Di SMP Negari1001 ada beberapa siswa yang punya hobi bermain skateboard, para skater begitu sebutan fanatik mereka.Along, siswa kelas dua, adalah salah satunya. Along punya kelebihan, selain jago bermain skateboard dia juga jago bermain yoyo pada saat meluncur dengan skateboardnya, dan itu belum tertandingi oleh siapa pun. Kemampuan main yoyonya diasah habis-habisan demi meraih simpati teman sekelasnya yang bernama Rati. Tapi si Rati belum juga terpikat. Ah, kalau berhadapan dengan Rati Along jadi seba salah, serba gugup.Misalnya, pernah ngemut kapur karena disangka permen saat disapa Rati. Jika di luar jam sekolah Along selalu pakai topi baret merah, layaknya kopasus kecil saja. Stelannya jaket hitam belel, dengan daleman kaos oblong warna coklat es krim.Dengan dandanannya yang kayak gitu dia merasa lebih ganteng.Rasa percaya dirinya terdongkrak 20%.
"Juragan yoyo, hati-hati di depan lo ada tahi kerbau!" seru Teng Teng dari balik kaca mobil merahnya, saat pulang sekolah. Teng Teng selalu antar jemput mobil. Along mengepalkan tinju ke arah temannya itu. Teng Teng membalas dengan mengeluarkan tangannya yang menggenggan bakpao yang sudah digigit separo.
"Long,sore ini lo ada acara kemana?" tanya Bobi, yang tiba-tiba sudah menyusul dengan sepeda balapnya.
Tanpa menghentikan skateboardnya Along menjawab, "Tentu saja latihan. Kan sebentar lagi ada lomba skateboard di Monas. Kamu mau ikut juga?"
Bobi menjawab, "Bagaimana ya, engsel kaki gue yang jatuh tampaknya masih cedera, nyeri."
"Ah, bilang saja kalau kamu tidak percaya diri. Kalau akan ada ulangan saja kamu suka cari-cara dalih, yang masuk anginlah, kepala snut-snut. Jangan banyak alasanlah," sergah Along.
"Hus, jangan suka buka aib teman sendiri," jawab Bobi. "Sebetulnya, saya mau ajak kamu ke Kota, mengunjungi Musium Wayang."
"Lho, bukankah tidak ada tugas silaturahmi ke sana?" kata Along. Bobi memang suka ziarah ke musium-musium. Cita-citanya jadi ahli sejarah. Gara-gara itu Bobi jadi siswa kesayangan Bu Yim, guru sejarah. Dia suka berlagak pada saat pelajaran sejarah. Misalnya, pas bukan pelajaran yang membahas perang dunia kedua dia bertanya tentang tokoh Hitler. Pokoknya, ada-ada saja untuk unjuk muka di depan Bu Yim. Tapi kalau jam matematika, habislah si Bobi, kalau perlu ngumpet di kolong meja. Dia selalu menjadi sasaran tembak Pak Nardi untuk maju mengerjakan soal di depan kelas, dan selalu salah.
Sesampainya di rumah, seperti biasanya, hanya ada Tante Ninik dan si Bibi. Tante Ninik yang bertubuh subur itu adik kandung ayahnya, masih kuliah di fakultas hukum, entah jurusan apa, yang pasti bukan jurusan hukum karma.
Selesai makan Along mencari baju seragam rumahnya. Bagi yang nggak tahu, Along disangka tidak punya baju lain karena hanya memakai yang itu-itu saja. Jangan salah, memang model dan warnanya sama. Jaket kulitnya ada empat belas, kaos oblong warna coklat es krim ada empat belas, apakah celana dalamnya juga ada empat belas? Tidak diketahui secara pasti. Angka empat belas itu karena dia lahir pada tanggal empat belas. Bapaknya pengacara terkenal dan ibunya orang penting di bank milik pemerintah sehingga membuatnya tidak kekurangan suatu apa.
Srrr...Along keluar dari halaman rumahnya dengan skateboard, menuju arah selatan. Dia sudah punya rencana hebat. "Bila sudah mahir, nanti saya pamerkan kepada teman-teman kalau saya bisa main skateboard di atas rel," pikirnya. Main skateboard di atas rel? wah, itu rencana gila! Dia telah menyiapkan skateboard khusus untuk meluncur di atas rel. Sesampai di Stasiun Jatinegara, dia tidak masuk lewat pintu depan, tapi masuk lewat lubang yang ada di pagar tembok pembatas pemukiman warga dengan rel. "Suatu saat saya akan berlomba melawan kereta api," pikirnya lagi, berkhayal. Bocah satu ini memang pemberani, malah tergolong nekad.
