Chereads / 10 Years Of Feeling / Chapter 8 - Nasi Goreng Bervitamin

Chapter 8 - Nasi Goreng Bervitamin

Novi, Billa dan Sari bersiap mengikuti lomba cerdas cermat setelah semua kelompok pria selesai. Mereka sudah duduk bersila di hadapan para juri. Juri akan membacakan beberapa pertanyaan, dan bagi yang tahu jawabannya diminta untuk mengangkat tangan. Kali ini sekolah mereka melawan dua dari sekolah lain yang tak kalah pintar. Untung saja Sari dan teman-teman selalu berhasil mengangkat tangan lebih dulu. Bersyukur mereka masuk dalam babak final dan akhirnya pengumuman yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Semua yang ikut final di minta berbaris di depan pos dimana lomba diadakan, lalu salah satu panitia mengumumkan siapa juara tiga sampai juara satu di lomba itu. 

"Jadi, perlombaan sudah selesai dan sekarang kita akan umumkan hasilnya untuk sekolah menengah tingkat pertama khusus anak putra, baru setelahnya untuk anak putri."

Semua wajah tampak tegang menunggu setiap kalimat yang terlontar dari para juri. 

"Kita akan bacakan dari juara ketiga dulu ya adik-adik. Jadi, juara ketiga jatuh kepada sekolah ... Selamat! Kepada SMPN 10 kota batu!"

Sorak sorai terdengar dari tenda SMP Negeri 10 itu, terlihat beberapa guru yang ada di sana nampak antusias dan bahagia. Sari dan dua seniornya ikut tegang menunggu pengumuman. Apakah kelompok pria dari sekolah mereka juga akan mendapatkan juara.

"Baiklah langsung saja untuk juara ke dua. Kali ini juara kedua jatuh kepada sekolah ... Selamat! Untuk SMP N 1 Ulu Timur!"

Semua melompat kegirangan saat mendengar nama SMP mereka disebut. Romi, Roma dan Candra saling berpelukan, sedangkan Sari dan kedua seniornya mengucapkan selamat dengan cara bersalaman. Sari sangat bahagia melihat kebahagiaan Romi dan yang lainnya. Ia juga tak berhenti berucap syukur atas kemenangan ini. Baginya, kemenangan kelompoknya sudah tak penting lagi, setelah melihat kemenangan kelompok putra di sekolahnya. Ia malah langsung ingin kembali ke tenda, tetapi tangannya ditarik oleh Billa.

"Mau ke mana?"

"Mau kembali ke tenda, Kak."

"Loh, untuk ceweknya kan belum, tadi baru cowok."

"Oh iya. Hehehe maaf, Kak."

Sari kembali duduk dan menunggu pengumuman selanjutnya. Hanya saja ia terus saja menoleh ke arah dimana Romi yang sedang asik mengobrol dengan kedua temannya. Gadis itu jadi tidak fokus mendengarkan jalannya pengumuman pemenang. 

"Alhamdulillah! Kita menang!" teriak Billa dan Novi yang membuat Sari terkejut. Ia hanya bengong menatap kedua seniornya itu. "Sar, kamu nggak seneng?"

"Seneng kenapa, Kak?"

"Ya ampun, dari tadi ngapain sih? Kita menang! Kita juara pertama, Sar!"

Barulah wajah itu berubah ceria dan berbinar senang. Mereka bertiga melompat-lompat kegirangan. Candra, Romi dan Roma mendekat, kemudian Candra mengucapkan selamat. Saat bersalaman dengan Roma Sari mengucapkan terimakasih karena anak laki-laki itu sudah bersedia meminjamkan bukunya. Sari tidak terlalu gugup jika berhadapan dengan Roma, tapi entah mengapa ia masih tidak bisa bersikap biasa saja jika berhadapan dengan kembarannya. Romi.

"Selamat, ya!" 

Romi mengulurkan tangan seraya tersenyum yang menunjukkan lesung pipinya yang dalam.

"Makasih, Kak." 

Gadis itu membalas uluran tangan Romi. Saat mereka bersentuhan, Sari merasa ada sesuatu yang mengaliri hatinya. Ada pula sesuatu yang memacu degupan jantungnya berdetak lebih kencang. Ia juga tidak bisa fokus dan menjadi salah tingkah. Sorot mata Romi seolah magnet yang sulit membuatnya berpaling dari wajah manis itu. Untuk pertama kalinya tatapan Romi nampak bersahabat dan hangat, karena biasanya dingin dan tak acuh kepadanya. 

"Kamu keren, baru pertama kali ikut lomba ini, langsung berhasil membawa rombongan menyabet piala juara pertama."

Romi melepas tangannya, sementara Sari dengan terpaksa ikut melepas pegangan tangan itu. Setelah tangan mereka terlepas Romi menarik tangan, dengan terpaksa Sari juga melakukan hal yang sama. 

"Kebetulan saja, Kak," sahut Sari singkat.

Sesampainya di tenda mereka disambut dengan riuhnya tepuk tangan dan kebahagiaan. Bahkan guru pembina yang ada di sana juga menghampiri dan mengucapkan selamat. Ratna dan Yura tak henti-hentinya memeluk Sari secara bergantian. Mereka berdua sangat bahagia, apalagi salah satu anggota yang berjuang dalam berlomba untuk memperebutkan piala adalah sahabatnya sendiri dan berhasil menjadi juara pertama di antara banyaknya sekolah yang ikut berkompetisi. 

