kelas ini kotor. Oh iya, pamit pulang ya, Pak."
"Baik, Dek. Hati-hati di jalan."
Sari tersenyum, ia memakai ranselnya, lalu keluar kelas. Sampai di luar kelas ia langsung keluar dari gerbang. Langkah kaki gadis itu melambat saat melihat Romi masih stay di pinggir jalan sendirian. Wajahnya mendongak melihat Sari keluar dari sana. Gadis itu menghentikan langkah, sedangkan Romi berjalan mendekat.
"Pulang bareng, Yuk!" ajaknya yang membuat Sari tidak bisa berkata apa-apa.