Chereads / 10 Years Of Feeling / Chapter 3 - Malu Kebangetan

Chapter 3 - Malu Kebangetan

Sari duduk di bawah pohon beringin yang ada di halaman depan sekolahnya. Sesekali ia tersenyum sendiri setiap kali ingat disapa oleh Romi tadi pagi. Bertahun-tahun mengagumi anak lelaki itu, baru kali ini ia diajak bicara. Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambutnya yang digerai. Sari bahkan nekat pergi seorang diri ke sekolah disaat matahari terik pukul 13.00 tadi. padahal jarak antara sekolah dan rumahnya lumayan jauh, tetapi ia tak peduli. Yang dia tahu, dia akan mengikuti semua kegiatan yang diikuti oleh Roma dan Romi. 

"Sari!" teriak Ratna saat memasuki gerbang.

Gadis tomboy itu langsung berlari menuju ke arah dimana Sari duduk. Melihat sahabatnya datang, Sari tersenyum. Ratna duduk di samping sahabatnya dan menanyakan di mana dasi pramukanya. Mendengar pertanyaan Ratna membuat Sari sadar kalau ia tidak memiliki dasi pramuka.

"Gimana, kena marah nggak?"

"Semoga nggak, ya. Namanya baru pertama, kan wajar kalau belum tahu apa-apa."

Ratna berjanji akan membantu Sari untuk menjelaskan pada senior mengenai ini. Satu persatu anak-anak lainnya pun berdatangan, termasuk para senior yang akan melatih mereka. Pandangan mata Sari sesekali melirik Romi yang sedang asik bersenda gurau dengan beberapa teman senior lainnya yang keberadaanya tak jauh dari mereka. Ia juga sesekali melirik Roma yang asik membaca buku di atas sepeda motornya. Ingin sekali Sari bertanya pada Ratna bagaimana membedakan antara Roma dan Romi, mengingat wajah mereka sama persis. Jika memakai baju sekolah Sari bisa membedakannya, hanya dengan membaca papan nama di baju mereka. 

Hanya saja jika memakai pakaian biasa, Sari tidak bisa membedakan, tapi Sari terlalu takut Ratna akan mengetahui isi hatinya jika ia banyak bertanya soal mereka berdua, sehingga gadis kecil itu memilih menyimpan rasa penasarannya sendirian. Tepat jam 14.00 siang penjaga sekolah membuka salah satu kelas untuk mereka. Salah satu senior memanggil semua anak-anak yang mengikuti kegiatan itu untuk masuk ke kelas. Sampai di kelas satu persatu senior memperkenalkan diri. Ada dua belas senior yang datang hari ini. Gabungan dari kelas tiga dan kelas dua. Dengan rajin Sari mencatat satu persatu nama seniornya dan berusaha mengingat wajahnya.

"Ya ampun pake dicatet," protes Ratna.

"Takut kelupaan, Na."

"Nggak lah, nanti lama-lama juga kenal kok."

Hari itu khusus perkenalan para senior dan juga anggota pramuka yang baru. Hingga giliran Sari yang maju ke depan. Gadis ini memang demam panggung, sehingga suara dan tubuhnya sedikit gemetar ketika sedang berdiri di depan, terlebih saat itu Roma dan Romi pun memperhatikannya.

"Assalamu'alaikum teman-teman, kakak-kakak. Perkenalkan nama saya Sari."

Kemudian ia diam, bingung harus mengatakan apa lagi.

"Alamatnya, Dek?" tanya Noni, salah satu senior yang ada di sana.

"Oh iya, alamat saya dari desa Bangun Jaya." 

Setelah itu Sari kembali diam, ia kebingungan harus berkata apa lagi. Roma berjalan mendekat, kemudian berdiri di depan Sari, memperhatikan. "Sebelumnya belum pernah memperkenalkan diri di depan umum?" tanyanya sambil menelisik mimik wajah Sari yang sedikit pucat karena gugup. 

"Belum, Kak."

"Oh, waktu di kelas memangnya tidak ada sesi perkenalan?"

"A ... ada, cuma kenalannya nggak maju ke depan. Cuma ... cuma dari bangku saja." 

Roma mengangguk tanda mengerti. "Biasanya kalau orang memperkenalkan diri, informasi apa saja yang dijelaskan olehnya?"

"Nama, alamat, tempat tanggal lahir, hobi dan .... "

"Itu tahu, kok kayak bingung?" Setelah mengatakan itu Roma duduk di kursi barisan depan, tepat di hadapan Sari berdiri. "Sudah, jangan bengong, lanjutkan perkenalannya!"

