Chereads / One Time (Time Traveler) / Chapter 9 - Already Met Her

Chapter 9 - Already Met Her

Peralihan musim dingin ke musim semi membuat beberapa daerah di Korea masih terasa sangat dingin. Termasuk kota Seoul, hari ini temperatur udara masih menyentuh angka minus tiga derajat celcius. Hana memilih untuk menikmati budae jjigae, sup hangat berisi mie kuning, daging, jamur, dan sayuran.

"Kau benar-benar tidak akan menjaga badanmu, huh?" sindir Seoga disela-sela ia sedang menikmati kimchi jjigae.

"Ani, aku senang makan. Kalau aku bertambah cantik semakin banyak laki-laki mendekat dan kau berserta dua orang ini pasti mengamuk." Hana menunjuk Dong Kook dan Joong Gi yang duduk di depannya dengan sumpit.

Dong Kook mengangguk semangat, menyetujui ucapan Hana barusan. Dia tidak pernah bermasalah Hana dekat dengan laki-laki mana pun tetapi ketika laki-laki itu berani menyentuh adiknya, ia akan berubah seperti vampir yang siap mengisap darah laki-laki itu sampai habis tak bersisa.

"Memang kau tidak ingin menikah?" Joong Gi paling berperasaan dibandingkan dua kakaknya tapi paling anti melihat adiknya patah hati.

"Molla, sudah lama sendiri. Mungkin aku akan mati sendirian." Hana mengedikkan bahu. Percuma memiliki kekasih kalau ketiga kakaknya saja selalu menentang.

"Siapa yang akan mati sendiri?" suara laki-laki paruh baya menyahut dari dekat pintu yang baru saja dibukakan oleh anak buahnya.

Empat bersaudara ini otomatis menghentikan kegiatan makannya dan berdiri. Membungkuk, memberikan salam pada salah satu orang paling mereka segani. Tuan Lee, salah satu klien favorit Seoga dan Hana karena selalu mencari mereka saat membutuhkan informasi atau membeli sebuah properti.

Tuan Lee juga tidak pernah absen untuk membeli lukisan atau karya seni lainnya dari galeri Dong Kook. Ia juga senang mampir ke restoran Joong Gi untuk menikmati hasil masakan kakak Hana ini dan tidak jarang memesan katering untuk setiap acaranya dari restoran Joong Gi. Pada intinya Tuan Lee senang bekerja sama dengan satu keluarga ini dan empat bersaudara bahagia karena mendapatkan kucuran uang yang tidak sedikit dari Tuan Lee.

"Ah aniyo, igeo uri yeodongsaeng (1)…"

"Hana masih sendiri?" Tuan Lee langsung menyanggah ucapan Seoga. "Kau benar-benar tidak mempunyai kekasih?"

Hana menggaruk tengkuknya, meringis untuk mengkasihani dirinya sendiri. Entah jawaban apa yang harus diberikan atas pertanyaan Tuan Lee.

"Aigoo," Tuan Lee duduk di samping Joong Gi. Ia paling tidak suka duduk di tengah, paling ujung meja karena merasa dirinya seperti seorang pemimpin diktator. "Perempuan secantik dirimu kenapa masih sendiri?"

"Hana masih fokus untuk karirnya." Jawaban dari Dong Kook membuat Tuan Lee tertawa.

"Bukan karena kalian melarangnya?" Sungguh Hana ingin berteriak dan membungkuk terima kasih pada Tuan Lee. Ucapannya mewakili perasaannya selama ini. Ketiga kakaknya hanya tersenyum malu.

"Saya punya anak laki-laki, masih sendiri karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. Kalau kalian mengizinkan Hana berkenalan akan saya pertemukan mereka." Tuan Lee melihat Seoga, Dong Kook, dan Joong Gi bergantian.

Seoga tersenyum tipis, dia tidak setuju tapi tidak bisa menolak Tuan Lee. "Kami serahkan pada Hana."

Hana mengerlingkan matanya sebal, bisa-bisanya menyerahkan urusan perjodohan mendadak pada dirinya. Bagaimana kalau ia tidak cocok dengan anak Tuan Lee, apa kakaknya ini akan tetap memaksa agar Hana menikah saja dengan anak klien kesayangan?

Joong Gi mengulum senyum melihat reaksi Hana. Sudah dipastikan di dalam hati adiknya itu, ia sedang mengumpat.

"Gwaenchana, pikirkan saja dulu, siapa tau berjodoh." Tuan Lee tersenyum penuh arti ke arah Hana. Entah apa yang ada dipikiran Tuan Lee sampai semudah itu ingin menjodohkan anaknya dengan Hana.

Sisa pertemuan akhirnya dihabiskan untuk membicarakan tentang bisnis. Tuan Lee menawarkan untuk bekerja sama dengan perusahaannya yang bergerak di bidang IT dan teknologi. Bagi Tuan Lee akan memudahkan baginya untuk mencari properti yang dibutuhkan, mencari karya seni untuk mengisi gedung dan rumahnya, serta tidak akan kesulitan lagi untuk menemukan makanan enak untuk para karyawannya bila mengajak empat saudara ini bekerja sama. Semuanya menjadi satu pintu.

