Shin Hae memukul kepala Hana ketika ia tidak mendapatkan respon. "Lu dengerin gak sih gue ngomong?"
Hana meringis, mendelik marah pada Shin Hae. "Sakit njir, kenapa sih harus pake kekerasaan?"
"Elu dari tadi gue ajak ngomong kagak direspon. Ini belanja bulanan mau siapa yang nanggung? Udah keabisan bahan makanan di kulkas. Mau pergi belanja gak sekarang?" Shin Hae meminta pendapat kepada dua sahabatnya.
"Bebas, itu si Lana bisa? Die yang nyetir ya." Hana berbicara tetapi tidak mengalihkan pandangannya dari laptop.
"Yah, gue lagi kena suru nyetir." Lana mengeluh, tapi kemudian bangkit. "Ayok dah buruan!"
Hana menutup laptopnya, "Bentar gue siap-siap dulu. Lo pada langsung aja ke bawah. Kunci mobil digantung di tempat biasa."
"Siyap lapanam kumendan." Lana dan Shin Hae segera bergegas dan turun terlebih dulu ke parkiran mobil. Menunggu Hana yang memang kalau mau pergi selalu repot dengan penampilan.
"Shin lu mau belanja di mana dah?" Hana memasang sabuk pengaman sesaat setelah ia masuk ke dalam mobil.
"Bebas yang penting si Lana ngucurin duitnya, hari terakhir nih kita palakin sebelum dia pindah ke seberang." Shin Hae duduk di belakang selayaknya nyonya. "Jalan Pir ke daerah Myeongdong." Shin Hae memerintahkan Lana seperti sopirnya.
"Anjiang kalian semua ya! Untung hari-hari menyedihkan bersama kalian akan segera berakhir." Lana meniup poninya yang mulai panjang dan memindahkan tuas persneling ke D. "Pegangan lu semua!" Ia kemudian menekan pedal gas dan menyetir menuju Myeongdong.
"Jadi idup tiga tahun sama kita penderitaan, Lan?" Hana mencubit lengan Lana.
"Tiga taun Lan, tiga taun. Lu pikir idup kita gak menyedihkan tinggal bareng lu?" Kali ini giliran Shin Hae yang menoyor kepala Lana.
"Kan, kan.. lebay kan lu pade, kaaann. Gue cuma pindah ke pintu seberang doaaang. Gak usah pada sedih gitu laaah. Tau emang, susah kalo gue nggak ada." Senyuman pongah dikeluarkan berikut kibasan rambut sebahu Lana.
"Iya susah gak ada yang masak, nyuci, ngepel, beberes apateu. Intinya kita keilangan babu sih, Lan," ujar Shin Hae yang diangguki Hana penuh semangat.
"Aseli kapan lagi babu 24 jam gak pake dibayar." Hana tertawa puas.
"Ck, selamat mencari babu baru ya, para Nyonya!" Lana sengaja menekan pedal rem dengan kencang sehingga membuat Hana menabrak kaca depan, sementara Shin Hae menabrak jok.
"Bangcat emang calon bininya si Taek ya." Hana mengusap dahi, hidung, dan mulut yang sukses mencium kaca. "Mana yang katanya keturunan Jawa? Gak ada lemah lembutnya." Hana menarik semua rambut panjangnya ke belakang lalu diikat membentuk kunciran kuda. Bersiap untuk menghadapi lautan manusia di Myeongdong saat hari libur.
Mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk belanja di salah satu supermarket yang tidak terlalu besar, namun lengkap untuk urusan keperluan rumah. "Terus jadinya lo tetep pake hanbok khusus pernikahan buat acara pyebeak?," ujar Hana sembari mendorong trolley.
"Bahahahah.. gila, berapa banyak ntar anak gue sama si Taek, ya?" Lana bukannya menjawab malah melemparkan pertanyaan lain.
"Bikinlah kesebelasan, nyari bibit unggul dari 11 anak lo." Shin Hae memasukkan bumbu-bumbu dapur ke keranjang.
"Heh? Buat apaan nyari bibit unggul?" Hana merasa aneh dengan perkataan Shin Hae.
"Beb, tau gak sih jaman dulu kenapa raja punya selir walaupun udah ada ratu dan ngasilin anak?" Shin Hae memperhatikan Hana dan Lana bergantian. Kompak dua perempuan yang ditatap Shin Hae menggeleng. "Buat nyari bibit unggul, nyari paling perfect buat mimpin kerajaan. Nah, buat kasus lu, Lan. Nyari anak paling sempurna buat nerusin usaha lakik lo."
Hana melongo, Lana berdecak. Gak masuk akal nih pembicaraan.
"Biar dia yang beranak duluan, Han." Lana menggeleng.