Begitu sudah di dekat rel, Along liat-liat situasi. Begtu tahu situasi aman dia langsung menaruh skateboardnya di atas rel dan meluncur sambil memainkan yoyonya. Orang-orang yang ada di stasiun semua terpana dengan adegan itu. Along meluncur ke arah timur. Tiba-tiba muncul penjaga pintu lintasan kereta api dan menghadang lajunya sambil mengacung-acungkan sabetan rotan, menyuruh Along turun dari rel. Tapi itu tidak digubrisnya. Merasa tidak dihiraukan maka peluitnya menjerit-jerit keras sambil mengancamnya. "Bocah sinting! Cepat turun dari rel!" bentaknya. Tetapi rombongan tukang ojek yang mangkal di tepi perlintasan malah memberinya semangat. Jarak Along dan penjaga lintasan sudah sangat dekat, wah, alamat punggug juragan yoyo akan kena dera.
Tetapi, di detik berikutnya, di luar perkiraan semua orang, Along melompat ke rel sebelahnya dan tepat mendarat di atasnya. Tapi naas, saat mendarat papan skateboardnya patah jadi dua. Along terjatuh, tapi dia cepat bangkit tanpa memikirkan pantantnya yang ngilu-ngilu karena terantuk batu-batu pengganjal rel. Dia berlari untuk menghindari penjaga perlintasan yang tetap murka padanya. "Lari boss!!" teriak beberapa pengojek sambil tertawa. Hampir sebagian besar mereka tahu siapa Along, karena bapaknya sangat terkenal. Tapi yang mengejarnya kini tidak hanya satu orang, ada petugas lain yang ikut mengejarnya. "Dasar bocah tidak sayang nyawa! Dipikirnya uang bapaknya bisa membeli nyawa!" gerutu si pengejar. "Kalau aksinya dibiarkan, teman-temannya pasti akan ikut-ikutan main skateboard di rel!"
Along berlari menghindari kejaran, tanpa peduli skateboardnya. Terjadi kejar-kejaran di sela-sela rel. Begitu melihat ada lubang besar di tembok pembatas di dekat Pasar Brombek, Along keluar dari area rel lewat lubang itu. Tapi pengejarnya masuh terus memburu. Begitu ada pagar tembok tinggi Along memanjatnya, tak peduli kakinya tersangkut kawat berduri, yang penting dia lolos dari kejaran orang kereta api. Begitu dia menjatuhkan badan ke sisi dalam pagar, langsung terdengar omelan keras. "He, apa maksudmu menjatuhiku?" Ya ampun, Along ternyata menjatuhi punggung orang yang sedang memperbaiki mesin bajaj.
"Maaf, saya sedang dikejar-kejar orang karena bermain skateboard di atas rel," kata Along, memelas. Mendengar jawabannya laki-laki yang kotor olie itu tertawa terbahak-bahak. Along mengamatinya, laki-laki China usia tujuh puluhan tahun, rambut dan kumisnya putih. Karena tidak ingin ditertawakan, Along mengeluarkan yoyonya, lalu dibidiknya gelas yang cukup jau dari bajaj. "Pyar!" gelas itu pecah berantakan. Tawa orang itu terbungkap. "Wo, hebat sekali, namamu siapa?"
"Along, turunan Jaka Tingkir," jawab Along, melucu.
Orang itu menepuk punggung Along dan berkata, "Panggil aku Dukun Bajaj." Orang itu berkata lagi. "Wah bagaimana ya, sebetulnya aku tidak mau menghukummu, tapi keadaan memaksa. Kamu telah merusak satu-satunya punggungku. Kamu harus menggantikanku menarik bajaj, agar aku bisa membayar setoran kepada juraganku. Tenang saja, kamu akan kulatih menyopir bajaj. Lebih sulit main skateboard di atas rel daripada mengemudikan bajaj." Along ragu. "Jangan lari dariku. Bukankah kamu anak pengacara terkenal itu? Aku sering melihatmu keluar dari rumahnya. Sekarang, ayo kulatih mengemudi bajaj!" Along mengamati bajaj yang warnanya berbeda dengan bajaj-bajaj pada umumnya yang ada di Jakarta. "Bajaj ini namanya Si Kodok."
Along pun dilatih jadi sopir bajaj, ternyata mengemudi bajaj mirip dengan mengendarai motor vespa. Kebetulan Along pernah iseng belajar naik vespa. Along dinyatakan lulus dan disuruh pulang. "Tapi hari Minggu kamu harus ke sini! Kalau mangkir awas, kucari ke rumahmu!"