"Udah Na, Kak Alan kan emang gitu orangnya. Nanti kalo lo terus deketin dia pasti kak Alan bakal luluh sama lo." ucapan Tasya membuat Diana tersenyum dan sangat bersemangat untuk
mendapatkan Alan.
"Adik manis mau coba deketin Alan? Nggak akan bisa!" ujar Laura tiba-tiba yang datang dari belakang Diana dan Tasya.
"Asal lo tau! Alan sama Aluna itu udah mau merried dan orang tua mereka udah pada setuju!"
"BHAHAHAHAHA.." Diana tertawa terbahak-bahak. Ia seperti mendengar lelucon.
"Nggak usah ngaco deh lo! Mana ada Kak Alan mau sama cewek alay kaya Aluna itu." Diana mendelik tajam.
"Jaga ucapan lo! Lo disini itu cuma anak baru yang nggak tau apa-apa!" Setelah mengucapkan itu Laura langsung meninggalkan Diana yang terdiam dan menatap tajam Laura.
***
Waktunya istirahat dan semua murid berhamburan keluar. Mereka semua menuju kantin secara bersamaan.
"Eh Lun lo tau nggak tadi pagi waktu gue izin ke toilet pas mau kesini gue ketemu Diana sama Alan." ujar Laura.
"Hah yang bener lo?" Ucapan Laura tadi membuat Aluna memberhentikan kegiatannya yang sedang memasukan alat tulis kedalam tas.
"Mana pernah gue boong sama lo."
"Gue nggak mau tau pokoknya Alan nggak boleh deket lagi sama si anak tengil itu!" Kini Aluna sangat marah.
"Lo sebaiknya kasih pelajaran sama si
Diana kalo sama Alan itu mending lo bilangin baik-baik karena cowok itu nggak suka cewek yang posesif okey?" Laura menasehati Aluna padahal Laura sendiri jomblo tapi Laura lah yang selalu memberi masukan jika sahabatnya ada masalah dengan doi.
"Lo tuh kayak tau banget tentang pacaran tapi lo sendiri jomblo mulu." celetuk Dara.
"Diem lo! Gue itu masih mencari-cari seseorang yang berbeda dari yang lain." ujar Laura dengan ekspresi membayangkan seseorang yang ia
dambakan.
"Alay lo! Kantin yuk laper gue." ajak Aluna ketiganya keluar dengan obrolan ringan sambil mengiringi perjalanan ke kantin. Setelah sampai mereka mencari tempat duduk.
"Itu deket jendela aja." tunjuk Aluna kemudian mereka menuju tempat duduk yang di tunjukan oleh Aluna.
"Ya elah pantes aja minta duduk di sini ada doi." sinis Laura karena tempat duduk mereka cukup dekat dengan lapangan basket. Dan yang sedang main basket adalah kelas Alan jadi Aluna tak mau
menyia-nyiakan kesempatan.
"Lo kayak nggak tau aja." Dara melirik kearah Aluna dengan senyuman jail.
"Eh gue mau samperin Alan dulu ya? Pada pesen duluan aja." Aluna langsung pergi meninggalkan dara dan Laura.
Sebelum menyusul Alan yang tengah kecapean, Aluna menyempatkan diri untuk membeli sebotol minuman dingin untuk Alan. Setelah botol minuman itu berada di genggamannya, Aluna langsung bergegas menuju lapangan.
Belum sampai di lapangan Aluna memberhentikan langkahnya. Senyum semangatnya pudar begitu saja. Botol yang berada di genggamannya jatuh membuat orang-orang yang berada di depan Aluna
melihat kearahnya.
Alan yang duduk dan di depannya Diana yang sedang membersihkan keringat di pelipis Alan membuat Aluna begitu terkejut. Bahkan terlihat Alan yang diam dan tidak menolak untuk di lakukan seperti itu oleh Diana. Senyum licik
tergambar jelas di bibir Diana. Alan hanya diam dan menatap Aluna seolah mengatakan semuanya tidak seperti yang Aluna lihat. Namun Aluna sudah
terlanjur melihat semuanya dan kini ia merasakan sakit tapi tak berdarah. Aluna Kemudian membalikan tubuhnya dan berlari dari tempat itu. Tempat dimana aluna menjatuhkan botol minum dingin yang ia bawa dengan penuh semangat.
Tempat dimana Aluna merasakan sakit hati yang begitu hebat. Tempat dimana Aluna merasakan bahwa ia tak pernah dianggap oleh Alan karena selama ini hanya Aluna lah yang merasakan jatuh cinta.
