Chereads / Cinta 80 Kilo / Chapter 22 - Menjemput Cinta

Chapter 22 - Menjemput Cinta

"Sejauh ini, hati aku tidak bisa di bohongi. Aku masih saja terus memikirkan Rangga. Sebenarnya aku rindu dia saat ini. Apa kabar ya dia? Maafkan aku dulu menghindari kamu, Rangga. Aku hanya sakit hati dengan ucapan Papa kamu. Aku kesal karena sudah di ejek dengan Papa kamu."

Mengingat tentang Rangga, terbesit dalam pikiran Rara untuk balas dendam pada papanya. Namun kali ini, dia ingin balas dendam dengan cara baik-baik. Ingin membuktikan bahwa dirinya tidak lah seburuk apa yang terlihat.

"Aku jadi teringat dengan Adel, seperti apa sekarang wanita itu ya? Aku penasaran dengan mulutnya yang suka mengejek itu. Andai saat itu aku sudah seperti ini, mungkin akan aku balas mulut dia pakai cabai."

Gigi Rara sampai berbunyi di kala mengingat Adel dengan penuh dendam.

"Untung saja aku bertemu dengan Yuda yang siap membantu aku. Tapi bagaimana pula, dia memberikan aku pekerjaan di kantor dia. Bagaimana nanti aku bisa balas keluarga Bramanjaya?"

Tanpa di sadari, dengan mengingat masa lalu. Rara sudah banyak menghabiskan waktu di kamar dengan setumpuk cemilan. Begitu ibunya masuk, suara sumbang kini terdengar lagi.

"Syirooot! Kamu lupa ya dengan badan kamu yang kecil itu? Apa mau kamu tiup lagi jadi besar? Ha! Makanan sebanyak ini sudah kamu habiskan. Bagaimana nanti kamu akan balas perkataan Bramanjaya."

"Hehe, Maaf. Aku lupa, habisnya sudah biasa. Tapi kok Ibu tahu soal Bramanjaya?"

"Sudahlah, Pokoknya Ibu tidak mau tahu. Kamu harus bisa diet. Besok kamu kan sudah mulai masuk kerja di perusahaan Yuda bukan?"

"Iya, Bu. Mulai besok aku kerja. Doain aku ya, Bu. Jadi Ibu juga mulai jualan besok ya?"

"Ya iya, kalau tidak jualan. Siapa nanti yang mau beli di toko kita."

"Hehe iya, duh. Aku kangen dengan cinta. Dia masih di rumah lama tidak ya, Bu?"

"Kemarin ibu titipkan sama tetangga. Oh iya, kalau kamu mau ambil kucing kamu, jangan lupa bawakan beberapa sembako untuk oleh-oleh Ibu darma ya! Karena sudah satu tahun dia rawat kucing kamu."

"Oke, siap. Aku akan ke sana sekarang juga."

Rara langsung menuju warungnya saat itu yang sangat penuh dengan barang-barang. Dia ambil beberapa barang untuk di bawakan pada ibu darma. Sebagai bentuk ucapan terima kasih karena sudah mau merawat kucing Rara semenjak Rara sakit atau masa dalam pemulihan operasinya.

"Bu, aku berangkat dulu ya!"

"Kamu naik apa?"

"Naik angkot saja, Bu!"

"Oh, ya sudah. Hati-hati di jalan saja ya!"

"Oke siap, Bu!"

Setelah menunggu beberapa menit di pinggir jalan, akhirnya Rara mendapatkan sebuah angkot yang unik. Di dalamnya hanya di batasi untuk beberapa orang saja. Sehingga tidak membuat Penumpang merasa gerah, berisik dan bau karena keringat banyak orang. Nama angkot itu juga Kebetulan angkot cinta. Jadi memang di khususkan seseorang pilihan untuk membuat nyaman di dalamnya. Dengan di iringi musik kekinian.

"Huh, akhirnya aku bisa menghirup udara segar di luar. Sudah lama banget rasanya aku di dalam ruangan terus. Sekarang aku bisa menikmati dengan sangat baik. Bang, putar lagunya dengan keras dong!" Pinta Rara saat itu yang mendengar lagu dangdut lalu bergoyang-goyang dengan dendangannya.

"Siap, Mbak!"

Rara mengeluarkan kepalanya di jendela lalu teriak kencang dengan penuh kebahagiaan.

