Yura dan Ratna membersihkan darah yang keluar dari hidung Sari. Setelah itu keduanya memeluk Sari dan memintanya untuk bersabar pun minta maaf karena mereka sudah kesal dan marah-marah. Usai mengobati luka Sari mereka kembali ke kelas masing-masing. Yura pamit masuk ke kelasnya, sementara Ratna dan Sari menuju ke kelas mereka. Sampai di kelas saat Sari hendak mengambil tasnya dari laci meja, ia menemukan setangkai bunga mawar. Sari menoleh ke kanan dan kiri, kemudian mengatakan pada Ratna tentang bunga itu.
"Ada namanya nggak?" tanya Ratna.
Sari menggeleng. Ia meletakkan bunga itu ke meja, lalu kepalanya kembali berkeliling memperhatikan sekitar.
"Menurutmu, ini dari siapa?"
Ratna pun mengedarkan pandangan, kemudian menjawab.
"Nggak tau juga sih, nggak ada yang mencurigakan di kelas ini. Barangkali orang iseng, Sar. Udah nggak usah dipikirin."
Sari memilih menyimpan bunga itu ke dalam tasnya, kemudian menyiapkan buku pelajaran karena sebentar lagi guru akan memasuki kelas.
***
Ketiga saudara Sari sedang asik menonton televisi. Sari sibuk membaca buku sambil memakan pisang goreng di meja tamu. Besok saudaranya Ida akan kembali pergi ke luar kota untuk bekerja, setelah liburan tiga hari di rumah. Sari meletakkan bukunya, lalu masuk ke kamar. Saat masuk, ia melihat ada bingkisan di atas meja belajarnya. Gadis itu berdiri di depan pintu, lalu mendekati bingkisan itu. Sari duduk di kursi belajarnya, lalu iseng membuka isinya, ternyata kotak kado berukuran cukup besar berwarna merah. Hatinya bertanya-tanya itu milik siapa. Belum sempat terjawab rasa penasarannya, tiba-tiba ketiga saudaranya masuk dengan cara mengagetkannya yang membuat Sari kaget bukan kepalang.
"Apa-apaan sih?" tanya Sari sewot.
"Pasti penasaran itu apa, buka aja!" perintah Ida.
Ragu, Sari membuka kotak kado itu. Ternyata isinya peralatan sekolah. Ada seragam, tas, sepatu dan lain sebagainya. Melihat itu Sari menoleh ke arah Ida, Nia dan Eva. Mereka semua menaik-naikkan alisnya.
"Ini punya siapa?" tanya Sari.
"Punyamulah! Kami berdua dapet juga soalnya. Gaji pertama Mbak Ida, beliin kita peralatan sekolah. Keren, kan?" sambung Nia.
Sari terdiam cukup lama, gadis itu benar-benar terharu. Matanya memanas, tenggorakannya pun tercekat. Untuk pertama kalinya ia akan memakai seragam sekolah sendiri, karena sebelumnya selalu memakai lungsuran saudara-saudaranya. Sari berdiri, kemudian langsung memeluk Ida seraya menangis.
"Makasih, Mbak ..., " ucapnya dengan suara yang serak.
"Iya, kamu yang rajin belajarnya ya!" Sari mengangguk. Menit berikutnya mereka berempat sudah berpelukan untuk saling memberikan semangat.
Besok paginya Sari pergi ke sekolah dengan kepercayaan diri yang naik satu tingkat dari biasanya. Saudaranya Nia juga. Mereka berjalan melewati persawahan dengan membusungkan dada. Sesekali saling menoleh dan tertawa saking bahagianya. Eva yang duduk di bangku SMA juga merasakan hal yang sama. Ia menjadi lebih bahagia dan ceria dari sebelumnya. Meskipun kebahagiaan tidak bisa diukur dengan seberapa bagus dan mahalnya barang yang dipakai, tapi bagi mereka hal ini adalah sesuatu yang jarang terjadi. Sederhana memang, hanya baju baru, tapi itu mampu membuat mereka sangat senang. Kadang hal sederhana yang menurut kita biasa saja, bisa bernilai luar biasa bagi orang yang lainnya. Ida sudah kembali ke Kota Raja. Ia kembali bekerja sebagai kasir di salah satu toko yang ada di sana. Hatinya bahagia, jika ingat reaksi adik-adiknya yang terlihat sangat senang ketika dihadiahi macam-macam perlengkapan sekolah.
"Berapa, Dek?" tanya salah satu customer yang membeli sebuah televisi hari itu.
Ida menyebutkan nominal uang, lalu orang itu membayarnya. Di tempat Ida bekerja ada anak bosnya yang tertarik dengannya. Ia sering memperhatikan gerak gerik Ida. Tak jarang apabila jam makan siang tiba, ia akan mengajak Ida keluar untuk makan siang bersama. Karena Ida adalah gadis yang polos, ia tidak pernah berpikir macam-macam dan selalu berpikir sewajarnya.
Di sekolah Sari.
"Bunga lagi?" tanya Ratna pagi itu setelah Sari sampai di sekolah.
"Iya. Dari siapa sih? Bikin penasaran aja!"
