Aku menandatangani kertas bon makan malam hari ini. Di saat aku sudah bersiap untuk pulang, ternyata Na Mi masih diam duduk di bangkunya. Ceritaku barusan sepertinya membuat ia terkejut.
"Na Mi-ya cerita ini masih panjang, bahkan belum seperempatnya," ujarku yang memahami apa isi pikiran Na Mi.
Taekwon bermain mata denganku, isyarat untuk berbicara di meja bar restoran. Aku titipkan Na Mi pada Lana lalu bergerak menyusul Taekwon ke arah bar. Aku memesan Glen Mckenna, sama seperti kesukaan Hana. Iya, hidupku sepertinya hanya berpusat tentang Hana.
"Geuman Junho-ya. Anak sekecil Na Mi tidak akan mengerti semua rangkaian kejadian yang kau dan Hana alami." Kalimat pembuka dari Taekwon ada benarnya tapi aku sudah berjanji pada putriku untuk menceritakan tentang perjalananku dengan ibunya. Kali ini lebih lengkap dibandingkan sebelumnya. Hal-hal seperti perjalanan waktu itu harus kuceritakan.
"Aku sudah berjanji pada Na Mi dan…" Aku pun sudah berjanji di hari pertemuan terakhir kami. "Hana. Na Mi harus tau tentang eomma-nya."
Taekwon menaikkan sebelah alisnya, "Apa yang kau katakan pada Hana di hari terakhir kalian bertemu?"
"Kau penasaran?" Aku mengekeh. Apa sebaiknya aku kembali dan menceritakan tentang Taekwon yang berusaha mencuri perhatian Lana dengan sebuah kalung mewah yang sampai saat ini masih cantik menghiasi leher Lana?
***
Ponsel Hana bergetar panjang. Bukan telepon yang masuk, tetapi rentetan pesan masuk dari ketiga kakaknya dan Taekwon. Hana tidak mengacuhkan semua pesan itu, tangannya sibuk mengatur suhu temperatur oven. Berharap macaron buatnya berhasil dan terbentuk sempurna.
"Set dah, bentar lagi gue rasa itu handphone meledak." Shin Hae juga mendengar ponsel Hana bergetar lebih dari 20 kali.
"Lagian rese banget itu empat laki. Perasaan waktu gue ultah kagak begini amat responnya." Hana meraih ponselnya dan mulai membaca setiap pesan yang masuk. "Kan, kan, udah gue bilang pestanya jam lima, masih pada nanya. Ini lagi segala nanya kudu bawain kado apaan. Lana nih pake pelet kali, ya. Semua pada demen amat mepet Lana." Hana mengeluh panjang tanpa jeda.
"Yah kalah deh skin care mahal lu sama godam ilmu item. Eh ini si Lana langsung gue suruh aja kali ya belanja sebelum pada dateng."
"Iyee."
Hana dan Shin Hae sengaja menyuruh Lana membeli kebutuhan dapur, lebih tepatnya bahan makanan. Hana juga sudah menyuruh tiga kakaknya, Wooshik, dan Taekwon untuk datang ke apartemennya.
Apartemen yang sudah disulap oleh Hana dan Shin Hae sebagai tempat acara ulang tahun Lana. Ternyata mendapatkan protes dari Dong Kook.
"Kenapa untuk Lana acaranya seperti ini?" Dong Kook duduk di sofa memainkan balon-balon berwarna pastel. "Seperti pesta anak TK."
Hana yang sedang memasang tulisan 'Selamat Ulang Tahun Kelana' di dekat jendela langsung berjingkat kesal. "Dakcheo (1)!! Aku juga mau mengadakan di hotel, tapi Lana tidak suka dengan hal-hal yang berbau kemewahan."
Seoga yang mendengar protes Hana, menepuk bahu Taekwon sambil tertawa kecil. "Dengar, tidak suka kemewahan. Kado kalung darimu terlalu mencolok, Ok Taekwon."
Taekwon mengambil sebuah kotak biru tua berbahan beludru yang sudah ditata Shin Hae, agar memudahkan Lana untuk membuka kado untuknya. "Dia sahabat Hana bukan, sih? Semua teman-teman Hana selalu...."
Ucapan Taekwon terpotong ketika melihat Lana yang baru masuk apartemen, menutup mulut dengan dua tangannya. "Omo." Terkejut dengan apa yang ada dihadapannya.
"Yaahhh anjerr cepet amat dia balik." Shin Hae melempar ledakan konfeti yang niatnya untuk mengejutkan Lana. Dan, berakhir dia sendiri yang terkejut karena konfeti yang ia lempar ke lantai meledak.
"Lu perasaan baru pergi 15 menit dah. Gagal deh, ngapain sih lu pulang cepet-cepet?" Hana turun dari tangga kecil, tidak jadi melanjutkan hiasannya.
"Ya, ya, ide siapa iniiii?" Lana menatap semua manusia di ruang tamu apartemen.
"Ide dua sahabatmu. Saengil chukae, Lana-ya. Semoga kau suka kado dariku dan kalau kau butuh apa pun, katakan." Dong Kook berdiri, memeluk Lana erat. Ikatan adik-kakak yang lebih rukun dibandingkan dengan adiknya yang asli, Hana.
