Sari dan Ratna pergi ke kantin di jam istirahat kedua. Di sana penuh anak-anak berbelanja, berebut membeli makanan. Sari duduk di meja dimana kesemuanya ditempati oleh gadis-gadis yang beranjak remaja sepertinya, sedangkan Ratna memesan makanan. Sesekali gadis kecil itu menatap sekeliling untuk memastikan kalau belum ada anak laki-laki yang datang ke sana. Ratna datang dan duduk di samping sahabatnya. Ia juga sibuk memperhatikan sekitar mencari keberadaan si pemilik surat.
"Kayaknya dia belum datang, Sar," bisik Ratna.
"Iya. Soalnya belum ada anak laki-laki yang datang."
Seorang gadis berambut sebahu menyapa Sari dan Ratna, ternyata teman mereka dulu saat masih duduk di kelas satu SMP. Namanya Luna, gadis ceria yang memegang jabatan sebagai bendahara di kelasnya. Ia datang bersama Kanaya, teman barunya di kelasnya yang baru.
"Eh masih ikut pramuka kalian?" tanya Luna sambil mengaduk es susu di hadapannya.
"Masih, kamu sekarang masuk di kelas mana?" sahut Sari.
"Aku masuk ke kelas 2.5. Kabarnya tahun ini akan ada perubahan, ya?"
Sari dan Ratna saling pandang. "Perubahan apa?" tanya Ratna yang penasaran.
"Kalau dulu sistim bagi raportnya tiga kali setahun, kalau tahun ini diubah jadi dua kali. Catur Wulan berubah menjadi Semesteran. Baru tadi dibahas oleh wali kelas, memangnya kalian belum tahu?" Dua sahabat itu menggeleng karena ketinggalan informasi. "Oh, belum aja kali. Mungkin nanti wali kalian akan memberitahu."
"Mungkin, ya. Atau wali kelas kami lupa untuk memberitahu."
Luna dan Kanaya saling pandang, lalu tersenyum mendengar pengakuan Sari dan Ratna. Setelah itu mereka masing-masing mulai menikmati makanan yang dihidangkan oleh pelayan di sana. Mereka berempat kembali ngobrol sambil bercanda. Sesekali kepala Sari berputar-putar mencari sosok anak laki-laki yang ada di sana, tapi tetap saja, tak ada anak laki-laki yang datang.
Kalaupun ada itu di warung makan yang lainnya, bukan di sana, di mana mereka membuat janji untuk ketemuan. Satu persatu anak-anak yang ada di warung itu kembali ke kelas. Dari ramai, kini tinggal beberapa orang saja, mengingat jam istirahat sebentar lagi telah selesai. Awalnya puluhan anak, kini tinggal belasan, kemudian berkurang lagi tinggal delapan orang, tidak lama kemudian hanya bersisa mereka berempat.
"Kayaknya dia nggak bakal datang, bentar lagi jam istirahat abis nih!" bisik Ratna. "Apa jangan-jangan dia nggak datang ke kantin ini? Tapi ke kantin yang lain?"
"Nggak mungkinlah, orang janjiannya di sini kok, Na."
"Udah, mulai sekarang kalau dia ngirim bunga lagi buang aja ke kotak sampah! Kesel soalnya, pembohong!" ucap Ratna penuh dengan penekanan.
"Eh, kalian masih mau di sini, ya?" sapa Luna yang membuat Ratna menjauhkan bibirnya dari telinga Sari, karena bisik-bisik barusan.
"Udah kok, kami mau balik ke kelas."
Luna berdiri untuk membayar makanannya. Sari dan Ratna kembali berbisik-bisik.
"Pak, berapa?"
"Apa aja tadi, Dek?"
"Hitung saja makanan kami berempat."
Mendengar itu Ratna dan Sari menoleh ke arah Luna. Mereka mengatakan akan membayar sendiri makanannya, tapi Luna mengatakan kali ini ia yang akan mentraktir. Karena Luna memaksa, akhirnya Sari dan Ratna mengucapkan terima kasih. Selesai membayar Kanaya dan Luna hendak pergi, tapi sebelumnya meletakkan sesuatu di hadapan Sari. Baik Ratna dan Sari sama-sama tidak menyangka dengan yang barusan mereka lihat. Luna meletakkan setangkai bunga yang biasa ada di laci Sari dengan secarik kertas yang bertuliskan.
