Hari ini merupakan tanggal pertama di bulan September tahun 1923. Sudah lima tahun berlalu sejak berakhirnya perang dunia.
Sebagian orang di beberapa negara masih mengalami trauma pasca perang yang cukup hebat dan masih menyisakan duka yang cukup mendalam bagi mereka.
**
Sebuah kapal pesiar baru saja berlabuh di dermaga Marseille, Prancis. Terlihat seorang laki-laki bermantel kulit hitam dan topi fedora sedang mengemas barang-barangnya.
Dia baru saja bersiap hendak turun dari kapal karena ia sudah sampai di tempat tujuan. Laki-laki itu bernama Frank Benjamin.
Para petugas sudah siap berjaga di pintu keluar utama kapal, Benjamin segera melangkahkan kakinya menuju pintu keluar. Namun seorang petugas segera menghentikan langkahnya tepat di depan pintu.
"Tunggu sebentar disitu, Tuan!" Seorang petugas menahan langkah Benjamin.
"Iya pak petugas? Apa ada sesuatu?" tanya Benjamin.
"Bisa Anda tunjukan paspor atau identitas Anda?" perintah petugas tersebut.
"Baik, tunggu sebentar, Pak," ucap Benjamin.
Benjamin segera merogoh saku mantel miliknya, lalu ia segera mengeluarkan paspornya.
"Ini dia paspornya, Pak," ucap Benjamin sambil memberikan paspor tersebut.
Petugas tersebut mulai memeriksa isi data dari paspor, sekilas ia memperhatikan penampilan Benjamin lalu kembali membaca isi paspor tersebut.
"Apa Anda seorang penyidik? Disini tertulis bahwa Anda pernah bekerja sebagai seorang penyidik dari kepolisian?" tanya petugas.
"Yah ... Mungkin bisa dikatakan seperti itu, kebetulan hari ini saya dipindah tugaskan ke prancis," ucap benjamin sambil menggaruk kepala.
"Baiklah kalau begitu, selamat datang di prancis, perkenalkan saya Arthur, saya merupakan petugas yang memeriksa para imigran," ucap Arthur sambil mengembalikan paspor benjamin.
"Terima kasih banyak, Pak. Atas sambutan Anda," ucap Benjamin segera mengambil kembali paspornya tersebut.
"Silahkan lewat sini, Tuan," petugas tersebut memberitahu jalan kepada Benjamin.
Benjamin segera mengangkat barang-barang miliknya laku melangkah keluar menuju pelabuhan.
**
Lima belas menit berlalu, sudah cukup lama Benjamin berkeliling disekitar pelabuhan, namun ia tidak mendapati siapapun disana. Akhirnya Benjamin menemukan sebuah tempat duduk yang menurutnya nyaman.
"Disini terlalu ramai, aku tidak tahu siapa yang akan kutemui. Huh ... Astaga, Ben. Bagaimana kau bisa ceroboh seperti ini," Benjamin sedikit menghela nafas.
Benjamin segera menaruh barang bawaanya dibawa kursi, ia pun segera duduk lalu memperhatikan sekitar untuk menunggu seseorang yang akan menjemputnya.
"Sudah tiga puluh menit berlalu, namun tak kunjung seorangpun datang. Hmm ... Sekarang aku harus apa," Benjamin terus memperhatikan jam saku miliknya
Tak lama kemudian seorang wanita menepuk pundak Benjamin, sontak Benjamin berbalik arah dan menatap wanita tersebut.
"Permisi, tuan. Apakah Anda bernama Franc Benjamin?" tanya wanita tersebut sambil memperhatikan sebuah foto ditangannya.
Terlihat seorang wanita cantik mengenakan pakaian layaknya seorang wanita prancis, yakni sebuah dress pendek berwarna putih serta sebuah rompi berwarna hitam dan juga sebuah topi renda daun.
"Betul saya Ben, Maaf Siapa Anda? Dan apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Benjamin.
"Syukurlah saya menemukan Anda, Tuan Ben. Perkenalkan nama saya Madeline O'Malley, kau bisa memanggilku Maddie, apa kau sudah lama menunggu disini?" tanya Madeline.
"Hmmm ... sepertinya tidak juga, aku baru saja duduk disini beberapa menit yang lalu, ngomong-ngomong Anda siapa?"
"Saya merupakan orang yang diminta untuk menjemput Anda, Tuan Ben, Pak kepala kepolisian yang memintaku untuk datang kesini,"
"Terima kasih banyak, Maddie. Kau sampai repot-repot menjemputku disini ... Ngomong-ngomong panggil saja aku Ben,"
"Aaaaaa...."
Jerit Seorang wanita yang tiba-tiba berteriak membuat Benjamin dan Madeline kaget, disusul dengan huru-hara dipelabuhan yang membuat mereka berdua semakin kebingungan.
Sebagian orang-orang yang berada disekitar pelabuhan mulai panik berlarian.
"Ada keributan apa ini? Suara siapa barusan?" tanya Benjamin.
"Aku juga tidak tahu apa yang terjadi? Sepertinya ada yang membutuhkan pertolongan," ucap Madeline yang sama-sama bingung.
"Kurasa begitu,"
Sebagian orang berlarian kearah Benjamin dan Madeline, dengan cepat Madeline segera menarik lengan salah satu orang yang berlari ke aranya.
"Tunggu sebentar, Pak,"
"Ada apa ini? Lepaskan saya, saya harus meninggalkan tempat ini segera," ucap orang tersebut.
"Saya mau bertanya, Ada apa ini? Kenapa kalian semua terlihat panik?" tanya Madeline.