"Gak paham deh kenapa kita temenan sama ini anak." Hana mendorong lagi trolley, "Anyway Lan, ada yang perlu dibantu gak? Mulai gak guna nih gue jadi sohib cuma dateng doang. Dong Kook oppa juga nanyain lo mau kado nikah apaan?" Hana memasukan banyak ramen berbagai rasa ke dalam trolley.
"Gue mo bilang dia lebih tau kado apaan yang gue perlu, tapi ntar lu jealous gegara ngerasa kakaknya lebih kenal gue. Jadi, bilang aja sama dia, kado apaan juga gue terima deh. Libur kerja yang panjangan dikit juga gapapa." Lana mengikik sembari mengambil berkotak-kotak susu.
"Ya Tuhan," Hana menjambak rambut Lana, "Gue curiga deh beneran lo ada affair sama kakak gue. Ngaku lu, Lan."
"Kemane aje lu, udah jelas-jelas si Lana tiap pulang kemaleman yang nganter juga Dong Kook bukan Taekwon. Fix kalo Lana bunting, itu anak Dong Kook sih. Siap-siap aja Han lu jadi tante." Cibiran Shin Hae membuat Hana berpikir, bisa jadi omongan Shin Hae benar.
"Hahhahahahhah.. bajing kelen semua! Apa kabar Ryeo Won eonni? Kalo gue affair, yang pertama ngamuk pasti doi laaahh." Lana mengibas rambutnya yang baru saja dijambak Hana. "Ya tapi sih kalo anak gue lahirnya mirip Dong Kook, ya gue paksa oplas biar beda. Hahahahhahaha..." Lana tertawa kencang.
"Anjerrr keperawanan lu diserahkan pada kakak gue. Udahlah bapak gue di surga kayaknya lagi mencak-mencak nih tau anak lakiknya merawanin calon bini orang." Hana menggelengkan kepala tidak ingin percaya. Tapi tingkah laku kakak dan sahabatnya berkata lain.
"Wey, wey, gak gitu anjer. Tanya Taek entar, masih rapet ting-ting gue! Emang elu, nyiapin kamar esek-esek ampe segede lapangan golf." Lana jelas-jelas menyindir Hana. "Elu juga, gak usah mesem-mesem lu!" Lana kemudian menunjuk Shin Hae yang menahan senyum.
"Bener ya gue tanya si Taek ntar, masih sempit apa gak itu jalur surga dunia. BTW gue akhirnya ketemuan sama lakik yang kenal di aplikasi kencan waktu itu."
"ANJIR!!" Lana dan Shin Hae berteriak bersamaan.
"Bener-bener Lan temen lu. Desperate banget ampe ketemu makhluk astral dari aplikasi kencan!" Shin Hae bergeser dan mengamit lengan Lana, lalu menjauhi Hana.
"Gak begitu ya." Hana melotot, kesal dianggap putus asa dalam percintaan. "Aslinya ganteng tau, bae banget!!! Kek anak kecil makan belepotan, gemess!!!" Hana menghentakkan kaki saking senangnya.
"Bodo amat." Lana menarik Shin Hae lebih jauh. "Lu kenal itu cewek, Shin? Kok aneh sih, dia girang sendiri?"
"Gak kenal. Sumpah, gak kenal gueeee." Shin Hae menahan tawa.
"LANA, SHIN HAE AWAS YA LO BEDUA. KALO GUE KAWIN GAK GUE UNDANG LO BEDUA." Hana mendorong trolley menjauh dari Lana dan Shin Hae yang masih sibuk cekikikan.
Selepas mereka berbelanja, Hana sengaja memisahkan diri dari Lana dan Shin Hae, setelah mendapatkan pesan dari Junwoo yang mengatakan dia sedang berada di salah satu toko di Myeongdong. Hana ingin memberikan kejutan kepada laki-laki itu.
Hana berjalan menyusuri gang di daerah Myeongdong, di mana kanan dan kiri gang ini dipenuhi oleh berbagai macam toko, kafe, jajanan kaki lima, dan pekerja seni yang menjual hasil karyanya. Matanya mencari toko tempat Junwoo sedang berada. Hana tersenyum lebar ketika berdiri di depan toko. Langkahnya terasa ringan saat melihat sosok Junwoo.
"Jun.." Hana menurunkan lagi tangannya, langkahnya terhenti, senyuman di wajahnya hilang ketika melihat ada perempuan lain yang sedang merangkul lengan Junwoo.
Hana sangat jarang sakit hati karena laki-laki, ada ketiga kakaknya yang tidak pernah memperbolehkan Hana untuk merasakan itu. Dan, untuk pertama kalinya ia merasa tubuhnya kaku, mata memanas, ada rasa sakit terselip di hatinya. Hana hanya bisa melihat adegan manis di depan matanya tanpa pernah ia minta.
