Chereads / Cinta 80 Kilo / Chapter 27 - Karyawan Opa-opa

Chapter 27 - Karyawan Opa-opa

"Aku jadi merasa bersalah banget sudah tidak jujur dengan Rangga. Kasihan banget dia tadi sampai mengira aku adalah Rara yang dulu. Padahal memang benar sih kalau aku Rara yang sama. Tapi tidak mungkin aku katakan begitu saja. Yang ada, nanti nenek lampir itu bakal marah besar. Rangga sebut nama aku saja dia sudah marah, apa lagi tahu kalau aku adalah Rara. Hem, rasanya ingin deh kasih pelajaran untuk Adel. Tapi apa ya!"

Rara masih dalam keadaan tidur di tempat tidur malam itu, padahal jam masih menunjukkan pukul 7 malam.

"Ra, bantu Ibu nak!" Panggil ibunya.

"Rara!"

Ibu memanggil berkali-kali, namun tidak ada jawaban. Lalu ibu menggebrak pintu Rara dengan kuat. Seketika itu pula Rara terperanjat kaget dengan ulah ibunya.

"Rara, anak gadis jam segini sudah tidur. Sini bantu ibu!"

"Duh, Bu! Ada apa sih?"

Rara membuka pintu dan keluar dengan mengucek matanya seolah baru bangun tidur.

"Hari ini banyak pelanggan berdatangan, banyak bahan yang sudah mulai habis. Jadi ibu minta tolong sama kamu untuk timbang gula, minyak, dan tepung."

"Alhamdulillah, dagangan kita laris? Alhamdulillah, Bu!"

"Iya, ya sudah ayo kita timbang."

Rara dan ibu segera menuju toko. Memang, awalnya stok yang banyak terlihat banyak yang berkurang. Termasuk bahan pokok, gula, minyak, tepung dan lainnya yang harus di timbang.

"Wah, banyak banget dapat uangnya!" Mata Rara terbelalak, dan mulut menganga ketika melihat ibu sedang menghitung uang di laci. Hari itu yang belanja benar-benar membludak. Padahal baru pertama kali buka warung. Memang posisi warung yang sangat pas. Selain berjualan sendiri, jarak warung dengan warung lainnya memang jauh. Padahal di tempat itu banyak perumahan. Apa lagi, ibu menjual barang-barang dengan sangat murah.

"Wah, kalau begini terus kita bisa kaya mendadak nih, Bu!"

"Aamiin. Ibu ada rencana menyisihkan uang untuk di tabung. Lalu kita beli tanah sendiri, buat rumah sendiri, lalu kita kembalikan tempat ini untuk Yuda. Dia sudah terlalu baik untuk kita."

"Sudahlah, Bu. Dia kasih kita juga ikhlas kok. Lagi pula dia memang kaya. Di usianya yang masih muda itu saja sudah memiliki perusahaan besar sendiri. Perumahan di sini hampir milik dia semua. Jadi Ibu tidak perlu pusing untuk pikirkan bagaimana cara kembalikan jasa dia. Cukup berikan doa terbaik saja untuk dia."

"Kamu ini kalau ngomong kok seenaknya. Ini tuh sama saja hutang kita sama dia!"

"Hem, ya sudah deh. Terserah Ibu saja."

"Oh iya, kayaknya Ibu butuh karyawan baru deh."

"Duh, Bu. Baru juga satu hari. Tunggu saja seminggu atau sebulan ke depan."

"Tidak, besok calon Karyawannya mau datang malahan. Kasihan dia butuh pekerjaan, tadi kemari tanya kerjaan."

"Hah! Terus Ibu bilang apa?"

"Ya Ibu suruh dia besok mulai masuk kerja, tapi ya Ibu bilang untuk pertama-tama mungkin gaji belum bisa banyak."

"Hem, ya sudah deh. Pokoknya terserah Ibu saja."

"Heh, mau ke mana?"

Rara beranjak dari tempat duduknya, ibu mengira kalau Rara akan meninggalkan kerjaannya yang belum siap itu. Yaitu menimbang minyak.

"Ke belakang bentar, Bu. Tadi si cinta belum aku kasih makan!"

"Kerjaan kamu belum selesai nih!"

"Iya, nanti kembali lagi kok."

Malam berganti pagi, kali itu untuk pertama kalinya karyawan yang di sebut ibu datang lebih pagi.

