Bel pulang sudah di bunyikan. Mereka berhamburan keluar kelas untuk pergi ke rumah masing-masing.
"Lun, doi tuh." ucap Dara sambil melirik ke arah pintu. Ada Alan yang berdiri dengan tangan di masukan ke dalam saku.
"Tumben, udah ada benih-benih cinta ya?"
"Apaan sih lo! Nggak jelas banget." ketahuilah bahwa sekarang Aluna salah tingkah. Kenapa Alan menjemput dirinya? Bahkan Alan tidak memberitahu terlebih dahulu.
"Ya udah gue balik. Bye!" Aluna buru-buru keluar agar tidak mendapat godaan dari teman-temannya.
"Ngapain ?" tanya Aluna.
"Pulang bareng." kemudian Alan berjalan mendahului Aluna.
"Lan! Bisa nggak sih nggak usah tinggalin gue."
Alan hanya diam. Ia terus berjalan diikuti Aluna dibelakangnya.
"Bawa jaket?" tanya Alan sambil menaiki motor sport-nya itu.
Aluna menggeleng. Ia bahkan tidak kepikiran untuk membawa jaket atau sejenisnya karena cuaca memang sedang panas-panasnya.
"Tutupin paha lo!" Alan melempar jaketnya ke arah Aluna. Beruntung Aluna dengan sigap menerima kalau tidak bisa-bisa jaket Alan jatuh ke selokan.
"Cepet!"
"Iya-iya ini mau naik. Sabar kenapa si." Beberapa menit akhirnya Alan memberhentikan motornya di depan rumah mewah milik Alan.
"Kok ke rumah lo?" tanya Aluna, ia belum turun dan masih memegang erat seragam Alan di bagian samping.
"Turun." titah Alan.
"Ngapain ke rumah lo?" tanya Aluna lagi.
"Masuk!"
Memang benar-benar membuat Aluna lebih sabar lagi. Kenapa setiap pertanyaan atau perkataan Aluna sering diabaikan?
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam den. Ada non Aluna? Mari masuk sudah bibi siapkan makan siangnya." ujar bi Sumi.
"Jangan panggil non bi, panggil Luna aja nggak apa-apa."
Bi Sumi hanya tersenyum, menurutnya Aluna ini sosok gadis yang baik dan memiliki sopan santun terhadap orang tua.
"Temuin mamah. Dia dikamar." setelah mengucap kalimat itu, Alan langsung pergi ke kamarnya.
Aluna kemudian berjalan untuk bertanya pada bi Sumi. Ia mau saja bertanya pada Alan. Tapi kalian sudah tahu bukan sikap Alan seperti apa?
"Bi."
"Eh iya, Aluna mau makan sekarang?" tanya bibi di sela-sela kegiatan memasaknya.
"Enggak bi. Aku di suruh Alan ke kamar tante Ayu. Kira-kira kenapa ya? Biasanya tante ayu duduk di sofa depan tv."
"Memangnya Aluna belum tahu? Jadi kemarin itu nyonya dibawa lagi ke rumah sakit karena pingsan. Nyonya tidak mau minum obat, mungkin maksud den Alan agar Aluna yang memberikan obatnya biar di minum sama nyonya." penjelasan
bi Sumi membuat Aluna terkejut. Memang Ayu belum benar-benar pulih. Apalagi beliau baru saja mengalami koma selama + 2 tahun.
Langsung saja Aluna membawakan nampan berisi bubur dan obat untuk Ayu.
Tok tok tok.
"Iya masuk." suara dari dalam membuat Aluna langsung membuka pintu kamar itu.
"Eh ada Aluna." ujar Ayu yang tengah duduk bersandar bantal di sofa.
"Tante kenapa?"
"Nggak apa-apa Lun." bibir pucat Ayu melengkung ke atas.
"Ini Luna bawain bubur. Dimakan ya." Aluna menyuapi Ayu dengan telaten. Ia pernah merawat Maya saat Maya sakit dulu.
"Makasih ya Lun." bubur itu tinggal setengah. Ayu sudah berasa kenyang.
"Tan, ini tinggal sedikit lagi. Kalo buburnya di habisin nanti Tante bisa sehat." bujuk Luna agar Ayu menghabiskan buburnya.
"Tante sudah kenyang Lun." Aluna tidak mau memaksa jadi ia meletakan buburnya di atas nakas.
"Tante, ini obatnya di minum dulu." lagi-lagi dengan telaten Aluna meracik obat untuk Ayu.