Meskipun semua keputusan berada pada ketiga kakaknya, mereka akan bertanya pendapat Hana. Satu kelebihan yang dimiliki Hana bagi ketiga kakaknya adalah mampu berpikir kritis dan terlalu visioner karena memikirkan hingga lima sampai 10 tahun ke depan.

"Apakah Anda akan membuka pintu investasi saham untuk tiga perusahaan kami?"

Tuan Lee menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, kedua tangannya melipat ke arah dada, senyuman memuji mengembang di bibirnya. "Karena apa?"

"Buruknya kalau Anda tidak puas dengan kinerja kami, Anda bisa membuang kami…"

"Hana!!" Seoga tidak suka pemilihan kata yang dilontarkan Hana pada Tuan Lee. Namun, Tuan Lee mengangkat tangannya, membiarkan Hana untuk meneruskan perkataannya.

"Ada ribuan mungkin jutaan agen properti, toko seni, dan restoran di semenanjung Korea ini. Anda memiliki uang tidak berseri, bisa saja Anda merekrut orang lain atau orang asing untuk menggantikan kami. Bekerja sama dengan Anda berarti kami memotong beberapa klien yang tidak berpotensi agar fokus pada perusahaan Anda, istilahnya in house untuk perusahaan Anda karena perusahaan IT dan teknologi sedang berkembang pesat saat ini. Jadi…"

Hana menarik napas sejenak, "Dengan adanya investasi saham, perusahaan kami tetap bisa berjalan meskipun Anda mendepak kami. Harus tetap ada anggota dewan di dalam kerjasama ini agar ke depannya tidak akan terjadi permusuhan di antara kita. Memulai dengan yang baik, kalau mau di akhiri kita juga harus tetap berhubungan baik, bukan begitu Tuan Lee?" Hana tidak perlu membicarakan keuntungan karena Tuan Lee dan ketiga kakaknya pasti paham pundi-pundi keuangan yang bisa mereka hasilkan.

"Maja, kalian," Tuan Lee menunjuk ketiga kakak Hana, "Biarkan perempuan ini menemukan jodohnya. Kalian tidak mau dia mati sendiri, kan?"

"Kamshamnida Tuan Lee, untuk pujian dan nasihatmu kepada ketiga kakakku." Hana tidak dapat menahan tawanya melihat wajah pias ketiga kakaknya.

Hari itu diakhiri dengan perjanjian kerjasama tanpa hitam di atas putih, secepatnya Tuan Lee akan mengabari Seoga untuk pertemuan berikutnya. Sebelum mobilnya melaju pergi meninggalkan pelataran restoran. Tuan Lee menyenggol putranya yang duduk di samping, "Kau lihat perempuan berambut panjang itu?" Tuan Lee menunjuk Hana yang sedang bersenda gurau dengan ketiga kakaknya.

Anak Tuan Lee menoleh, mengikuti arah tunjuk ayahnya lalu ia mengangguk.

"Perempuan cerdas, masih sendiri. Bagaimana kalau mencoba berkencan dengannya?"

"Appa geumanhae. Aku paling tidak suka…" Laki-laki itu tidak melanjutkan perkataannya karena terkesima melihat tawa Hana.

"Tidak suka akan?" Tuan Lee menahan senyumnya, ia senang menggoda putra bungsunya.

Laki-laki itu mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil, "Tidak suka kalau dijodohkan, biarkan aku sendiri mencari jodohku."

"Hana, Park Hana itu namanya. Berjaga-jaga kalau kau mencarinya." Laki-laki itu tidak merespon, ia cukup mendengarkan. Tangannya meraih ponsel di saku celana. Membuka galeri foto, menekan sebuah foto yang diambilnya diam-diam dua minggu lalu.

***

Seorang perempuan berambut panjang coklat sedang tertawa bersama dua perempuan lainnya di sebuah kafe. Ia hanya mengagumi dari jauh sampai sahabatnya menyindir sikap laki-laki itu.

"Ya, apa kau tidak akan mengajaknya berkenalan? Kau tidak tau siapa dia?"

"Huh? Nuguya?"

"Aish, tiga kakaknya mempunyai usaha luar biasa di Korea. Jamkkaman, kalau tidak salah perempuan itu memiliki marga Park."

"Park?"

"Eo, dia memang suka ke sini bersama dua perempuan yang duduk bersamanya."

***

Laki-laki itu melirik ke arah ayahnya yang sedang menggelengkan kepala setelah melihat isi ponsel putranya.

"Jadi kau sudah pernah bertemu dengannya? Eottokhe? Yeppo? Dengannya aku setuju." Tuan Lee lalu berdeham, "Kudengar dia sangat dijaga oleh ketiga kakaknya, jadi bisa kupastikan dia belum pernah disentuh oleh laki-laki mana pun."

"APPA!!!"

—-------------------------------------------------------------------------------------------

1. Tidak, ini adik perempuan kami…