"Seneng lu? Diliatin mulu tuh kalung." Hana menurunkan hiasan-hiasan di dinding apartemen selepas semua orang kembali ke rumah mereka masing-masing.
"Seneng. Tapi kesel. Mahal banget ini pasti anjir. Nggak kira-kira, dasar bos besar." Lana menggelengkan kepalanya tapi langsung tersenyum dan menggenggam bandul kalung di lehernya.
"Udah sih jadian aja sebelum diserobot perempuan haus cinta noh." Shin Hae menunjuk Hana dengan sapu yang sedang ia pegang.
"Bangke ya, Taek nyebelin tau. Bae ada maunya doang. Tuh korbannya lagi pesugihan sama kalung baru." Hana melempar piring plastik ke arah Shin Hae.
"Tengkar mulu elah, herman gue." Lana mendelik ke arah dua sahabatnya. "Han, Taekwon diajak makan tteokbokki di pinggiran mau nggak ya dia? Jengah nih gue dikasih blingbling begini. Besokan taunya diajak table manner di restoran kan maleeeesss. Cukup sama Dong Kook oppa aja lah dan klien-kliennya gue table manner. Masa pacaran table manner juga." Lana menghela napas dan menjatuhkan diri ke sofa, lalu tersadar. "EH, TAPI BUKAN BERARTI GUE LANGSUNG IYA PACARAN SAMA DIA YA!" Lana kelabakan karena ucapannya sendiri yang kelepasan.
Hana mengeluarkan ponselnya dan menjawab sahutan telepon yang dari tadi tersambung oleh seseorang. "Kau dengar, Oppa? Jadi singkatnya terjemahan perkataan Lana adalah, apakah seorang CEO OKCAT mau diajak berkencan makan tteokbokki di pinggir jalan?" Hana mengubah mode loudspeaker.
"Lana-ya, besok malam kau sibuk? Ada ppojjang enak di dekat kantorku, kau suka seoltang atau galbitang?" Suara Taekwon jelas terdengar.
"YAISH PARK HANA!" Lana melempar bantal sofa ke arah Hana dan menyebut 'sshibal' tanpa suara. "Gue sukanya eluuu." Lana mendesis pelan, cukup terdengar oleh dua sahabatnya. "Ehem.. galbi, ayo makan galbitang."
"OPPA KATA LANA DIA SUKA PADAMU, KAPAN KALIAN MENIKAH?" Shin Hae berteriak kencang.
Hana tertawa puas melihat respon Lana yang malu-malu tapi mau.
"Geurom, deuiteu haja Lana-ya? (1)" Tak perlu berlama-lama Taekwon langsung mengeluarkan pertanyaan yang sudah lama ingin ia tanyakan.
"Hah?" Otak Lana tiba-tiba berhenti bekerja. "Apean, dia bilang apeee?" Ia menatap Hana dan Shin Hae bergantian. Mendadak ia tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh Taekwon
"Ngajak lu ngedate njir, mau kagak?" Hana gemas sendiri jadinya.
"Matiiiiiii!! Pake baju apa gueeeee?" Lana heboh sendiri.
"Ape aje dah cuma makan pinggir jalan, lu mau pake dress??" Mereka berbicara tapi mendiamkan Taekwon yang masih bingung dengan percakapan tiga orang ini.
"Ehem, ettokhe?"
Lana mengangguk heboh tapi mendorong-dorong bahu Hana untuk menyampaikan.
"Anjir gue malu." Lana berbisik.
"Gue mulu, kapan gue dapet jodoh?" Hana mengerlingkan matanya sebal. "Oppa, kata Lana dia mau tapi dia malu, bingung pakai baju apa. Kau kesini saja bantu dia pilihkan baju."
"Omoooooo!!" Lana menjambak rambut Hana. "Udah gila ini anak, malah nyuruh dia yang milihin baju!"
"Oppa palli iriwa (2). Rambutku bisa habis dijambak calon istrimu. Masuk saja langsung ke kamar Lana." Hana berteriak-teriak sendiri
"YAISH PARK HANA MICHEOSSEO?!(3)" Lana semakin menjambak rambut Hana.
Selagi Hana dan Lana ribut sendiri, Shin Hae yang mendengar bunyi bel langsung mempersilakan Taekwon masuk dan mengarahkan laki-laki itu ke kamar Lana. Taekwon tersenyum sendiri melihat kamar Lana, ia membuka lemari, mulai memilihkan baju yang tepat untuk berkencan mereka besok.
"Lana-ya, kau suka yang mana?" Taekwon tiba-tiba berdiri di dekat Lana, membawa dua pasang baju milik Lana.
"Kkhamjagiya!" Lana berbalik sambil memegang dadanya. "K-kau.. sejak kapan.."
"Tadi Shin Hae membukakan pintu." Taekwon menyerahkan dress selutut warna krem dengan aksen bunga di bagian pinggang. "Cantik kalau pakai ini. Apa kau suka kebun binatang?"
"Yailah kencan di bonbin banget, bos?" Shin Hae menggelengkan kepala, orang kaya begini ternyata kalau mengajak kencan. Hanya bermodalkan pergi ke kebun binatang.
"Omooo kebun binatang!" Lana kegirangan sendiri.
"Geurae, besok sekalian kita ke kebun binatang." Taekwon mengelus pipi Lana tidak sengaja.