"Ada pembunuhan di dermaga, Nyonya. Segeralah lari khawatir pembunuhnya masih berkeliaran disekitar sini," ucap orang tersebut.
"Pembunuhan? Kalau boleh tahu dimana mayatnya berada?" tanya Benjamin.
"Mayat itu masih terbujur kaku diujung dermaga, kau bisa melihantnya langsung disana," ucap orang tersebut.
"Terima kasih, tuan. Atas informasi Anda," ucap Madeline.
Madeline segera melepaskan genggaman lengan orang tersebut, pria itu kembali berlari menjauh dari Madeline.
"Bagaimana kalau kita periksa kesana? Untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi," ucap Benjamin.
"Tentu saja kita harus melihat langsung, Maafkan aku, Ben. Tapi sepertinya kita akan terlambat ke kantor,"
"Tidak masalah, Maddie,"
Benjamin dan Madeline memutuskan untuk datang ke tempat dimana mayat tersebut berada. Ben segera mengangkat tasnya tersebut lalu segera pergi ke TKP bersama Madeline.
**
Setelah beberapa saat mereka berjalan, akhirnya mereka tiba di TKP, terlihat orang-orang berkerumun disana.
Benjamin dan Madeline segera mendekati kerumunan orang-orang tersebut.
"Permisi, Tuan dan Nyonya. Saya ingin melihat apa yang terjadi,"
Kemudian seorang petugas segera menghadang langkah mereka berdua "Kalian siapa? Jangan ada yang mendekati mayat sampai polisi tiba,"
"Kebetulan saya seorang detektif, saya harus memeriksa apa yang terjadi," ucap Benjamin yang memperlihatkan identitasnya.
Orang-orang yang berkumpul tersebut segera membukakan jalan untuk Benjamin dan Madeline.
Alangkah terkejutnya mereka berdua,tampak sesosok mayat laki-laki dengan wajah membiru terbaring kaku tak bernyawa didekat sebuah tiang lampu dengan darah yang mengalir dari mulutnya.
"Sepertinya ini mayat yang dikatakan orang tadi. Sayang sekali, Ben. Ini bukanlah sambutan yang kurencanakan, tapi sudah menjadi tugas kita sebagai penyidik untuk menyelidiknya," ucap Madeline yang sedikit menekuk wajahnya.
"Tidak masalah, Maddie. Aku tidak terlalu mengharapkan sambutan yang istimewa," ucap Benjamin.
"Bagaimana pendapatmu tentang mayat ini?" tanya Madeline.
"Sepertinya pria ini telah di bunuh," ucap Benjamin.
"Aku mengerti maksudmu, Ben. Aku bisa melihat warna pada kulit wajahnya, itu sudah jelas bahwa pria ini telah diracun," Madeline sedikit memperjelas.
"Bagaimana kalau kita membawanya ke rumah sakit untuk di autopsi?"
"Lebih baik kita membawanya ke Kantor, Salah satu rekan kita bernama Stanley pasti bisa memberikan informasi,
dia memang terkemuka dibidang ini, kurasa tidak ada salahnya untuk mengirim mayat ini padanya," ucap Madeline memberi saran.
"Baiklah kalau begitu, kita bisa membawa mayat ini kesana,"
Seorang pria tiba-tiba menerobos kerumunan, terlihat ia berpakaian layaknya seorang pendeta, sontak Madeline dan Benjamin sangat kaget dengan kedatangannya.
"Astaga! Ada apa ini? Apakah itu Albert Dalton?" tanya pastor tersebut.
"Ya ampun, tuan, hampir saja jantungan. Apa anda mengenal pria ini?" tanya Madeline.
"Pria ini merupakan kepala petugas imigrasi dan keamanan Kota Marseille.
Para imigran yang tidak memiliki paspor harus berurusan denganya, Apa gerangan yang terjadi padanya?" tanya pastor tersebut.
"Itulah yang ingin saya dan Ben ketahui, tuan. Bisa mohon tinggal sebentar, pastor? Kami akan segera kembali untuk bertanya sesuatu kepadamu mengenai korban?" ucap Madeline.
"Kalian berdua tidak perlu khawatir, aku akan selalu berada disini, di pelabuhan," ucap pastor.
Tak lama sebuah mobil jenazah dari kepolisian tiba di TKP.
"Kami mendapatkan laporan bahwa ada mayat disini," tanya petugas jenazah.
"Benar sekali, kau bisa membawa mayat ini segera diotopsi," ucap Madeline.
Para pertugas tersebut segera memasukan mayat ke dalam sebuah kantong jenazah lalu memasukan ke dalam mobil.
"Terima kasih atas bantuan kalian, kami akan membawa mayat ini untuk di otopsi, kalau begitu kami permisi,"
"Jangan lupa, titipkan salamku kepada Stanley," ucap Madeline.
"Baik,"
Mobil tersebut segera melanjutkan perjalanan, Benjamin dan Madeline kembali berbincang.
Namun secara tak sengaja Benjamin menendang sebuah koper kecil yang tidak jauh dari lokasi mayat berada hingga membuat seisi koper berantakan.
"Sebuah koper? Untuk apa ada sebuah koper ditempat seperti ini?" tanya Madeline.
"Aku rasa ini milik korban, Maddie. Lebih baik kita membawa koper ini untuk diperiksa,"
"Yah tidak ada salahnya kalau kita melihat-lihat sedikit, mari kita geledah koper ini dikantor,"
Benjamin segera mengangkat barang miliknya tersebut, begitu juga dengan Madeline yang mengangkut koper milik korban dan mereka memutuskan untuk segera ke kantor.