'Malam ini adalah malam bersejarah. Untuk pertama kalinya pangeranku mengajak bersalaman dan tersenyum tulus padaku. Aku tidak pernah bisa melupakan senyumnya, binar tatapan matanya dan suaranya. Bahkan aku tidak menyangka bisa mendapatkan sedikit saja perhatian darinya.' Sari tersenyum, lalu kembali pena di jemarinya menari-nari di atas kertas putih. 'Terimakasih ya Tuhan, yang menciptakan rasa yang begitu indah. Rasa yang aku sendiri tak tahu sejak kapan bersemayam dalam dada. Mungkin kadang rasanya sakit, tapi kemudian kembali bahagia dan itu sungguh luar biasa. Sehat selalu pangeran impianku, tak peduli kepada siapa nanti hatimu berlabuh. Doaku semoga Allah senantiasa menjaga, menyehatkan dan membahagiakan hari-harimu .... '

Di saat semua orang terlelap, Sari masih terjaga. Ia duduk dengan membuka resleting tenda bagian belakang, sembari menuliskan kata-kata pada sebuah buku. Hati gadis itu benar-benar sedang bahagia. Penantian selama bertahun-tahun lamanya akhirnya ada kemajuan. Romi, mau menyapanya, bahkan dengan seulas senyuman yang terus saja diingat oleh gadis itu. Sesekali ia tersenyum saat menuangkan perasaannya menjadi rangkaian aksara yang bermakna. Usai menulis, ia menutup buku, lalu wajahnya mendongak menatap luasnya langit dan perhiasannya yang ada di atas sana.

***

Pagi. 

Semua orang berkumpul di lapangan untuk apel pagi. Sari yang biasa selalu ikut, pagi ini tidak, karena baru saja membereskan tempat. Ia dan kelima teman lainnya ditugaskan untuk mengurus tenda dan membuat sarapan, termasuk Ratna. Di belakang tenda ada Novi, Putri dan Deka yang sedang memasak nasi goreng sambil bercerita diselingi senda gurau.

Mereka begitu asik membolak balik nasi goreng dalam kuali berukuran besar, persiapan untuk sarapan anak-anak pramuka, termasuk kelompok anak laki-laki. Bagian dalam tenda sudah rapi karena baru saja dibereskan oleh Ratna dan Sari. Melihat tenda telah rapi, mereka berdua ikut duduk di belakang bergabung bersama para seniornya.

"Eh tau nggak, ada anak cowok dari SMP Negeri kota batu yang cakep banget semalem!" seru Novi.

"Masa' sih? Yang mana orangnya, ada nggak di lapangan sana?" sahut Putri.

"Kayaknya ada, orangnya tinggi, putih, terus bulu matanya lentik banget! Kalau nggak percaya tanya deh sama Sari."

Novi terus saja bercerita dengan dengan tangan yang masih sibuk membolak balik nasi dalam kuali.

"Bener, Sar?" 

Sari tersenyum seraya mengedikkan bahu. Gadis itu mana sempat melihat yang lain, karena perhatiannya sudah sepenuhnya terfokus pada Romi. Melihat ekspresi Sari, Novi tertawa terbahak.

"Ih, jangan-jangan kamu nggak normal ya, Sar? Ada yang semalam itu, sebelum rombongannya Romi maju."

"Bentar deh, Kak. Sari yang nggak normal atau Kak Novi nih yang terlalu keganjenan?" 

Goda Ratna yang berhasil membuat semua orang yang ada di sana tertawa. Tanpa diduga, saat Novi tertawa terbahak-bahak air liurnya menetes satu kali ke dalam kuali dan itu berhasil membuat semua orang terdiam, karena syok dengan kejadian barusan.

"Sumpah, nggak sengaja!" 

Novi mengangkat kedua jarinya ke atas. Semua saling bertatapan, lalu terpingkal. Ratna berguling-guling di dalam tenda sembari 'ber hoek hoek' karena merasa jijik dengan apa yang barusan ia lihat, sementara yang di luar tertawa sampai menangis, karena mereka anggap lucu. Novi terus meminta maaf dan bingung harus bagaimana, sedangkan Sari hanya tertawa dengan menggelengkan kepala karena anak itu juga bingung harus berbuat apa.

"Gimana ini? Ya Allah mana apel paginya sudah selesai lagi? Eh tolongin dong gimana, ini? Masa' dibuang sih? Semua orang makan apa kalau dibuang?" 

Novi terus saja meminta saran, di satu sisi dia merasa bersalah, disisi lain dia merasa tidak enak jika harus membuang makanan sebanyak itu. Akhirnya kelima anak  yang ada di situ bermusyawarah. Keputusannya pura-pura tidak tahu dan diam.

"Maaf, ya. Makasih sudah ambil keputusan ini. Toh hanya setetes, dengan nasi sebanyak itu nggak mungkin kena semua. tadi bagian yang kena tetes udah aku buang kok. Serius, sumpah!"

"Udahlah, Kak. Mereka juga nggak bakal keracunan makan nasi itu. Anak-anak pramuka bahkan kadang lebih parah. Makan pake tangan kotor saat hiking di jalan." 

Ratna berusaha menenangkan.

"Tapi kalian ikut memakan, kan?"

Semua anak saling bertatapan, lalu serentak berkata.

"OGAH!" Sembari tertawa yang membuat bibir Novi mengerucut seketika.