Hana melongo melihat adegan itu, "Oppa, aku adiknya bukan, sih? Apa aku sudah dicoret sebagai keluarga kalian?" Hana bertanya kepada Joong Gi dan Seoga.
"Sehat terus, jangan sakit, galeri tidak akan berjalan tanpamu. Kalau Hana membuatmu susah, laporkan padaku, aratchi?" Dong Kook menepuk-nepuk kepala Lana.
"Dipastikan dia sudah mencoretmu." Seoga menahan tawanya.
"Aaahh gomawo, Oppa!" Lana balas memeluk Dong Kook tanpa ragu. Ia bahkan masih merangkul pinggang Dong Kook setelah selebrasi ucapannya berakhir.
"Yaahh Han, siap-siap dah lu punya kakak ipar Lana. Kadang emang cinta gak pandang umur, apalagi keluarga sahabat sendiri." Selesai menyindir, Shin Hae beranjak mengambil kue ulang tahun Lana dari kulkas.
Hana langsung menarik Taekwon, "Oppa kalau mau Lana, jauhkan dia dari dari Dong Kook oppa. Kau mau nanti datang ke pernikahan mereka, hah?" Seoga dan Joong Gi yang mendengar ucapan Hana langsung tersedak macaron yang disajikan.
"Ya, kau niat tidak sih menjodohkanku?" Taekwon buru-buru mendekati Lana. "Ehem, saengil chukae Lana-ya."
"Aaa, gomawoyo Taekwon-ssi." Lana tersenyum girang dan menyambut uluran tangan Taekwon.
"Berikan hadiahnya dan cium Lanaaa, segera! Sebelum kakakku menyela hubungan kalian." Hana menyuruh Taekwon memberikan kotak biru beludru itu ke Lana.
"Ah, igeo..." Taekwon menyerahkan kotak biru beludru itu ke Lana. "Aku tidak tau apakah kau akan menyukainya atau tidak. Hana mulai pelit informasi tentangmu."
Mata Lana membulat. Ia menebak, isi kotaknya pasti bukan sesuatu yang murah. Tangannya terulur ragu, meraih kotak mewah yang disodorkan Taekwon. "Waa, aku sungguh ingin marah melihatmu menghabiskan uang untuk hal-hal semacam ini. Tapi aku tetap akan bilang terima kasih. Lain kali, jangan lakukan lagi, ya!" Lana tersenyum.
Taekwon merasa pipinya menghangat dan semburat merah malu-malu yang muncul meski tertutup wajah tegasnya. Hei, tapi siapa yang bisa menutupi senyuman lebar di bibir Taekwon, kalau perempuan incarannya sekarang tersenyum manis seperti saat ini. "Kemari, biar aku pakaikan."
Hana menyempil di antara kedua kakaknya. "Oppa, tidak marah kan kalau aku masih sendiri?" Hana memperhatikan dua sahabatnya bersama laki-laki pilihan mereka.
"Ish, buat apa kami marah? Kau cemburu karena sendiri?" Joong Gi paham ke mana arah pembicaraan Hana.
"Ya setidaknya jangan marah-marah padaku kalau tidak cepat menikah." Hana mengeluarkan serangannya dulu sebelum diprotes kakak-kakaknya.
"Bagus kalau tidak ingin buru-buru menikah. Kantor masih membutuhkanmu untuk fokus." Seoga memang menentang Hana menikah cepat. Lebih baik adiknya menimbun banyak harta daripada bermain-main dengan seorang lelaki.
"Omo, neomu areumda.(2)" Lana menyentuh kalung di lehernya. "Ya, berapa banyak yang kau habiskan untuk ini, hah?" Ia berbalik dan menatap Taekwon galak. "Ah, aku tidak bisa marah, ini cantik sekali. Terima kasih!" Tanpa sadar Lana memeluk Taekwon.
"Ya Kelana, Shin Hae jangan bermesraan di depan adikku. Takut dia terserang panik dan tidak akan menikah selama hidupnya." Teriakan Dong Kook dibalas tamparan kencang dari Hana ke lengan kakaknya.
Taekwon sempat tersentak dengan respon Lana, tapi tak lama kemudian dia membalas pelukan Lana dan mengangkat dua ibu jarinya ke arah Seoga dan Hana.
***
Na Mi memperhatikan kalung yang menghiasi leher Lana. "Apakah kalung ini yang diberikan Taek samcheon?"
Lana mengangguk sembari memainkan bandul kalung. Kejahilan Taekwon terbit, seringai licik keluar dari sudut bibirnya. "Ey, setelah melupakanku, siapa sekarang yang tergila-gila olehku?"
Lana mencebik kesal, "Entah apa yang dulu merasukiku sampai mau menjadikanmu suami."
Siapa sangka bermula dari kalung itu. Lana dan Taekwon ternyata sempat berpapasan denganku dan Woojin di acara kencan mereka.
—------------------------------------------------------------------------------
1. Diam.
2. Ini cantik sekali.