Alan seperti belum bisa membuka hati untuk Aluna sepenuhnya. Kejadian tadi Alan bukan hanya diam, namun ia juga memegang tangan Diana yang sedang membersihkan keringat di pelipis Alan. Bahkan Aluna pernah membersihkan sisa makanan di bibir Alan namun Alan menolaknya.
Kenapa sekarang saat Diana yang melakukan Alan tidak menolak? Sungguh itu menjadi teka-teki sekaligus kejadian yang paling menyakitkan di
banding kejadian dimana Alan terus mendiami Aluna. Aluna berlari entah kemana dan Alan hanya terdiam memandang punggung Aluna yang kian menghilangkan dari hadapannya.
"Lan ada baiknya lo pergi susulin Aluna. Pasti dia marah banget sama lo." ujar Gibran.
"Iya Lan dia pasti sakit hati banget liat lo tadi." Lio menyetujui ucapan Gibran.
"Udahlah kenapa pada belain dia sih." Diana merasa jengkel karena Gibran dan Lio menyuruh Alan untuk menyusul Aluna.
"Heh nenek lampir! Lebih baik lo pergi
dari pada lo disini." usir Rai.
"Apaan sih lo nggak bisa ya ngatur-ngatur gue!" Sinis Diana.
"Udah bel tuh mending kita ke kelas dulu yuk." ajak Tasya.
"Kak Alan udah bel, aku duluan ya kak." Diana seolah tidak merasa bersalah. Terlihat dari wajah Alan yang mengeluarkan aura menyeramkan
membuat Diana tidak peduli. Yang terpenting ia sudah berhasil membuat Aluna merasa sakit hati dan marah dengan Alan.
"Lan kenapa lo nggak tolak aja sih tadi." teman-teman Alan pun ikut greget kenapa tadi Alan tidak menepis atau mengusir Diana.
"Gue tadi mau tepis tangan cewek itu!"
"Tapi lo terlambat Lan." Balas Lio.
"Udah mending lo susul Aluna aja deh ke kelasnya" ujar gibran. Akhirnya tanpa basa-basi Alan langsung pergi dan menuju kelas Aluna.
Sampai di kelas.
"Permisi?"
"Eh Alan ya? Cari siapa Lan?" Tanya guru yang sedang mengajar di kelas Aluna.
"Saya cari Aluna."
"Oh iya tadi Aluna itu izin pulang katanya badannya nggak enak mungkin sakit jadi dia memilih pulang." jelas guru itu.
"Makasih Bu saya permisi."
Alan kemudian berjalan menuju parkiran. Ia kini harus pergi ke rumah tunangannya itu untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Ia tidak mau jika nanti orang tuanya tahu maka ini akan menjadi masalah besar. Apa lagi jika Ayu tahu
tentang ini. Alan tidak mau jika Ayu bersedih.
***
"Bang lo bener-bener ya! Ngapain sih ngasih tau Alan tentang rumah pohon itu." sungguh Aluna murka. Ia sangat marah pada Abang satu-satunya itu.
"Harusnya lo bersyukur karena gue lo jadi di kasih surprise sama tunangan lo itu. Apa surprise-nya? Kasih tau dong."
"Surprise? Emang dia bilang sama Abang kalo dia mau bikin surprise buat gue?"
"Lah iya. Makanya gue kasih tau. Baik kan gue?"
"Eh bang gue belum ngerjain tugas. Udah
dulu ya? Bye Abang ganteng."
Belum sempat menunggu jawaban dari Burhan, Aluna langsung buru-buru menutup teleponnya. Ia bingung kenapa Alan berbicara pada Burhan bahwa ia akan memberikan surprise padanya?
Mungkin karena Alan tidak mau jika Burhan tau yang sebenarnya. Tak mau ambil pusing. Aluna kini merebahkan tubuhnya dan tidur karena
sudah pukul sepuluh malam.
***
Waktu yang sama,Alan kini sedang duduk bersama Lio, Gibran dan Rai di kamar Alan. Kamarnya kini sudah seperti tempat sampah. Banyak bungkus Snack yang berserakan dimana-mana. Alan tidak mempermasalahkan hal ini yang terpenting sebelum mereka
pulang, kamarnya harus bersih seperti semula.
"Anjing kuota pake habis segala. Padahal
gue udah mau menang." umpat Rai, ia sedang memainkan game online di ponselnya.
"Nggak usah pake kode gitu." timpal Lio.
"Lan nyalain dong hotspot-nya." pinta Rai. Sudah hampir dua jam mereka berada di kamar Alan. Kini mereka beralih main PS.
Tok tok tok.
Ketukan pintu dari luar kamar Alan membuat semaunya menoleh. Alan berjalan keluar untuk melihat siapa yang mengetuk.
"Den tolongin nyonya." panik bi Sumi.
"Kenapa?"