Chereads / 10 Years Of Feeling / Chapter 20 - Kanan Kiri Oke

Chapter 20 - Kanan Kiri Oke

Hari ini Roki tidak masuk sekolah, sehingga tidak ada yang mengganggu Sari. Gadis itu menghapus air mata yang mengalir di pipi. Ia tidak bisa membayangkan betapa sakit dan sesaknya dada sahabatnya melihat Roki menyatakan perasaannya kemarin. Ratna datang, ia masih berpura-pura baik-baik saja. Gadis tomboy itu tidak tahu, kalau Sari sudah mengetahui semuanya. 

"Eh katanya senin ini akan ada pemberitahuan perubahan soal pergantian Caturwulan ke Semester, ya?" Ratna tidak melihat kalau Sari masih memegang kertas yang berisi curahan hatinya. "Susah ya kalau kita—selaku pelajar, harus selalu menyesuaikan diri saat pergantian menteri pendidikan seperti ini. Baru juga mau terbiasa dan menyesuaikan diri sama aturannya, eh udah diganti lagi dan kita dipaksa menyesuaikan diri lagi. Wajarlah kalau pendidikan kita nggak maju-maju."

"Na ... " 

Sari tidak menggubris perkataan temannya. Ia malah memegang bahu Ratna dengan mata yang kembali berkaca-kaca. Baru saja kering jejak air di matanya, kini mau basah lagi. Ratna menoleh, kemudian tertawa melihat Sari yang menitikkan air mata.

"Haha, kenapa? Apa kata-kataku barusan begitu mengharukan? Ya, aku tahu sih, kita memang harus peduli sama bangsa ini. Soalnya kalau bukan kita, siapa lagi? Tapi nggak harus sampe nangis juga kali, Sar."

"Na, bukan itu. Aku nggak mikirin negara, kok. Itu sudah tugasnya pemerintah. Anak smp kayak kita tugasnya cuma belajar aja yang bener, supaya nanti bener juga negaranya kalau pas giliran kita yang menggantikan mereka."

"Lalu kenapa kamu nangis?" Sari menyodorkan kertas curahan hati yang Ratna tulis dan itu membuat gadis tomboy itu terdiam, lalu membuang muka. "Maaf ya, Na kalau aku nyakitin kamu."

Ratna mengambil kertas itu dari tangan Sari sedikit kasar, lalu menyimpannya dalam tas. Setelah itu berdiri dan menjauh dari Sari. Tanpa diduga ia juga memilih untuk duduk bersama teman lainnya, dan meninggalkan sahabatnya sendirian. Melihat itu, Sari tidak kuasa menahan air matanya. Dua tahun berteman dekat, hanya karena seorang pria mereka bisa menjauh dan malah seperti bermusuhan.

Baru saja Sari akan beranjak untuk menyusul Ratna, bu guru masuk ke kelas. Dengan berat hati, Sari kembali mendudukkan bokongnya ke kursi untuk memulai pelajaran pertamanya. Ketika belajar, sesekali Sari menghapus air yang mengintip di ujung mata sambil terus mencatat materi yang gurunya sampaikan. Gadis itu tidak menyangka akan memiliki masalah seperti ini dengan sahabat dekatnya. 

Sementara Ratna masih marah karena menganggap Sari lancang sudah membuka-buka bukunya dan membaca kertas yang berisi curahan hatinya itu. Ia tidak tahu, kalau Sari tanpa sengaja membaca tulisan itu.

Di jam istirahat Sari berusaha menjelaskan, tapi Ratna tidak percaya dan menuduh Sari berbohong. Ia juga mengatakan kalau mereka bukan lagi teman. Sari hanya bisa pasrah saat sepupu dari Romi itu memintanya menjauh. Dengan perasaan tak menentu Sari pergi dari hadapan Ratna untuk kembali ke kursinya. Pelajaran selanjutnya gadis bertubuh kurus itu hanya bisa menatap Ratna yang asik bercanda dengan teman lainnya. Ia hanya bisa berdoa semoga suatu saat pertemanan mereka bisa kembali hangat seperti sebelumnya.

Hari berganti hari, Ratna tak kunjung membuka hati untuk berbaikan dengan Sari, sedangkan Roki sudah tidak pernah lagi masuk ke sekolah. Kabarnya ia sudah mengurus surat kepindahan ke sekolah lainnya. Setelah upacara, benar saja, diumumkan kalau mulai sekarang ada perubahan, seperti yang Ratna ceritakan. Sepulang dari upacara Sari lupa kalau hubungan mereka tidak baik-baik saja, sehingga langsung duduk di samping Ratna seperti tidak terjadi apa-apa.