"Ra bangun, kamu tidak kerja?"

"Hem, iya Bu."

Rara bergegas untuk bangun dan mandi. Hampir saja dia lupa kalau dia sudah bekerja dengan Yuda. Setelah beberapa menit untuk persiapan, dia pun bergegas untuk berangkat kerja.

"Loh, Bu. Kok motornya tidak bisa di masukkan kuncinya ya?"

"Ah, bercanda kamu. Memangnya kunci mana yang kamu pakai kok bisa-bisanya tidak cocok. Kemarin bisa kan?"

"Nah, itu dia yang buat aku bingung. Kuncinya tidak salah kok, Bu. Motor juga sama. Kok tidak bisa ya?"

Rara berpikir sejenak, lalu ada hal yang buat dia bingung. Perasaan dia tadi belum mengeluarkan motor, tapi motor sudah di luar. Dia masih duduk termangu dan diam di atas motor.

"Bu, tadi aku sudah keluarkan motor tidak? Perasaan aku tadi tidak keluar kan motor, tapi kok motor ini sudah di luar ya?"

Rara semakin bingung dengan kedua keyakinannya itu. Mungkin karena baru bawa motor milik yuda kemarin, jadi buat dia lupa atau belum paham.

"Maaf, Mbak! Ini motor aku!"

Tiba-tiba Riski, atau karyawan ibunya keluar dari warung dan melihat Rara yang kebingungan.

Seketika itu pula mereka jadi saling pandang tatap mata satu sama lain tanpa lepas dan tidak peduli dengan sekitar.

"Ya Allah, ini perempuan kok cantik banget sih!" Riski mengucek matanya.

Sedangkan Rara ikut bengong ketika melihat karyawan ibunya yang tampan seperti pria Korea.

"Bu, ini siapa? Karyawan ibu?"

"Iya, namanya Riski. Memangnya kenapa?"

"Ya ampun, Bu. Kok ganteng banget sih kayak opa opa." Spontan Rara mengucapkan hal itu tanpa malu lagi. Bahkan Riski hanya senyum-senyum dengan pujian yang Rara lontarkan.

"Hus, di jaga kalau ngomong. Masak secakep ini kamu bilang opa-opa."

Ibunya marah dan agak udik, jadi tidak tahu apa itu opa-opa.

"Maksud aku opa-opa Korea, Bu. Yang prianya ganteng-ganteng itu. Masa Ibu tidak tahu sih!"

"Oh, itu. Hehe, maklum. Ibu tidak tahu soal itu. Ya sudah sana berangkat. Nanti kamu terlambat."

"Masalahnya, Riski tadi bilang ini motor dia. Lalu motor aku di mana, Bu? Heh, Riski kamu jangan ngaku-ngaku deh. Nanti di tangkap Pak polisi loh!"

"Aku tidak mengada-ada, Mbak. Ini tuh benar motor aku. Mana kunci motor, Mbak? Pasti sama persis dengan motor aku kan?"

Riski mengambil kunci motor dari tangan Rara. Dan menekan tombol di bagian kunci tersebut. Lalu suara motor dari dalam rumah menyala.

"Nah, itu motor Mbak masih di dalam."

Rara langsung masuk untuk memastikan kalau motornya masih aman. Setelah di lihat, benar saja. Ternyata dia yang salah, karena motornya belum di keluarkan dari garasi. Rara menahan malu, ketika melihat motor yang sama.

"Ya ampun, maafkan aku ya Riski. Aku kira motor kamu tadi motor aku. Habisnya motor kita sama persis. Hanya beda angka di platnya saja."

"Sudah, santai saja. Tidak apa-apa kok, Mbak! Ya sudah, Monggo! Silahkan!"

Riski mempersilahkan Rara untuk naik ke motor dan mengeluarkan. Sedangkan ibunya hanya menggelengkan kepalanya.

"Yah, ban motor aku kempes. Bagaimana ini?"

Ternyata ban motor milik Rara kempes saat itu. Sehingga membuat dia bingung harus bagaimana, mau di benar kan tapi waktu sudah mepet jam kerja. Akhirnya dia memutuskan untuk naik angkot saja.

"Bu, aku naik angkot saja!"

"Tidak perlu, Mbak. Mari aku antar saja!"

Riski menawarkan bantuan pada Rara. Rara hanya menganggukkan kepalanya. Kapan lagi bisa di antar opa-opa. Gumamnya!