"Panggil mamah ya?" pinta Ayu.
"Hah...i-iya mah" Aluna sungguh canggung. Ia tidak terbiasa memanggil mamah. Obat sudah masuk kedalam tubuh Ayu.
"Lun, mamah mau ngomong sesuatu sama kamu." Ayu menggenggam tangan Aluna.
"Iya mah, ngomong aja." balas Aluna lembut.
"Mamah sudah nggak sanggup lagi Lun." apa maksud Ayu? Tidak sanggup? Pernyataan Ayu membuat Aluna kebingungan.
"Mamah minta kamu selalu ada di dekat Alan ya nak. Alan butuh seseorang yang menyayanginya, yang memperhatikannya. Mamah sudah tidak sanggup jika terus merasakan sakit di sekujur tubuh mamah nak." air mata Ayu jatuh dengan mulus.
Begitu juga dengan Aluna. Ia sangat sedih melihat Ayu seperti ini.
"Maksud mamah apa? Mamah jangan ngomong sembarang. Luna yakin, mamah pasti kuat. Ada Alan sama Luna disini yang bakal jagain mamah." Aluna menggenggam erat tangan Ayu seolah menyalurkan kekuatannya.
"Sebelum mamah pergi, mamah minta kamu dan Alan menikah nak. Mamah ingin melihat putra kesayangannya mamah bahagia sama kamu. Apa Alan sudah mulai menyayangi kamu Lun?" bagaimana ini? Aluna tidak mau harus menikah
terburu-buru apalagi Alan yang masih acuh dengannya. Aluna bahkan tidak tahu apakah Alan
sudah menyayanginya atau belum. Sikap Alan yang sering berubah-ubah membuat Aluna tidak bisa menebaknya.
"Luna nggak tau mah, mamah jangan ngomong kaya gitu. Luna yakin mah, mamah pasti sembuh." Aluna berusaha menguatkan Ayu. Ia juga tidak
mau menikah dengan Alan di waktu yang tidak pas seperti ini.
"Kamu sudah kelas tiga SMA, jadi menurut mamah kamu dan Alan sudah bisa melangsungkan pernikahan. Kalian sudah berumur tujuh belas tahun bukan? Mamah ingin melihat Alan menjadi suami yang baik. Mamah ingin melihat Alan menikahi gadis yang baik, yaitu kamu nak." air mata Aluna jatuh begitu deras. Ia benar-benar
belum siap jika harus melangsungkan pernikahan itu.
"Nanti mamah bicarain sama Maya dan
Alan juga. Semoga kamu ngerti perasaan
mamah nak. Mamah ingin melihat Alan
bahagia sebelum mamah benar-benar pergi."
Tangisan keduanya pecah. Aluna memeluk tubuh kurus Ayu. Ia tidak yakin akan menuruti kemauan Ayu. Sungguh tidak mau jika ia harus menikah muda.
Kakek Abraham yang merencanakan pernikahan kurang beberapa bulan lagi saja membuat Aluna bimbang. Apalagi ini, pernikahan mereka akan dipercepat.
***
Duduk termenung menatap langit. Semilir angin malam menemani remaja laki-laki berumur tujuh belas tahun. Memikirkan hal yang seharusnya belum ia pikirkan sekarang. Apalagi di usia yang
terbilang belum dewasa. Pernikahan. Hal yang sakral itu biasa dilakukan oleh orang-orang dewasa. Tapi kenapa Alan tidak melakukannya saat ia sudah dewasa?
Apakah ini permintaan terakhir dari Ayu? Jika dirinya tidak mengabulkan permintaan Ayu, ia takut jika pernikahannya nanti Ayu sudah tidak
berada di sampingnya. Kenapa ia memikirkan bahwa omongan Ayu itu seolah-olah nyata?
Nyata bahwa Ayu tidak akan lama lagi di dunia ini? Apakah Ayu akan meninggalkan Alan seorang diri? Apakah Ayu lebih memilih bersama Adel di banding dengan Alan.
Ya Tuhan kenapa cobaan Alan terus berdatangan. Kenapa sulit sekali untuk hidup dengan tenang dan damai. Bagaimana yang akan dilakukan dirinya ?
Pernikahan itu akan berlangsung empat hari lagi. Tuhan kenapa secepat itu? Pernikahan bukan hal yang mudah di jalani setelahnya nanti, apalagi harus bertanggung jawab kepada istri dan anak.