"Na, ternyata benar, tahun ini ada perubahan, ya! Biasanya kita ujian empat bulan sekali, tapi kali ini jadi enam bulan sekali. Menurutmu gimana?" tanya Sari dengan antusias.

Ratna diam saja, ia malah sibuk menggambar di buku gambarnya. Melihat sikap cuek Ratna, gadis itu baru menyadari kalau mereka memang tidak lagi bisa seperti dulu. Ia tersenyum samar, lalu pamit kembali ke kursinya, tapi Ratna tetap diam tak mau menjawabnya. Di mejanya, dengan iseng Sari mencoret-coret buku. Ia bingung harus bersikap bagaimana lagi supaya Ratna bisa kembali seperti dulu. 

"Sudah berapa kali datang untuk kegiatan pramuka, kok nggak pernah lagi duduk sama Ratna, kenapa?" tanya Roma. 

Siang itu di jam istirahat saat mengikuti kegiatan pramuka, Sari memilih duduk di belakang kelas sendirian. Ratna bersama Yura dari kelas yang entah kemana. Saat Yura mengajaknya, Sari menolak, karena tahu Ratna pasti tidak menyukainya.

"Ehh, nggak ada apa-apa kok, Kak."

"Yakin?"

Roma duduk di samping Sari yang saat itu duduk lesehan di rerumputan. Gadis itu diam saja dengan wajah yang muram. Andai saat ini yang datang Romi, pasti ia akan sangat bahagia, meskipun tidak bisa dipungkiri, berteman dengan Roma pun rasanya tak kalah senang. 

"Salah paham aja, Kak."

"Salah paham karena apa?"

Sari menceritakan semuanya pada Roma, sementara laki-laki bermata tajam itu mendengarkannya dengan seksama. Tidak berapa lama, Romi yang mencari Roma melihat kembarannya itu duduk di belakang kelas, sehingga ia mendekatinya.

"Roma!" teriaknya yang membuat Sari pun kembarannya menoleh seketika.

Romi dan Roma sama-sama melempar senyum, sedangkan Sari menjadi gugup.

"Ngapain?" tanyanya setelah dekat.

"Ini, ngobrol sama junior."

Romi ikut duduk di samping Sari yang membuat gadis itu seraya ingin pingsan. Di sebelah kanan ada Roma dan sebelah kiri ada Romi.

"Ngobrolin apa sih?" 

Romi menatap Sari sesaat, setelahnya menatap Roma.

"Kita semua tahu, kan kalau Ratna dan Sari itu bersahabat sejak dulu."

"Iya, lalu?"

"Sudah tiga kali pertemuan mereka nggak bareng dan aku curiga kalau ada something antara mereka."

Romi memperhatikan wajah Sari dengan seksama.

"Ada masalah apa kamu sama Ratna?"

"Salah paham aja, Kak."

Roma menjelaskan pada Romi duduk persoalannya dan Romi sesekali mengangguk mengerti. Akhirnya mereka berdua secara bergantian memberi masukan pada Sari untuk bersikap bagaimana supaya Ratna mau kembali menjalin pertemanan dengannya. Sesekali Sari menoleh ke arah kanan memperhatikan Roma bicara, kemudian menoleh ke arah kiri saat Romi juga mengemukakan pendapatnya. Dua pangeran berwajah sama itu benar-benar membuat Sari bingung bukan kepalang. Ia ikut tertawa saat keduanya tertawa ketika salah satunya memberikan masukan yang konyol dan tidak masuk akal.

"Sudah deh, nggak usah dengerin masukan dari Roma, nanti kamu tersesat. Mending dengerin masukan dari kakak tadi. Kamu ... percaya, 'kan sama kakak?"

Sari menelan salivanya saat mereka berdua beradu tatap.

"I ... iya, percaya, Kak."

"Bagus."

Hal tak terduga terjadi saat tiba-tiba Roma merangkul bahu gadis itu. "Eh, kalau kamu percaya sama Romi, sama aja kamu menduakan Tuhan."

Sari menatap tangan Roma yang bertengger di bahunya.

"Enak aja, mending dengerin dulu deh!"

Belum hilang rasa kaget di hatinya atas tingkah Roma, kini Romi memegang tangan Sari yang membuat mata gadis itu membulat seketika. 

"Dengerin Kakak, jadi kamu itu harus .... "

Nging ....

Suara denging memenuhi telinga Sari karena saking gugupnya. Roma yang merangkulnya dan Romi yang kini memegang tangannya benar-benar membuat hati gadis itu jungkir balik seketika.

'Ya Tuhan, apa kabar dengan hatiku saat ini? Mengapa debarnya semakin tidak kondusif seperti ini?'