Sari melemparkan bunga itu ke mejanya.
"Coba nanti diem-diem kita lihat. Besok kita pergi lebih pagi, kita lihat siapa yang setiap pagi meletakkan bunga ini. Gimana?"
"Ide bagus sih, ya udah besok kita pergi pagi-pagi, ya!"
"Ok! Aku juga udah nggak sabar pengen tahu, bunga itu dari siapa."
Sari tidak menjawab. Ia memasukkan tangannya ke dalam tas, lalu menyiapkan buku pelajaran. Tidak berapa lama guru memasuki kelas. Anak-anak belajar seperti biasa. Hanya saja kelas menjadi gaduh saat guru keluar kelas dan meninggalkan tugas. Roki membuat onar sampai membuat seisi kelas jadi gaduh dan tak terkendali. Ratna sampai ikut menenangkan kelas itu. Di saat guru kembali, suasana kembali kondusif. Terlihat Sari menatap Roki dengan pandangan tak suka. Beberapa kali ia menoleh ke belakang karena Roki terus menendang kursinya. Setelah tugas dikumpulkan, ibu guru kembali keluar kelas dengan membawa tumpukan buku di tangannya.
"Roki, udahlah nggak usah gangguin Sari."
Ratna mengingatkan Roki, karena anak laki-laki itu adalah temannya saat SD.
"Kenapa sih, cuma gini doang!"
Roki menendang kursi Sari sedikit lebih kencang.
"Roki! Dia temen aku ya!" Ratna terlihat kesal.
"Iya iya sori." Anak itu berdiri, lalu pergi begitu saja.
"Jangan takut, ya. Dia nggak akan macem-macem selama ada aku."
"Nggak, aku nggak takut kok. Cuma sebel aja. Aku nggak punya salah apa-apa kenapa dia gangguin aku?"
"Udah, setelah ini dia nggak akan gangguin kamu lagi."
Sari ke kantin bersama Ratna di jam istirahat. Gadis itu bisa jajan hari ini, setelah diberi uang oleh Ida. Di kantin mereka memilih membeli soto pake nasi. Ternyata ada Romi yang juga sedang makan. Sari menunduk karena mereka berada dalam satu meja. Kemudian datang Reka. Gadis itu duduk di samping Romi, lalu sengaja bersikap manis supaya dilihat oleh Sari.
"Yang, aku suapin, ya .... "
Semua orang menyoraki mereka, sementara Romi hanya tersenyum melihat tingkah pacarnya. Ia pikir Reka sengaja ingin bercanda di tengah keramaian.
"Aku bisa sendiri kok."
"Kamu jangan malu-malu gitu dong. Sini aku suapin!"
Kembali semua orang bersorak. Hanya saja tingkah Reka saat itu membuat Ratna gerah. Sari enggan menoleh ke arah sana. Ia terus saja fokus dengan makanannya dan menundukkan kepalanya. Setelah makan Ratna menghampiri sepupunya.
"Rom, kasih tahu dong pacarmu itu. Nggak usah lebay!"
Romi yang tidak tahu apa-apa, hanya mengerutkan kening saat Sari dan Ratna berlalu dari sana. Karena penasaran akhirnya Romi mengejar Ratna. Ia menarik lengan sepupunya itu untuk meminta penjelasan.
"Kenapa, Na? Kamu kok marah? Reka kan cuma bercanda."
Reka menyusul berlari mengejar mereka. Hatinya was-was takut Ratna mengatakan semuanya.
"Soalnya aku kesal sama dia!"
"Kesal kenapa? Salah dia apa sama kamu?"
Ratna menarik napas, lalu memandang tajam ke arah Reka yang sudah berdiri di belakang Romi. Reka memberi aba-aba supaya Ratna tidak memberitahu semuanya. Melihat itu Ratna tersenyum sinis, lalu memegang tangan Sari yang sejak tadi memilih diam.
"Bukan sama aku, tapi sama Sari. Kamu tahu? Reka datang ke kelas kami dan melabrak Sari."
"Apa?" Romi terlihat tidak percaya.
"Kalau kamu nggak percaya bisa tanya ke anak-anak lain yang sekelas sama kami. Saksinya banyak kok. Bahkan Reka memukul wajah Sari dengan buku sampai membuat hidung Sari berdarah. Asal kamu tahu Rom, pacar kamu itu norak!! Tahu nggak!"
Setelah mengatakan itu Ratna menarik tangan Sari untuk kembali ke kelas. Romi berbalik, lalu melihat ada Reka di sana. Wanita itu tersenyum samar melihat ekspresi wajah Romi yang memerah. Romi mengalihkan pandangan, lalu berjalan ke arah Reka. Ditatapnya lama wajah gadis itu, lalu pergi begitu saja. Reka mengejar, berusaha menjelaskan, tapi Romi sudah terlanjur kecewa sehingga hanya mengabaikannya.
"Romi!! Tunggu! Aku bilang aku bisa jelasin!"
Romi terus saja berjalan meninggalkan Reka yang terlihat kesal. Ia bahkan tak lagi peduli dengan panggilan Reka berulang kali.