Tangan Sari saling menggenggam, ia semakin gugup mendapati mata bulat Roma terus menatapnya. 

'Ya Allah, kenapa Kak Roma terus memperhatikanku? Aku jadi mati kutu.' 

Mulut Sari semakin terkatup. Lidahnya terasa kelu. Ia bahkan bersusah payah untuk menelan ludahnya sendiri, demi untuk mengurangi kegugupan ini.

"Roma, gantian yang lain ajalah kenalan. Kayaknya si Sari gugup deh," celetuk salah satu senior di sana.

Romi kini sudah terlihat sibuk menulis di sebuah buku. Ia duduk di kursi paling akhir persis di belakang Ratna duduk. Akhirnya para senior memperbolehkan Sari kembali ke bangkunya dan berganti dengan anak lainnya untuk memperkenalkan diri ke depan. Gadis itu menunduk dengan tangan saling mengait di depan perut. Ia sangat malu bersikap seperti seorang pengecut di depan Roma. Gadis itu sampai tidak sadar kalau Romi duduk di belakangnya karena baru saja mengobrol dengan Ratna. Melihat Sari menuju ke arahnya Ratna mengakhiri obrolan, sedangkan Romi masih asik yang ternyata menggambarkan sesuatu di bukunya.

"Kenapa, gugup, ya?" tanya Ratna setelah Sari duduk di bangku yang ada di sampingnya.

"Duh, iya. Malu-maluin nggak?" Sari balik bertanya sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Nggak lah. Setiap orang bawaannya kan beda-beda. Kamu kelihatan sih pendiem dan pemalu. Dah, santai aja!"

Sari hanya diam, masih menutup mukanya. Tiba-tiba tinta pena yang dipakai oleh Romi habis. Ia langsung menegur Ratna untuk meminjam. Anak laki-laki itu langsung menjawil punggung sepupunya.

"Eh, pinjem pena. Punyaku abis isinya."

"Nggak ada. Aku malah nggak bawa pena. Coba aku pinjemin sama Sari, ya!"

Romi mengangguk. Ratna langsung mengatakan ingin meminjam pena, tapi ia tidak mengatakan siapa yang akan meminjamnya. Seketika Sari membuka wajahnya, lalu mengusap mukanya sendiri untuk membuang rasa sedih dan kecewa pada diri sendiri. Ia memeriksa tasnya dan mengeluarkan sebuah pena berwarna hitam. 

"Nih!" Masih dengan wajah murung ia menyerahkan penanya pada Ratna. 

"Orang di belakangmu yang mau pinjem!" kilah Ratna.

Tanpa berpikir panjang, Sari langsung menoleh ke belakang, tapi detik berikutnya kaget bukan kepalang saat melihat siapa yang ada di sana, sampai penanya jatuh ke lantai.

"Allahuakbar!" serunya yang membuat seisi kelas menoleh ke arahnya, termasuk Ratna.

"Kenapa? Itu Romi Sar bukan hantu," kata Ratna merasa bingung. 

Romi yang melihat itu hanya diam seraya mengerutkan kening.

"I ... iya. Maaf, Kak. Aku kaget aja, tadi nggak ada orang kok tiba-tiba ada, Kakak." 

"Nggak apa-apa, kok." 

Sari langsung menunduk untuk mengambil penanya yang jatuh ke lantai di bawah meja. Sialnya ia malah terjungkal yang membuat wajahnya tersungkur ke lantai.

"Ya ampun, Sari!" teriak Ratna.

Di ruang UKS sekolah.

Ratna nampak mengompres luka di tulang pipi Sari dengan hati-hati. Sesekali Sari meringis karena merasakan perih. Usai membersihkan lukanya, ia memberi obat antiseptik yang membuat Sari terpekik kecil karena terasa sakit.

"Aduh duh duh duh! Pelan-pelan, Na."

"Ini juga udah pelan, Sar. Kamu gimana sih, kok bisa jatuh?"

"Lagi apes aja kali."

"Lain kali hati-hati dong."

Ratna terus saja memberikan nasihat pada Sari, sedangkan sahabatnya itu malah memejamkan matanya kuat-kuat. Ratna mengira kalau Sari kesakitan, padahal yang sebenarnya, ia malu jika ingat kejadian di kelas. Apalagi kejadiannya di depan lelaki yang ia kagumi. Romi.