Hana membalikkan tubuhnya bersiap untuk keluar dari toko, ketika pergelangan tangan kirinya di tarik oleh seseorang.
"Hana-ya, sedang apa di sini?" Hana kesal sekarang. Ia tidak sanggup menahan diri ketika laki-laki dihadapannya ini sudah tersenyum.
"Ingin mengejutkanmu tapi ternyata aku yang terkejut," ujar Hana santai tanpa perlu menutupi. Junwoo menelengkan kepalanya sedikit ke kiri, bingung dengan ucapan Hana. "Pacarmu, di dalam kau sedang dengan pacarmu, bukan?" Hana membaca kebingungan Junwoo.
Junwoo tertawa setelahnya, "Ayo aku kenalkan." Junwoo menarik tangan Hana agar lebih masuk ke dalam toko. Hana membuka mulutnya lebar-lebar, merasa aneh dengan sikap laki-laki yang ingin mengenalkan dirinya pada pacarnya sendiri.
"Nuna…" Junwoo menepuk bahu perempuan yang sekarang sedang menggendong seorang anak kecil.
'Jamkkan, nuna? Ini kakaknya?' Hana memperhatikan wajah perempuan itu dan Junwoo bergantian.
"Kenalkan perempuan yang kau tanyakan tadi di mobil, Park Hana." Perempuan itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya ke arah Hana.
"Aigoo, tidak menyangka akan bertemu denganmu secepat ini. Lee Chan Young." Sekarang Hana paham di mana letak kesamaan dua orang ini. Matanya, ketika tersenyum akan membuat eye smile.
Hana menyambut uluran tangan itu sambil membungkuk, "Park Hana."
"Benar kata appa, cantik, dan sesuai tipemu. Berambut panjang, putih, dan matanya benar-benar hidup." Bisik kakak Junwoo tetapi terlalu keras hingga terdengar sampai di telinga Hana. "Kau sudah makan siang, Hana?" Hana menggeleng, ia baru selesai sarapan sampai Shin Hae tadi mengajak untuk pergi berbelanja.
"Chotda, makan siang bersama kami kalau begitu. Aku sedang ingin makan pizza di seberang toko ini. Kau suka pizza?"
"Suka Eonni, apa pun aku suka asal jangan…" Hana tidak tau apakah kakak Junwoo paham mengenai makanan Indonesia.
"Jangan apa?"
"Aniyo, aku tidak tau apakah di Korea ada makanan Indonesia yang kumaksud."
"Waa aku tidak sabar mendengar cerita tentangmu. Geurae, pergilah dulu dengan Junwoo ke seberang nanti aku dan Woojin menyusul."
Hana mengangguk, bersama Junwoo ia pergi ke restoran pizza di seberang toko. Mencari salah satu meja berbangku empat. Tak lupa ia menanyakan pada Junwoo apa perlu high chair untuk keponakannya dan segera memesan dua loyang pizza. Satu sesuai dengan kesukaannya dan satu lagi kesukaan kakaknya Junwoo.
"Sedang apa di Myeongdong?" Junwoo bertanya setelah mereka duduk berdampingan.
"Belanja bulanan, persediaan di apartemen sudah kosong." Hana menyeruput ice lemonade yang tadi ia pesan.
"Sendiri?"
Hana menggeleng, "Dengan Lana dan Shin Hae tapi tadi kami berpisah. Kau berbelanja di Myeongdong?"
"Wae? Tidak menyangka orang sepertiku akan berbelanja di Myeongdong?" Junwoo menyikut lengan Hana pelan.
"Mulai berani menggoda?" Hana menaik turunkan alisnya. Junwoo tertawa pelan.
"Setelah ini kau kemana?"
"Tidak ada acara, waeyo? Mengajakku berkencan lagi?" Hana mengeluarkan jurus dating 101-nya, hasil membaca sebuah buku tentang berkencan.
Sebelum Junwoo sempat menjawab, Chan Young datang dan langsung menyindir Hana dan Junwoo yang duduk terlalu rapat. Pertanyaan Hana dibiarkan menggantung oleh Junwoo.
"Jadi Hana, ceritakan tentangmu padaku," ucap kakak Junwoo. Membuka pembicaraan dengan calon adik iparnya.
Hana mengetukkan jari telunjuk ke meja, nampak berpikir sejenak. Pembicaraan apa tentang dirinya yang akan memberikan kesan baik.
"Aku anak bungsu dari empat bersaudara. Dua di antaranya adalah saudara tiri tetapi sangat baik padaku." Hana menatap Chan Young, menunggu reaksi. Apakah kakak Junwoo ini mempunyai pikiran lain tentang dirinya?
——————————————————————————————-
Pyebeak : Acara setelah pernikahan, orang tua memberikan berkah dan menangkap jujubes serta chestnut untuk memprediksi jumlah anak si pengantin.