"BRENGKI SEMUA AJA PADA PACARAN, GUE KAPAN?' Hana melempar balon yang sedang ia pegang ke arah Lana dan Taekwon.
"Taekwon-ah, apa kau tidak punya teman? Kasihan nenek sihir menjomblo bertahun-tahun." Lana terang-terangan menunjuk Hana. "Ah, apa aku seharusnya memanggilmu, Oppa?" Lana melirik Taekwon, lalu melebarkan matanya. "Atau Taekwonie?"
Taekwon menoleh ke Hana, "Perempuan sepertimu tidak ada yang mendekati? Ckck pantas selalu marah-marah." Ia lalu melebarkan tangannya ke arah Lana. "Apa pun yang kau suka, Jagiya?" Meminta Lana untuk memeluknya.
"HOEK, jiijik! Geli! Baru juga seminggu deket, kelakuan udah begini. Brengsek emang nih dua manusia. Gak ada sopan-sopannya. Masuk sono lo bedua ke kamar, begulat sekalian, kudu bae nunjukin depan muka gue. Ihhh amit-amit." Shin Hae marah-marah sendiri melihat adegan romansa di depan matanya.
Lana mencibir, "Awas lu entar nemu lakik lebih parah dari gue, lu!"
Hana membentuk tangan kanannya seperti pistol, mengarahkan ke kepalanya, dan pura-pura menembak. "Di kantor galak, sekarang jadi budak cinta. Ihhhhh." Hana bergidik geli.
"Ujang emang kurang parah apa? Tapi gak begini nih, HOEK EW!!!" Shin Hae kabur ke dapur.
"Ckckck biarkan saja mereka, Oppa." Lana menepuk-nepuk lengan Taekwon.
Junwoo memarkirkan mobilnya lalu ia membantu melepaskan pengaman carseat Woojin. Hari ini sesuai janji pada kakaknya, ia akan mengajak keponakannya untuk berkeliling kebun binatang. Kalau bukan karena Woojin, hari Sabtu ini ia lebih memilih untuk bersantai di rumah dibandingkan harus berdesakan bersama orang lain hanya untuk melihat binatang.
"Woojin-ah, hati-hati jangan sampai…"
Belum selesai Junwoo berbicara, Woojin yang sedang berlari kegirangan setelah mendapatkan permen kapas dari pamannya, tidak sengaja menabrak Lana yang berjalan berlawan arah dengannya. "Ah, jeosonghamnida." Permen kapas yang dibawa Woojin jatuh.
"Gwaenchana." Lana berjongkok dan mengusap kepala Woojin. "Ah, permen kapasmu jatuh."
"Gaja, kita beli permen kapas yang baru." Taekwon menggendong Woojin. "Lain kali, jangan berlari di tempat ramai, oke?" Lana tersenyum dan mengikuti langkah Taekwon.
"Woojin-ah, Woojin-ah." Junwoo berjalan mencari-cari keponakannya yang mendadak hilang dari pandangannya setelah ia membayar permen kapas Woojin.
Woojin menoleh setelah mendengar teriakan Junwoo. "Samcheon!"
Junwoo berjalan mendekati Woojin yang sedang digendong Taekwon, "Ya, kau kenapa berlarian seperti tadi?"
Junwoo melihat Lana dan Taekwon. "Mianhaeyo, sudah merepotkan kalian." Junwoo menyuruh Woojin turun dari gendongan Taekwon.
"Aah, namamu Woojin?" Lana mengusap pipi Woojin yang menggeliat dalam gendongan Taekwon.
"Gwaenchana, ia tak sengaja menabrak pacarku dan permennya jatuh, jadi kuajak membeli yang baru." Taekwon tersenyum pada Junwoo.
Lana membelalak dan menyenggol lengan Taekwon karena menyebutnya 'pacar'. Ia bahkan baru berkencan dengan laki-laki badut ini tetapi seenak jidat Taekwon mengklaim dirinya sebagai seorang kekasih.
"Woojin-ah, bilang apa dengan samcheon dan imo yang sudah membantumu?" Junwoo berjongkok, meraih tangan kecil Woojin.
Woojin membungkuk dengan mulut yang belepotan permen kapas. "Kamshamnida, maaf sudah merepotkan kalian."
"Annyeong Woojin-ah!" Lana melambaikan tangannya, diikuti Taekwon yang juga melambai sambil merangkul Lana.
Junwoo memutar tubuh Woojin agar melihat ke arahnya, "Jangan berlarian seperti tadi. Kebun binatang ini luas dan ramai orang. Bagaimana kalau tadi kau bukannya di tolong oleh imo dan samcheon yang baik tetapi bertemu seorang penculik?"
Woojin menunduk, perasaan bersalah terlihat jelas di wajahnya. "Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi."
Junwoo berdiri tersungging senyuman di bibirnya, "Gwaenchana, kau mau lihat binatang apa?"
Woojin mengangkat wajahnya dan senyuman merekah setelah mendengar nada bicara Junwoo yang sudah kembali seperti semula. "Jerapah, aku mau kasih makan."
"Arasseo, gaja." Junwoo mengacak rambut Woojin lalu menggandeng keponakannya berjalan menuju kandang jerapah.
—-----------------------------------------------------------------------
1. Kalau begitu, ayo berkencan Lana.
2. Kakak, cepat kesini.