"Aaaaaaa!" Pekiknya lalu tertawa lepas.

"Awas, Mbak. Jangan terlalu lama di luar. Nanti ganggu pengendara lainnya." Tegur salah satu penumpang.

"Aman, Bu. Aku bisa jaga diri kok. Ngomong-ngomong terima kasih ya sudah ingatin." Meski membangkang, Rara tetap menjaga perasaan si ibu yang menegur dirinya.

Saat di lampu merah yang panas, Rara tidak juga memasukkan kepalanya. Dia tetap mengeluarkan dengan menikmati suasana di luar. Dari beberapa kendaraan saat itu yang berhenti, ada mobil Rangga yang bersebelahan dengan angkot yang Rara tumpangi.

"Siapa wanita itu? Cantik. Namun tidak asing. Apa aku pernah mengenalnya ya? Tapi rasanya tidak mungkin aku bisa kenal dengan wanita lain selain Rara dan Adel juga teman sekantor. Mana mungkin aku kenal dengan wanita di luar itu. Tapi kenapa perasaan aku begitu dekat ya, siapa sih sebenarnya?"

Rangga terus memperhatikan Rara saat itu yang tengah menikmati angin di jendela. Tak lama kemudian, mobil berjalan kembali setelah lampu hijau hidup. Rangga mengalihkan pandangannya ke depan, setelah itu Rara gantian melihat mobil Rangga yang sudah berlalu lebih dulu.

"Kok rasanya mobil itu tidak asing. Mobil siapa ya? Apa mobil Rangga! Ah, sudahlah."

Beberapa menit kemudian, Rara sampai di rumah lamanya. Tepat di sebelah rumah Rara, rumahnya Bu Darma yang di titipkan kucing yang di kasih nama cinta itu Rara hampiri.

"Permisi!"

"Iya, cari siapa ya?" Jawab Bu Darma ketika keluar namun bertemu dengan orang yang tidak dia kenal.

"Cari cinta, Bu. Ada?"

"Cinta?"

"Iya, cinta."

"Cinta kucingnya Rara maksud kamu?"

"Iya dong! Siapa lagi. Memangnya ada cinta lain selain cinta kucingnya Rara?"

"Loh, memangnya kamu siapa?"

"Aku Rara!"

"Ah, tidak mungkin Rara. Setahu aku Rara itu kan gendut, mana ada selangsing kamu!"

Ibu darma diam sejenak lalu tertawa bahagia.

"Kamu Rara yang gendut itu? Sekarang sudah selangsing ini? Kamu betulan Rara?"

"Ya ampun, Bu. Aku benar-benar Rara. Aku memang sudah langsing dan lebih cantik kan sekarang! Hehe."

"Ya ampun, Ra. Begitu banyak perubahan kamu. Termasuk wajah kamu juga berubah lebih cantik. Makanya ibu tidak terlalu mengenali kamu."

"Lalu apa yang membuat ibu ingat dengan aku?"

"Nih yang buat Ibu ingat!" ibu menunjuk tahi lalat di kening Rara yang terlihat agak besar.

"Hehe, Ibu ingat saja kalau soal ini. Oh iya, ini oleh-oleh dari ibuku."

"Ya ampun, sampai lupa. Ada tamu malah tidak di suruh masuk. Ayo masuk, ini bawa apa coba? Mana banyak banget."

"Sudah ambil saja. Mana nih cinta, aku kangen banget."

"Tuh, lagi tidur di kamar. Ambil saja!"

Rara ke kamar dan mengambil kucingnya yang lagi tidur. Namun spontan saja kucing itu menampar Rara saat ingin menciumnya.

"Cinta, kok kamu tampar aku sih!"

"Mungkin dia juga tidak kenal dengan kamu, makanya dia seperti bertemu dengan orang asing."

"Waduh iya ya, mungkin butuh perkenalan lagi untuk dia mengenal aku."

"Ya sudah, kamu kenalan dulu sekitar satu jam atau dua jam."

"Hehe, iya."

Rara terus mencium cinta meski dengan mengerang tidak mau di pegang. Namun lama kelamaan, cinta mendengkur karena senang terus di elus oleh Rara.

"Ye, akhirnya dia luluh juga. Aku bawa pulang sekarang ya, Bu!"

"Iya, hati-hati ya!"