~Terimakasih sudah datang, maaf jika tidak sesuai dengan ekspektasi. Yang mengagumimu, Luna~
Kemudian ia pergi begitu saja dengan seulas senyuman. Bulu Sari meremang saat mengetahui kenyataan, bahwa yang menyukainya adalah seorang perempuan. Di saat Sari dilanda rasa takut, Ratna malah terus tertawa karena menganggap itu lucu.
"Jadi gimana, Sar? Pasti kamu suka, kan?"
Goda Ratna yang masih saja terus tertawa saat mereka berjalan pulang menuju ke kelas.
"Ih, ogah banget, Na. Masak jeruk minum jeruk sih!"
"Hahaha! Eh, kita kan harus menghargai perbedaan, Sar. Harap maklum ajalah kalau dia suka kamu yang ternyata satu jenis sama dia."
Kembali Ratna tertawa lepas.
"Eh, Na, inget, ya! Indonesia memang negara full toleransi, kita memang memahami perbedaan, tapi kita harus menolak keras penyimpangan! Suka sama sesama jenis itu penyakit, Na! Ya Allah nauzubillahiminzalik!" sahutnya bergidik ngeri.
Ratna merangkul Sari masih saja terus tertawa. Gadis tomboy itu benar-benar tidak menyangka kalau sahabatnya yang perempuan juga disukai oleh sesama perempuan. Sejak saat itu, Sari menghindari Luna. Ia bahkan lewat jalan lainnya, jika harus melintas di depan kelasnya Luna. Bunga yang biasa dikirim oleh gadis itu juga tak terlihat lagi setelah melihat perubahan sikap ramah Sari terhadap dirinya.
***
Di sebuah kelas, salah seorang senior nampak sibuk mencatat materi di papan tulis. Sari, Yura dan Ratna yang duduk di bagian kursi bagian tengah terlihat juga sibuk mencatat bersama anak-anak pramuka yang lain. Hari itu, Sari sedikit gelisah karena tak melihat Romi. Hatinya bertanya-tanya ke mana dua senior itu siang ini? Melihat Sari yang nampak gelisah, Yura melemparkan kertas ke arah Sari yang duduk di depannya.
~Gelisah banget hari ini?~
Sari hanya menggelengkan kepala seraya tersenyum samar setelah membaca isi surat dari Yura.
"Eh, Roma sama Romi nggak masuk, ya?" tanya Yura pada Ratna.
"Kalau Roma kurang tahu sih. Cuma kalau Romi kayaknya iya, soalnya tadi pagi aja Romi nggak masuk ke sekolah."
Sari menghentikan kegiatan menulisnya mendengar ucapan Ratna. Yura sengaja bertanya, supaya Sari tidak penasaran.
"Kenapa, apa mereka sakit?"
"Romi demam. Biasalah flu dan badannya panas."
Hati gadis itu semakin gelisah mendengar kabar dari Ratna.
"Oh gitu. Semoga segera sembuh deh."
"Aamiin. Tapi sudah dibawa ke dokter kok sama mama dan papanya."
Terlihat Sari menarik nafas lega. Ia melanjutkan menulis. Melihat itu Yura tersenyum kecil. Tidak berapa lama, datang Roma. Ia datang di jam istirahat. Ratna dan Yura pergi ke toilet berdua, karena Sari sedang menyelesaikan catatannya yang belum selesai, ia memilih diam di kelas. Suasana di kelas saat itu sepi. Melihat Roma datang, Sari hanya melihat sekilas, lalu kembali sibuk menulis. Tiba-tiba Roma mendekat, Ia duduk di sebelah Sari yang membuat gadis itu gugup seketika.
"Siapa namanya?"
"Sari, Kak."
"Oh iya, lupa terus. Boleh pinjam pena?"
Biasanya pena yang disiapkan olehnya untuk dipakai oleh Romi, tapi kali ini dipinjam oleh Roma.
"Bo ... boleh, Kak."
Sari mengambil pena dari tasnya, kemudian memberikannya pada Roma. Anak laki-laki itu mengucapkan terimakasih, lalu menulis sesuatu.
"Eh menurutmu kado yang bagus untuk cewek itu apa, ya?"
Mendengar itu membuat Sari sedikit kikuk.
"Duh apa, ya? Nggak tau juga, Kak. Boneka kali, ya."
"Kalau kamu, sukanya boneka, apa?"
"Apa? A ... aku?" jawabnya seraya menunjuk hidungnya sendiri.